HUBUNGAN RASIONALITAS DAN SPIRITUALITAS DALAM TAKWA
Hukum Kausalitas Dalam Takwa
Kita ingat ketika seorang pemimpin suatu bangsa yang berpenduduk besar mengeluarkan kebijakan kepada rakyatnya untuk membunuh burung-burung pemakan biji-bijian, yang berdasarkan analisis para ahli di negeri itu telah berperan besar menurunkan angka panen. Tentu saja, kebijakan itu didukung sebagian besar rakyatnya karena mengira persoalan agak berkurangnya cadangan pangan sebentar lagi akan dapat teratasi. Seluruh penduduk pun bergembira membunuhi burung-burung kecil yang nyaris tak ada artinya bagi eksistensi manusia. Apa yang terjadi kemudian.. ? Bukan panen besar yang dituai, tapi bahaya kelaparan yang merata disekujur negeri memaksa pemimpin bangsa itu turun tahta dari kedudukannya yang tertinggi di negeri itu. Rupanya.., dampak yang muncul akibat pembantaian burung-burung sawah itu adalah berkembangnya populasi tikus secara luar-biasa besarnya, hingga mampu melahap tanaman pangan pokok bagi penduduk di negeri itu, ditambah dengan dampak susulan yang semakin memperburuk keadaan kesehatan sebagian besar rakyatnya.
Kisah tersebut adalah contoh sebuah tindakan konyol manusia yang tidak mampu /lengah-lalai mengkalkulasi secara akurat terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Sehingga, hasil yang diharapkan ternyata jauh bertolak-belakang dengan kenyataan yang didapatkan. Ini adalah kisah nyata yang pernah terjadi pada sebuah negara besar ditengah putaran abad lalu, suatu kisah nyata yang walaupun objek maupun predikatnya selalu berganti, namun esensi dari kelemahan subjeknya senantiasa berulang dari jaman ke jaman.
Kita bertanya-tanya, apakah sebuah bencana begitu mudahnya menimpa ras manusia..? . Apakah sekedar akibat dari sebutir buah khuldi di taman surga, seekor nyamuk yang masuk ke telinga Sang Raja atau seekor unta yang sedang hamil tua, kumpulan ikan yang mudah ditangkap nelayan pada hari Sabtu, patung besar kuda Troyan, pembantaian massal burung-burung sawah, band pematok nilai mata uang yang dilepas bebas, atau aneka rupa hal yang dianggap 'sepele' sebelumnya, maka nasib banyak manusia pun mendadak buruk secara seketika..?
Tentu kita mengetahui, setiap suatu akibat pasti didahului oleh suatu sebab, dan akumulasi dari sebab-sebab itupun merupakan perwujudan dari akibat yang telah ada sebelumnya. Antara akibat dan sebab, terdapat adanya sikap dan motivasi tertentu yang memberi nilai dan muatan tertentu, sehingga akan menghasilkan akibat tertentu dari sebab-sebab yang diambilnya itu. Dalam hal ini, ada celah ikhtiar dan kebebasan bertindak untuk memilih sebab-sebab tertentu yang diinginkan, walaupun, tidak serta-merta akibat yang diharapkan dapat segera terjadi karena ada sebab-sebab lain yang juga mempengaruhi. Demikian kaidah-kaidah itu berlaku bagi semua peristiwa, baik itu yang terdorong kearah belakang maupun yang menuju kearah depan.
Para Nabi dan orang-orang suci yang begitu gigih dan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran ditengah-tengah ras manusia, semua itu terjadi akibat diturunkanya Adam-Hawa ke dunia ini. Sebabnya adalah merupakan akibat dari melanggar perintah Tuhan, yakni memakan buah terlarang. Namun kita tidak bisa serta-merta memvonis buah khuldi sebagai pangkal dari sebab yang mengakibatkan peradaban ras manusia ini terjadi. Buah terlarang itu diciptakan adalah akibat dari kehendak Tuhan yang ingin mengangkat Khalifah di muka bumi, bukan di dalam surga QS.2:30. Dengan predikat Khalifah ini maka ras manusia membangun peradabannya hingga akhir waktu nanti.
Mencermati beberapa ayat yang terkait dengan posisi Khalifah dalam Al Qur'an, kita ketahui bahwa predikat ini disandang khusus untuk ras manusia yang tinggal dimuka bumi. Kita juga telah mengetahui, bahwa predikat ini sekurangnya memiliki 2 unsur yang menyertainya. Yakni, unsur ilmu-pengetahuan yang merupakan bentuk ketaatan Adam AS dalam menerima pengajaran dari Tuhan Pencipta tentang aneka nama dan fungsi/kegunaan berbagai benda, dan unsur kedurhakaan Adam-Hawa akibat menerima tipu-daya setan yang telah dihukum sesat oleh Al'Adlu, Sang Maha Adil. Unsur pertama mengantarkannya tinggal menetap di surga dan unsur kedua membuat Adam-Hawa terlempar dari dalamnya.
Setelah mengutarakan penyesalan terdalamnya maka Adam-Hawa menerima Kalimat Taubat dari At-Tawwab, dengan beberapa petunjuk ajaran takwa agar dapat menghindarkan diri dari tipu-daya setan di masa-masa selanjutnya. Maka terjadilah konsensus bersama berupa aturan main yang adil bagi semua, sehingga pertunjukan drama kehidupan pun berlanjut terus. Siapa saja yang menggunakan ilmu pengetahuannya dengan bekal takwa akan kembali ke surga sebagai tempat asalnya, dan siapa saja yang berbuat sebaliknya akan masuk ke dalam neraka bersama setan yang telah memperdayainya.
Berhubungan dengan hukum kausalitas/ sebab-akibat ini, umumnya kaum intelektual mengira (berdasarkan tipu-daya setan yang lihai) bahwa surga dan neraka merupakan produk imajinasi manusia yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Berdasarkan produk imajinasi ini lahirlah berbagai ideologi bikinan manusia yang setelah menempuh beberapa waktu tertentu, jika berhasil.., mampu mewujudkan 'surga' bagi segelintir ras manusia sambil menciptakan 'neraka' bagi sebagian besar ras manusia lainnya. Jelaas.., hal ini bukan merupakan aturan main yang adil, walaupun andaikan hal itu berlaku sebaliknya.
Suatu aturan main yang adil bagi segala mahluk yang hidup di segala penjuru alam semesta, termasuk bagi ras manusia yang hidup di bumi ini dan bumi-bumi lain yang barangkali suatu saat bisa ditinggalinya, pastilah merupakan suatu aturan main yang bukan main-main. Ia pastilah merupakan aturan yang tidak mungkin bisa diragukan oleh siapapun karena diciptakan oleh Tuhannya Seluruh Isi Alam Semesta QS.32:2. Bilamana ada pihak-pihak yang masih meragukan kebenaran isinya maka dipersilahkan oleh Pencipta aturan alam semesta itu untuk mencoba membuat satu surat saja yang mirip dengannya, atau yang mampu menyamainya, baik dalam segi isi maupun redaksinya QS.2:23.
Namun hingga detik ini kita sama mengetahui, tidak ada satu apapun yang mampu melakukannya. Bahkan.., andaikan semua bangsa manusia dan bangsa jin berkumpul dan bergotong-royong untuk menyusun seumpama kitab itu, maka sesungguhnya mereka semua tidak akan mampu membuat yang serupa itu QS.17:88. Karena itulah, maka tentu tidak akan ada yang mampu melenyapkannya sejak dahulu kala hingga di masa yang akan datang, mengingat.., aturan itu turun dari Tuhan Maha Bijaksana (Al Hakiem) lagi Maha Terpuji (Al Hamied) QS.41:42.
Maha Bijaksana dalam ayat ini dapat mengandung arti bahwa, hanya Dia saja yang paling mengerti segala persoalan yang terjadi di seluruh isi alam semesta ini, karenanya Dia turunkan suatu pedoman yang berisi hikmah, penjelasan terhadap segala sesuatu, dan berbagai aturan yang mampu menampung semua perkembangan jaman dan peradaban di seluruh tempat dan waktu. Maha Terpuji dapat bermakna jaminan bahwa tidak ada sedikitpun yang kurang atau cacat dapat ditemui dalam pedoman itu.
Berbagai keterangan mengenai kesempurnaan Al Qur'an, baik dalam segi rasionalitas maupun spiritualitas, sebagai pedoman bagi ras manusia dalam mengarungi kehidupan mereka di alam empiris ini, semestinya semakin memacu manusia untuk menggali berbagai rahasia alam semesta yang terkandung didalamnya. Karena telah menjadi ketetapan bagi Sang Pencipta, barang siapa berpegang teguh dengan Al Qur'an sebagai pedoman takwa dalam hidupnya pastilah akan diberikan jalan keluar dari setiap kesulitan, dipermudah urusannya, dan dibentangkan ke berbagai arah menuju kejayaan hidup di dunia dan akhirat.
Tentu saja, hal ini hanya bisa didapat dengan cara memahami isi Al Qur'an seoptimal mungkin, dengan membandingkan ayat-ayat yang saling setimbang dan berkesesuaian dalam maknanya QS.4:82, dan didukung dengan hadits-hadits shahih yang melengkapinya.. meskipun, pada tahap yang lebih lanjut kita akan sangat memerlukan seorang figur yang benar-benar mampu menjadi representasi isi Al Qur'an yang hidup dalam dirinya.
Eksistensi Hari Kiamat, Adanya Surga Dan Neraka
Sering kali ras manusia terjebak dengan pengertian-pengertian yang aneh, paham-paham keyakinan tertentu, atau aneka-rupa ideologi yang telah begitu susah-payah diperjuangkan dan dibangun dengan rasionalitas pikirannya sendiri. Kadang-kala mampu bertahan setahun, ada juga yang berkembang hingga puluhan tahun atau bahkan beberapa abad lamanya. Semua produk empiris ini memang mampu mewujudkan surga dunia, disamping efek neraka yang dihasilkannya ternyata tak sebanding dengan segelintir kenikmatan yang pernah diraih. Begitulah sifat dunia dimana unsur kenikmatan dan kesengsaraan tak pernah lelah saling bergumul, senantiasa menyatu dalam relatifitas hidup manusia.
Akibat dari terjebaknya rasionalitas pikiran, maka menjadi sulit bagi manusia untuk mencoba mengerti dengan akal-nuraninya, bahwa sesungguhnya surga dan neraka memang benar-benar ada dalam eksistensi yang sebenarnya. Bukan dalam arti sebagai produk imajinasi manusia, bukan pula dalam pengertian dogmatisme belaka.
Melainkan dari itu adalah, bahwa eksistensi surga dan neraka
merupakan wujud kebijakan evolutif dari Tuhan Pencipta alam semesta raya itu sendiri.
Terjebaknya rasionalitas pikiran itu secara umum terjadi akibat terkuncinya kesadaran hati-nurani manusia dari memahami isi Al Qur'an QS.47:24. Mereka mengira bahwa Al Qur'an adalah kitab karangan ahli syair atau ahli nujum. Atau bahkan.., ajaran Muhammad yang dikarangnya sendiri. Padahal sesungguhnya, Al Qur'an adalah Wahyu yang turun dari Tuhan Alam Semesta untuk pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa QS.69:41-48................
Manakala ras manusia telah betul-betul meyakini dengan akalnya bahwa eksistensi surga-neraka memang benar-benar ada 'diluar' dimensi alam semesta ini, maka akan dapatlah dengan mudah dimengerti bahwa hari Kiamat adalah merupakan satu-satunya 'pintu gerbang' yang secara pasti akan mengantarkan seluruh isi alam semesta ini ke arahnya. Bahwa hari Kiamat merupakan akhir dari riwayat kehidupan seluruh isi alam semesta ini, adalah suatu konsekuensi logis dari hukum sebab-akibat terhadap keberadaannya.
Namun demikian.., tentu saja tidak akan pernah ada satu orangpun yang tahu secara pasti kapan akan terjadinya hari Kiamat itu, sebagaimana tidak ada satu orangpun yang tahu pasti kapan alam semesta ini tercipta.
Bagaimanapun juga, surga dengan berbagai fasilitas kenikmatannya yang tak terhingga, dan neraka dengan berbagai siksaan dan kesengsaraan yang tak terkira, serta hari Kiamat dengan bermacam-rupa tanda-tandanya, semua itu adalah masa depan yang pasti akan ditemui. Sebagaimana kematian milyaran manusia telah terjadi sepanjang waktu lalu, sedemikian pula kematian itu akan mendatangi kita secara bersama atau satu-persatu. Ini merupakan konsekuensi logis dari proses evolusi yang secara pasti akan dialami semua orang dimana pun dan kapan pun ia berada. Tak perduli berasal dari bangsa apa, keyakinan macam mana, atau kasta model apapun yang dipunya. Semua yang diberi nyawa pastilah akan mati dan semua yang dicipta, termasuk alam semesta ini, pasti akan binasa.
Demikian hal itu merupakan suatu kepastian yang selalu berlaku di alam semesta ini, sejak mulai awal penciptaannya hingga batas akhir kemusnahannya. Maka kematian bukanlah faktor yang mengakhiri segalanya. Kematian hanyalah merupakan sarana.., sebagai 'pintu' untuk memasuki tahap dimensi selanjutnya. Yakni, suatu tahapan dimensi yang keadaannya melebihi dari tahapan dimensi yang telah ditinggalkan pada masa sebelumnya.
Lalu.., bagaimanakah halnya dengan hari Kiamat..?
Sebagian besar manusia mengira dengan rasionalitas pikirannya, baik golongan kaum intelektual maupun golongan kebanyakan, bahwa hari Kiamat tidak mungkin terjadi di alam semesta ini. Kalau toh saat itu tiba, tentu masih akan sangat lama dan jauh sekali perjalanan waktu yang dilaluinya. Mungkin mereka akan berkata, sejak jaman Nabi Nuh AS persoalan kiamat selalu dikumandangkan sampai sekarang, tapi nyatanya hari yang menggemparkan itu belum muncul-muncul juga... Atau mungkin juga mereka akan menunjukkan fakta, biasanya dilakukan oleh kaum intelektual, bahwa galaksi kita yang berumur 5 milyar tahun ini ternyata masih oke-oke saja, dan alam semesta yang telah terbentuk sejak 15 milyar tahun lalu itu toh masih kekal sempurna.., jadi bagaimana mungkin kiamat akan segera tiba..?
Tentu tidak cukup bijaksana bila kita secara serta-merta memvonis manusia hanya berdasarkan kepada kesalahan berpikirnya, karena setiap orang sangat dianjurkan untuk berpikir dan bahkan, perbedaan pola pikir pada tiap orang justru semakin memperkaya pengetahuan dan memajukan peradban ras manusia ke suatu tingkat yang lebih tinggi lagi. Dan yang lebih tidak bijaksana adalah bila kita membiarkan tindakan-tindakan buruk terjadi ditengah-tengah manusia justru akibat dari kesalahan berpikir yang menjadi dasar dari tindakan buruk yang dilakukannya. Bagaimana kita mesti mengambil sikap terhadap hal ini..?
Yang pertama kali mesti dilakukan adalah, introspeksi, memperbaiki kesalahan dan cara berpikir kita sendiri kemudian mengajak manusia lain untuk juga melakukan hal yang sama, baik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok/ melembaga. Dalam hal ini, sangat penting bagi kita untuk senantiasa berusaha menjernihkan pikiran dan hati seoptimal mungkin, untuk kemudian akan kita dapati bahwa tidak ada satu orang waras pun di kolong-langit ini yang membantah suatu kenyataan bahwa yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya ini tiada lain kecuali Tuhan Maha Pencipta. Lalu, bahwa semua yang dicipta pasti akan binasa dan setiap mahluk bernyawa pasti akan menemui mati adalah diktum omong-kosong untuk orang gila, tentu ditanggapi lebih serius oleh manusia jenis lainnya.
Memang, manusia cenderung untuk selalu menginginkan segala sesuatu yang serba memudahkan perjalanan hidupnya, walaupun segala yang dikerahkan ternyata nyaris tak pernah memuaskan jiwanya. Realita ini mendorong manusia untuk terus-menerus berkalkulasi baik secara material maupun immaterial. Selanjutnya, kalkulasi yng dilakukan (terangkum didalamnya faktor hasrat dan ilmu) mewujudkan aneka-rupa aksi untuk kemudian hasilnya disimpan dalam memori. Pada dasarnya, manusia berkalkulasi sepanjang hayatnya adalah 'sekedar' untuk mengkoleksi memori, selainnya hanyalah sarana yang memberi nilai, makna dan warna memori. Justru melalui memori inilah jiwa manusia mengandung makna dan warnanya secara tersendiri.
Manakala jiwa manusia telah terlepas dari jasadnya secara permanen (mati) sehingga raganya tidak mampu lagi beraksi, maka secara otomatis akan berhenti berkalkulasi sebagai akibat dari fungsi otak yang mulai mati. Pada tahap ini manusia mulai memasuki dimensi kehidupannya yang baru, yang lebih luas dibanding dengan dimensi kehidupannya ketika di dunia. Dapat diibaratkan.., perbandingan dimensi kehidupan setelah mati dengan hidupnya di dunia adalah sebagaimana perbandingan dimensi kehidupannya ketika di dunia dengan proses hidup yang dialami menjelang kelahirannya. Dari perbandingan dimensi ini termuat pengertian, bahwa segala apa yang belum tercapai dan terfungsikan dalam hidup pada dimensi sebelumnya akan dikalkulasikan, direalisasikan dan diaplikasikan pada jiwa dalam dimensinya yang baru.
Sebagaimana ketika masih janin dalam kandungan, jiwa manusia belum mampu memanfatkan segala indera yang dimilikinya, sedemikian pula ketika meninggal dunia, jiwa manusia akan merasakan kenikmatan atau kesengsaraan sebagai ganjaran terhadp segala amal perbuatannya. Segenap memori yang lama terpendam dan terlupakan menjadi terbongkar dan kembali ditampakkan, tidk satupun detail peristiwa dapat disembunyikan, dilupakan atau dikubur dalam-dalam. Maka, melalui bekal 'putar-ulang rekaman perbuatan' jiwa manusia memulai hidup dalam dimensi yang baru dengan merasakan aneka kenikmatan atau berbagai penderitaan yang musti ditanggungnya.
Namun hal demikian hanyalah 'kiamat kecil' bagi manusia yang mengalami mati, mereka yang masih hidup bisa saja terus menganggap alam semesta akan tetap kekal selamanya, dan bahwa hari Kiamat hanyalah omong-kosong agama. Atau ada juga yang justru beranggapan sebaliknya, bahwa hari Kiamat telah benar-benar dekat di pelupuk mata. Dua kecenderungan ekstrem ini telah mewujud dalam tindakan-tindakan ekstrem yang bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Kecenderungan pertama secara umum dapat mengantarkan ras manusia pada tindakan ekspansi dan eksploitasi lingkungan secara luar-biasa tanpa memperhatikan berbagai hukum keseimbangan alam, termasuk norma dan etika kemanusiaannya. Kecenderungan kedua menjadikan ras manusia bersikap masa bodoh terhadap berbagai kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh dampak buruk dari kecenderungan pertama, namun kadang-kala melakukan tindakan-tindakan ekstrem atau radikal yang sangat merugikan komunitas masyarakatnya, seumpama tindakan bunuh diri massal, penyanderaan, aksi teror, dan sebagainya.
Padahal, hari Kiamat yang sesungguhnya pasti akan terjadi pada hakikatnya menampung makna penyelesaian terhadap segala persoalan yang telah terjadi, baik antara sesama manusia, manusia terhadap mahluk lain, terlebih lagi terhadap Tuhan Pencipta. Hari itu merupakan hari pembalasan yang final dan paling adil bagi semua mahluk ciptaan-Nya.
Bila dikatakan bahwa hari Kiamat hanyalah omong-kosong agama atau jika pun terjadi toh kedatangannya masih akan sangat lama, maka kita pun sebaiknya makin menyadari bahwa setiap detik waktu yang kita nikmati pada dasarnya semakin mendekatkan manusia dengan saat kematiannya. Bahwa kematian merupakan 'pintu' untuk memasuki dimensi yang baru adalah disana juga terdapat 'jendela' untuk melongok dimensi selanjutnya.
Manakala dikatakan bahwa alam semesta yang menurut perkiraan empiris telah telah berumur 15 milyar tahun dan berdasarkan penyelidikan dengan spektrum cahaya keberadaannya senantiasa berkembang setiap waktu, sehingga.., dianggap 'cukup bijaksana' untuk tidak perlu memikirkan begitu serius kapan hari Kiamat akan tiba. Maka.., sebaiknya kita perlu secara bijaksana memikirkan dampak negatif dari anggapan semacam itu.
Bahwa kurangnya perhatian terhadap hikmah dan esensi yang terkandung dalam peristiwa hari Kiamat, dapat menyebabkan manusia cenderung kurang meyakini keberadaan Zat Maha Sempurna Yang Paling adil dan Sangat Bijaksana, sehingga.., akibat selanjutnya akan mengantarkan ras manusia untuk cenderung bertindak sewenang-wenang tanpa pernah mampu menerapkan suatu sistem kehidupan yang adil, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungan tempat hidupnya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu sikap yang bijaksana. Berkenaan dengan itu pula.., penilaian mereka mengenai eksistensi Surga-Neraka menjadi semakin absurd dan dianggap tidak memiliki relevansi yang akurat terhadap proses kerja evolusi alam semesta.
Padahal sesungguhnya mereka telah lupa, atau menyembunyikan kesimpulan dari fakta lain yang nyata terjadi. Bahwa diantara banyaknya galaksi-galaksi yang ditemukan di alam semesta raya, yakni sekitar 100.000.000.000 galaksi, terdapat juga banyak bekas-bekas galaksi yang telah lenyap dan binasa. Bahwa semakin berkembang dan meluasnya alam semesta yang diketahui ternyata terdapat juga pengurangan dan penyempitan pada beberapa bagian ruangannya.
Jadi, sekedar sebagai kesimpulan sederhana dapat kita katakan: Bukan sekedar alam semesta yang berkembang kekal selamanya, melainkan juga proses pembentukan dan pemusnahannya akan terus-menerus terjadi. Lalu, siapakah yang menyelenggarkan semua proses kerja alam raya ini selain Tuhan Maha Pencipta Yang Senantiasa Kekal dan Paling Sempurna.., bagaimana mungkin Sang Maha Kekal akan menjadi musnah atau binasa..?
Tentu, konsekuensi logis dari proses kerja alam semesta raya itu adalah, bahwa eksistensi Surga-Neraka dengan berbagai tingkatannya menjadi ada, justru sebagai sebab sekaligus akibat dari proses pembentukan dan pemusnahan alam semesta yang tak pernah berhenti terjadi. Dalam pengertian ini kita dapat memaknai bahwa Surga dan Neraka merupakan wujud kebijakan evolutif dari Tuhan Pencipta yang telah secara akurat dan sempurna menyelenggarakan proses kerja alam semesta ini.
Untuk sekedar merujuk satu dari beberapa ayat yang dapat menjelaskan mengenai hal ini kita bisa melihatnya pada QS.11:106-108, yang isinya lebih-kurang menerangkan mengenai keberadaan Surga-Neraka yang senantiasa kekal selama eksistensi ruang-angkasa dan bumi masih terus terjadi. Istilah 'Karunia yang tiada putus-putusnya' dalam penggalan ayat itu dapat bermakna, bahwa bukan sekedar alam semestanya yang tak pernah binasa, melainkan proses kerja pembentukan dan pemusnahannya yang tak pernah berhenti terjadi.
"Adapun orang-orang yang celaka, tempatnya didalam neraka.., disana mereka merintih dengan lolongan nafas panjang dan menariknya kembali, mereka kekal didalamnya selama ada ruang-angkasa dan bumi, kecuali jika Tuhanmu berkehendak lain... Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dikehendaki-NYa. Adapun bagi mereka yang berbahagia, maka tempatnya didalam surga.., mereka kekal didalamnya selama ada ruang-angkasa dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki yang lain.., Itulah karunia yang tak pernah ada putus-putusnya..."
QS.11:106-108
Lalu apa makna praktis dari dari semua ini..? Apa manfaatnya bagi kehidupan kita sehari-hari..? Jelas bahwa bagi mereka yang telah sampai pada suatu keyakinan, bahwa eksistensi Surga-Neraka memang benar adanya akan berusaha keras melakukan segala sesuatu yang akan mengantarkannya ke Surga dan menjauhkannya dari api neraka. Mereka akan terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas jiwanya agar benar-benar termasuk dalam kriteria para ahli Surga. Walaupun hak mutlak mengenai siapa yang layak masuk sebagai penghuni Surga tergantung sepenuhnya kepada Zat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Perkasa, namun justru karena sifatnya Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang terhadap semua mahluk-Nya, Dia turunkan Al Qur'an untuk dijadikan sebagai pedoman hidup agar ras manusia beroleh kebahagiaan di dunia ini dan tercapai kemenangan besar di negeri Akhirat nanti.
Didalam AlQur'an telah terangkum Kitab-Kitab ajaran yang dibawa oleh Para Nabi terdahulu seperti Injil, Taurat, Zabur, dan aneka bentuk keyakinan yang pernah dan akan dicapai oleh umat manusia. Karenanya, menjadi kewajiban bagi seluruh manusia, bahkan semestinya telah menjadi kebutuhan penting, untuk mengaplikasi semua isi AlQur'an dalam setiap segi kehidupannya. Baik untuk bekal menjelang kematiannya maupun sebagai cita-cita besar kemanusiaan untuk bersama-sama menuju Surga yang dimensinya seluas ruang-angkasa dan bumi.
Bagi mereka yang telah mencapai akal yang sempurna, tentu akan dengan mudah memahami dan meyakini bahwa dimensi Surga adalah memang seumpama luas ruang-angkasa dan bumi. Namun bagi manusia yang pemahamannya belum sampai pada tingkat itu maka cukuplah untuk 'sekedar' beriman terhadap keberadaannya, sehingga dapat diharapkan untuk berbuat segala sesuatu yang semakin menjauhkan mereka dari lembah Neraka.
Bagaimanapun juga, salah-satu ciri dari sifat kewarasan kemanusiaan kita adalah semacam bentuk keinginan agar ras manusia seluruhnya dapat selamat sejahtera menuju negeri surga yang abadi. Artinya, kita memiliki kesamaan nasib sebagai suatu bangsa manusia yang sedang sibuk menjalani hidup dalam 'setitik debu' diantara ratusan milyar 'debu-debu tata-surya' dalam sebuah galaksi, yang juga merupakan bagian dari ratusan milyar galaksi lain dalam jagat semesta raya ini. Diantara banyaknya galaksi yang tak terhingga itu, ada yang telah mengalami keruntuhan serta kemusnahan dengan diiringi suhu panas hingga mencapai temperatur diatas 1.000.000.000 derajat Celcius, ada juga yang baru tercipta melalui proses yang lebih-kurang sama.
Bahkan, baru-baru ini ditemukan adanya quasar / kumpulan konstelasi baru galaksi yang tak terhitung jumlahnya dengan luas yang belum mampu dihitung oleh sains, dengan jarak yang belum mampu diketahui dari posisi galaksi bimasakti karena sangat jauhnya.
Kita tinggal menunggu giliran runtuhnya galaksi bimasakti yang kita huni saat ini, alias.., bernasib sama menunggu hari Kiamat tiba. Mengenai nasib selanjutnya, apakah kita akan menjadi penghuni surga atau terperosok kedalam jurang neraka, sepenuhnya tergantung dari niat, sikap dan prilaku, serta tujuan dari tindakan keseharian kita saat ini, apakah sesuai dengan petunjuk AlQur'an dan Hadits Shahih yang telah kita pahami dan amalkan..., atau justru mungkin bertentangan dengan hal itu, semua pilihan akhirnya kembali berpulang kepada diri kita sendiri.
......oO0Oo.......
Hukum Kausalitas Dalam Takwa
Kita ingat ketika seorang pemimpin suatu bangsa yang berpenduduk besar mengeluarkan kebijakan kepada rakyatnya untuk membunuh burung-burung pemakan biji-bijian, yang berdasarkan analisis para ahli di negeri itu telah berperan besar menurunkan angka panen. Tentu saja, kebijakan itu didukung sebagian besar rakyatnya karena mengira persoalan agak berkurangnya cadangan pangan sebentar lagi akan dapat teratasi. Seluruh penduduk pun bergembira membunuhi burung-burung kecil yang nyaris tak ada artinya bagi eksistensi manusia. Apa yang terjadi kemudian.. ? Bukan panen besar yang dituai, tapi bahaya kelaparan yang merata disekujur negeri memaksa pemimpin bangsa itu turun tahta dari kedudukannya yang tertinggi di negeri itu. Rupanya.., dampak yang muncul akibat pembantaian burung-burung sawah itu adalah berkembangnya populasi tikus secara luar-biasa besarnya, hingga mampu melahap tanaman pangan pokok bagi penduduk di negeri itu, ditambah dengan dampak susulan yang semakin memperburuk keadaan kesehatan sebagian besar rakyatnya.
Kisah tersebut adalah contoh sebuah tindakan konyol manusia yang tidak mampu /lengah-lalai mengkalkulasi secara akurat terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Sehingga, hasil yang diharapkan ternyata jauh bertolak-belakang dengan kenyataan yang didapatkan. Ini adalah kisah nyata yang pernah terjadi pada sebuah negara besar ditengah putaran abad lalu, suatu kisah nyata yang walaupun objek maupun predikatnya selalu berganti, namun esensi dari kelemahan subjeknya senantiasa berulang dari jaman ke jaman.
Kita bertanya-tanya, apakah sebuah bencana begitu mudahnya menimpa ras manusia..? . Apakah sekedar akibat dari sebutir buah khuldi di taman surga, seekor nyamuk yang masuk ke telinga Sang Raja atau seekor unta yang sedang hamil tua, kumpulan ikan yang mudah ditangkap nelayan pada hari Sabtu, patung besar kuda Troyan, pembantaian massal burung-burung sawah, band pematok nilai mata uang yang dilepas bebas, atau aneka rupa hal yang dianggap 'sepele' sebelumnya, maka nasib banyak manusia pun mendadak buruk secara seketika..?
Tentu kita mengetahui, setiap suatu akibat pasti didahului oleh suatu sebab, dan akumulasi dari sebab-sebab itupun merupakan perwujudan dari akibat yang telah ada sebelumnya. Antara akibat dan sebab, terdapat adanya sikap dan motivasi tertentu yang memberi nilai dan muatan tertentu, sehingga akan menghasilkan akibat tertentu dari sebab-sebab yang diambilnya itu. Dalam hal ini, ada celah ikhtiar dan kebebasan bertindak untuk memilih sebab-sebab tertentu yang diinginkan, walaupun, tidak serta-merta akibat yang diharapkan dapat segera terjadi karena ada sebab-sebab lain yang juga mempengaruhi. Demikian kaidah-kaidah itu berlaku bagi semua peristiwa, baik itu yang terdorong kearah belakang maupun yang menuju kearah depan.
Para Nabi dan orang-orang suci yang begitu gigih dan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran ditengah-tengah ras manusia, semua itu terjadi akibat diturunkanya Adam-Hawa ke dunia ini. Sebabnya adalah merupakan akibat dari melanggar perintah Tuhan, yakni memakan buah terlarang. Namun kita tidak bisa serta-merta memvonis buah khuldi sebagai pangkal dari sebab yang mengakibatkan peradaban ras manusia ini terjadi. Buah terlarang itu diciptakan adalah akibat dari kehendak Tuhan yang ingin mengangkat Khalifah di muka bumi, bukan di dalam surga QS.2:30. Dengan predikat Khalifah ini maka ras manusia membangun peradabannya hingga akhir waktu nanti.
Mencermati beberapa ayat yang terkait dengan posisi Khalifah dalam Al Qur'an, kita ketahui bahwa predikat ini disandang khusus untuk ras manusia yang tinggal dimuka bumi. Kita juga telah mengetahui, bahwa predikat ini sekurangnya memiliki 2 unsur yang menyertainya. Yakni, unsur ilmu-pengetahuan yang merupakan bentuk ketaatan Adam AS dalam menerima pengajaran dari Tuhan Pencipta tentang aneka nama dan fungsi/kegunaan berbagai benda, dan unsur kedurhakaan Adam-Hawa akibat menerima tipu-daya setan yang telah dihukum sesat oleh Al'Adlu, Sang Maha Adil. Unsur pertama mengantarkannya tinggal menetap di surga dan unsur kedua membuat Adam-Hawa terlempar dari dalamnya.
Setelah mengutarakan penyesalan terdalamnya maka Adam-Hawa menerima Kalimat Taubat dari At-Tawwab, dengan beberapa petunjuk ajaran takwa agar dapat menghindarkan diri dari tipu-daya setan di masa-masa selanjutnya. Maka terjadilah konsensus bersama berupa aturan main yang adil bagi semua, sehingga pertunjukan drama kehidupan pun berlanjut terus. Siapa saja yang menggunakan ilmu pengetahuannya dengan bekal takwa akan kembali ke surga sebagai tempat asalnya, dan siapa saja yang berbuat sebaliknya akan masuk ke dalam neraka bersama setan yang telah memperdayainya.
Berhubungan dengan hukum kausalitas/ sebab-akibat ini, umumnya kaum intelektual mengira (berdasarkan tipu-daya setan yang lihai) bahwa surga dan neraka merupakan produk imajinasi manusia yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Berdasarkan produk imajinasi ini lahirlah berbagai ideologi bikinan manusia yang setelah menempuh beberapa waktu tertentu, jika berhasil.., mampu mewujudkan 'surga' bagi segelintir ras manusia sambil menciptakan 'neraka' bagi sebagian besar ras manusia lainnya. Jelaas.., hal ini bukan merupakan aturan main yang adil, walaupun andaikan hal itu berlaku sebaliknya.
Suatu aturan main yang adil bagi segala mahluk yang hidup di segala penjuru alam semesta, termasuk bagi ras manusia yang hidup di bumi ini dan bumi-bumi lain yang barangkali suatu saat bisa ditinggalinya, pastilah merupakan suatu aturan main yang bukan main-main. Ia pastilah merupakan aturan yang tidak mungkin bisa diragukan oleh siapapun karena diciptakan oleh Tuhannya Seluruh Isi Alam Semesta QS.32:2. Bilamana ada pihak-pihak yang masih meragukan kebenaran isinya maka dipersilahkan oleh Pencipta aturan alam semesta itu untuk mencoba membuat satu surat saja yang mirip dengannya, atau yang mampu menyamainya, baik dalam segi isi maupun redaksinya QS.2:23.
Namun hingga detik ini kita sama mengetahui, tidak ada satu apapun yang mampu melakukannya. Bahkan.., andaikan semua bangsa manusia dan bangsa jin berkumpul dan bergotong-royong untuk menyusun seumpama kitab itu, maka sesungguhnya mereka semua tidak akan mampu membuat yang serupa itu QS.17:88. Karena itulah, maka tentu tidak akan ada yang mampu melenyapkannya sejak dahulu kala hingga di masa yang akan datang, mengingat.., aturan itu turun dari Tuhan Maha Bijaksana (Al Hakiem) lagi Maha Terpuji (Al Hamied) QS.41:42.
Maha Bijaksana dalam ayat ini dapat mengandung arti bahwa, hanya Dia saja yang paling mengerti segala persoalan yang terjadi di seluruh isi alam semesta ini, karenanya Dia turunkan suatu pedoman yang berisi hikmah, penjelasan terhadap segala sesuatu, dan berbagai aturan yang mampu menampung semua perkembangan jaman dan peradaban di seluruh tempat dan waktu. Maha Terpuji dapat bermakna jaminan bahwa tidak ada sedikitpun yang kurang atau cacat dapat ditemui dalam pedoman itu.
Berbagai keterangan mengenai kesempurnaan Al Qur'an, baik dalam segi rasionalitas maupun spiritualitas, sebagai pedoman bagi ras manusia dalam mengarungi kehidupan mereka di alam empiris ini, semestinya semakin memacu manusia untuk menggali berbagai rahasia alam semesta yang terkandung didalamnya. Karena telah menjadi ketetapan bagi Sang Pencipta, barang siapa berpegang teguh dengan Al Qur'an sebagai pedoman takwa dalam hidupnya pastilah akan diberikan jalan keluar dari setiap kesulitan, dipermudah urusannya, dan dibentangkan ke berbagai arah menuju kejayaan hidup di dunia dan akhirat.
Tentu saja, hal ini hanya bisa didapat dengan cara memahami isi Al Qur'an seoptimal mungkin, dengan membandingkan ayat-ayat yang saling setimbang dan berkesesuaian dalam maknanya QS.4:82, dan didukung dengan hadits-hadits shahih yang melengkapinya.. meskipun, pada tahap yang lebih lanjut kita akan sangat memerlukan seorang figur yang benar-benar mampu menjadi representasi isi Al Qur'an yang hidup dalam dirinya.
Eksistensi Hari Kiamat, Adanya Surga Dan Neraka
Sering kali ras manusia terjebak dengan pengertian-pengertian yang aneh, paham-paham keyakinan tertentu, atau aneka-rupa ideologi yang telah begitu susah-payah diperjuangkan dan dibangun dengan rasionalitas pikirannya sendiri. Kadang-kala mampu bertahan setahun, ada juga yang berkembang hingga puluhan tahun atau bahkan beberapa abad lamanya. Semua produk empiris ini memang mampu mewujudkan surga dunia, disamping efek neraka yang dihasilkannya ternyata tak sebanding dengan segelintir kenikmatan yang pernah diraih. Begitulah sifat dunia dimana unsur kenikmatan dan kesengsaraan tak pernah lelah saling bergumul, senantiasa menyatu dalam relatifitas hidup manusia.
Akibat dari terjebaknya rasionalitas pikiran, maka menjadi sulit bagi manusia untuk mencoba mengerti dengan akal-nuraninya, bahwa sesungguhnya surga dan neraka memang benar-benar ada dalam eksistensi yang sebenarnya. Bukan dalam arti sebagai produk imajinasi manusia, bukan pula dalam pengertian dogmatisme belaka.
Melainkan dari itu adalah, bahwa eksistensi surga dan neraka
merupakan wujud kebijakan evolutif dari Tuhan Pencipta alam semesta raya itu sendiri.
Terjebaknya rasionalitas pikiran itu secara umum terjadi akibat terkuncinya kesadaran hati-nurani manusia dari memahami isi Al Qur'an QS.47:24. Mereka mengira bahwa Al Qur'an adalah kitab karangan ahli syair atau ahli nujum. Atau bahkan.., ajaran Muhammad yang dikarangnya sendiri. Padahal sesungguhnya, Al Qur'an adalah Wahyu yang turun dari Tuhan Alam Semesta untuk pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa QS.69:41-48................
Manakala ras manusia telah betul-betul meyakini dengan akalnya bahwa eksistensi surga-neraka memang benar-benar ada 'diluar' dimensi alam semesta ini, maka akan dapatlah dengan mudah dimengerti bahwa hari Kiamat adalah merupakan satu-satunya 'pintu gerbang' yang secara pasti akan mengantarkan seluruh isi alam semesta ini ke arahnya. Bahwa hari Kiamat merupakan akhir dari riwayat kehidupan seluruh isi alam semesta ini, adalah suatu konsekuensi logis dari hukum sebab-akibat terhadap keberadaannya.
Namun demikian.., tentu saja tidak akan pernah ada satu orangpun yang tahu secara pasti kapan akan terjadinya hari Kiamat itu, sebagaimana tidak ada satu orangpun yang tahu pasti kapan alam semesta ini tercipta.
Bagaimanapun juga, surga dengan berbagai fasilitas kenikmatannya yang tak terhingga, dan neraka dengan berbagai siksaan dan kesengsaraan yang tak terkira, serta hari Kiamat dengan bermacam-rupa tanda-tandanya, semua itu adalah masa depan yang pasti akan ditemui. Sebagaimana kematian milyaran manusia telah terjadi sepanjang waktu lalu, sedemikian pula kematian itu akan mendatangi kita secara bersama atau satu-persatu. Ini merupakan konsekuensi logis dari proses evolusi yang secara pasti akan dialami semua orang dimana pun dan kapan pun ia berada. Tak perduli berasal dari bangsa apa, keyakinan macam mana, atau kasta model apapun yang dipunya. Semua yang diberi nyawa pastilah akan mati dan semua yang dicipta, termasuk alam semesta ini, pasti akan binasa.
Demikian hal itu merupakan suatu kepastian yang selalu berlaku di alam semesta ini, sejak mulai awal penciptaannya hingga batas akhir kemusnahannya. Maka kematian bukanlah faktor yang mengakhiri segalanya. Kematian hanyalah merupakan sarana.., sebagai 'pintu' untuk memasuki tahap dimensi selanjutnya. Yakni, suatu tahapan dimensi yang keadaannya melebihi dari tahapan dimensi yang telah ditinggalkan pada masa sebelumnya.
Lalu.., bagaimanakah halnya dengan hari Kiamat..?
Sebagian besar manusia mengira dengan rasionalitas pikirannya, baik golongan kaum intelektual maupun golongan kebanyakan, bahwa hari Kiamat tidak mungkin terjadi di alam semesta ini. Kalau toh saat itu tiba, tentu masih akan sangat lama dan jauh sekali perjalanan waktu yang dilaluinya. Mungkin mereka akan berkata, sejak jaman Nabi Nuh AS persoalan kiamat selalu dikumandangkan sampai sekarang, tapi nyatanya hari yang menggemparkan itu belum muncul-muncul juga... Atau mungkin juga mereka akan menunjukkan fakta, biasanya dilakukan oleh kaum intelektual, bahwa galaksi kita yang berumur 5 milyar tahun ini ternyata masih oke-oke saja, dan alam semesta yang telah terbentuk sejak 15 milyar tahun lalu itu toh masih kekal sempurna.., jadi bagaimana mungkin kiamat akan segera tiba..?
Tentu tidak cukup bijaksana bila kita secara serta-merta memvonis manusia hanya berdasarkan kepada kesalahan berpikirnya, karena setiap orang sangat dianjurkan untuk berpikir dan bahkan, perbedaan pola pikir pada tiap orang justru semakin memperkaya pengetahuan dan memajukan peradban ras manusia ke suatu tingkat yang lebih tinggi lagi. Dan yang lebih tidak bijaksana adalah bila kita membiarkan tindakan-tindakan buruk terjadi ditengah-tengah manusia justru akibat dari kesalahan berpikir yang menjadi dasar dari tindakan buruk yang dilakukannya. Bagaimana kita mesti mengambil sikap terhadap hal ini..?
Yang pertama kali mesti dilakukan adalah, introspeksi, memperbaiki kesalahan dan cara berpikir kita sendiri kemudian mengajak manusia lain untuk juga melakukan hal yang sama, baik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok/ melembaga. Dalam hal ini, sangat penting bagi kita untuk senantiasa berusaha menjernihkan pikiran dan hati seoptimal mungkin, untuk kemudian akan kita dapati bahwa tidak ada satu orang waras pun di kolong-langit ini yang membantah suatu kenyataan bahwa yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya ini tiada lain kecuali Tuhan Maha Pencipta. Lalu, bahwa semua yang dicipta pasti akan binasa dan setiap mahluk bernyawa pasti akan menemui mati adalah diktum omong-kosong untuk orang gila, tentu ditanggapi lebih serius oleh manusia jenis lainnya.
Memang, manusia cenderung untuk selalu menginginkan segala sesuatu yang serba memudahkan perjalanan hidupnya, walaupun segala yang dikerahkan ternyata nyaris tak pernah memuaskan jiwanya. Realita ini mendorong manusia untuk terus-menerus berkalkulasi baik secara material maupun immaterial. Selanjutnya, kalkulasi yng dilakukan (terangkum didalamnya faktor hasrat dan ilmu) mewujudkan aneka-rupa aksi untuk kemudian hasilnya disimpan dalam memori. Pada dasarnya, manusia berkalkulasi sepanjang hayatnya adalah 'sekedar' untuk mengkoleksi memori, selainnya hanyalah sarana yang memberi nilai, makna dan warna memori. Justru melalui memori inilah jiwa manusia mengandung makna dan warnanya secara tersendiri.
Manakala jiwa manusia telah terlepas dari jasadnya secara permanen (mati) sehingga raganya tidak mampu lagi beraksi, maka secara otomatis akan berhenti berkalkulasi sebagai akibat dari fungsi otak yang mulai mati. Pada tahap ini manusia mulai memasuki dimensi kehidupannya yang baru, yang lebih luas dibanding dengan dimensi kehidupannya ketika di dunia. Dapat diibaratkan.., perbandingan dimensi kehidupan setelah mati dengan hidupnya di dunia adalah sebagaimana perbandingan dimensi kehidupannya ketika di dunia dengan proses hidup yang dialami menjelang kelahirannya. Dari perbandingan dimensi ini termuat pengertian, bahwa segala apa yang belum tercapai dan terfungsikan dalam hidup pada dimensi sebelumnya akan dikalkulasikan, direalisasikan dan diaplikasikan pada jiwa dalam dimensinya yang baru.
Sebagaimana ketika masih janin dalam kandungan, jiwa manusia belum mampu memanfatkan segala indera yang dimilikinya, sedemikian pula ketika meninggal dunia, jiwa manusia akan merasakan kenikmatan atau kesengsaraan sebagai ganjaran terhadp segala amal perbuatannya. Segenap memori yang lama terpendam dan terlupakan menjadi terbongkar dan kembali ditampakkan, tidk satupun detail peristiwa dapat disembunyikan, dilupakan atau dikubur dalam-dalam. Maka, melalui bekal 'putar-ulang rekaman perbuatan' jiwa manusia memulai hidup dalam dimensi yang baru dengan merasakan aneka kenikmatan atau berbagai penderitaan yang musti ditanggungnya.
Namun hal demikian hanyalah 'kiamat kecil' bagi manusia yang mengalami mati, mereka yang masih hidup bisa saja terus menganggap alam semesta akan tetap kekal selamanya, dan bahwa hari Kiamat hanyalah omong-kosong agama. Atau ada juga yang justru beranggapan sebaliknya, bahwa hari Kiamat telah benar-benar dekat di pelupuk mata. Dua kecenderungan ekstrem ini telah mewujud dalam tindakan-tindakan ekstrem yang bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Kecenderungan pertama secara umum dapat mengantarkan ras manusia pada tindakan ekspansi dan eksploitasi lingkungan secara luar-biasa tanpa memperhatikan berbagai hukum keseimbangan alam, termasuk norma dan etika kemanusiaannya. Kecenderungan kedua menjadikan ras manusia bersikap masa bodoh terhadap berbagai kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh dampak buruk dari kecenderungan pertama, namun kadang-kala melakukan tindakan-tindakan ekstrem atau radikal yang sangat merugikan komunitas masyarakatnya, seumpama tindakan bunuh diri massal, penyanderaan, aksi teror, dan sebagainya.
Padahal, hari Kiamat yang sesungguhnya pasti akan terjadi pada hakikatnya menampung makna penyelesaian terhadap segala persoalan yang telah terjadi, baik antara sesama manusia, manusia terhadap mahluk lain, terlebih lagi terhadap Tuhan Pencipta. Hari itu merupakan hari pembalasan yang final dan paling adil bagi semua mahluk ciptaan-Nya.
Bila dikatakan bahwa hari Kiamat hanyalah omong-kosong agama atau jika pun terjadi toh kedatangannya masih akan sangat lama, maka kita pun sebaiknya makin menyadari bahwa setiap detik waktu yang kita nikmati pada dasarnya semakin mendekatkan manusia dengan saat kematiannya. Bahwa kematian merupakan 'pintu' untuk memasuki dimensi yang baru adalah disana juga terdapat 'jendela' untuk melongok dimensi selanjutnya.
Manakala dikatakan bahwa alam semesta yang menurut perkiraan empiris telah telah berumur 15 milyar tahun dan berdasarkan penyelidikan dengan spektrum cahaya keberadaannya senantiasa berkembang setiap waktu, sehingga.., dianggap 'cukup bijaksana' untuk tidak perlu memikirkan begitu serius kapan hari Kiamat akan tiba. Maka.., sebaiknya kita perlu secara bijaksana memikirkan dampak negatif dari anggapan semacam itu.
Bahwa kurangnya perhatian terhadap hikmah dan esensi yang terkandung dalam peristiwa hari Kiamat, dapat menyebabkan manusia cenderung kurang meyakini keberadaan Zat Maha Sempurna Yang Paling adil dan Sangat Bijaksana, sehingga.., akibat selanjutnya akan mengantarkan ras manusia untuk cenderung bertindak sewenang-wenang tanpa pernah mampu menerapkan suatu sistem kehidupan yang adil, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungan tempat hidupnya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu sikap yang bijaksana. Berkenaan dengan itu pula.., penilaian mereka mengenai eksistensi Surga-Neraka menjadi semakin absurd dan dianggap tidak memiliki relevansi yang akurat terhadap proses kerja evolusi alam semesta.
Padahal sesungguhnya mereka telah lupa, atau menyembunyikan kesimpulan dari fakta lain yang nyata terjadi. Bahwa diantara banyaknya galaksi-galaksi yang ditemukan di alam semesta raya, yakni sekitar 100.000.000.000 galaksi, terdapat juga banyak bekas-bekas galaksi yang telah lenyap dan binasa. Bahwa semakin berkembang dan meluasnya alam semesta yang diketahui ternyata terdapat juga pengurangan dan penyempitan pada beberapa bagian ruangannya.
Jadi, sekedar sebagai kesimpulan sederhana dapat kita katakan: Bukan sekedar alam semesta yang berkembang kekal selamanya, melainkan juga proses pembentukan dan pemusnahannya akan terus-menerus terjadi. Lalu, siapakah yang menyelenggarkan semua proses kerja alam raya ini selain Tuhan Maha Pencipta Yang Senantiasa Kekal dan Paling Sempurna.., bagaimana mungkin Sang Maha Kekal akan menjadi musnah atau binasa..?
Tentu, konsekuensi logis dari proses kerja alam semesta raya itu adalah, bahwa eksistensi Surga-Neraka dengan berbagai tingkatannya menjadi ada, justru sebagai sebab sekaligus akibat dari proses pembentukan dan pemusnahan alam semesta yang tak pernah berhenti terjadi. Dalam pengertian ini kita dapat memaknai bahwa Surga dan Neraka merupakan wujud kebijakan evolutif dari Tuhan Pencipta yang telah secara akurat dan sempurna menyelenggarakan proses kerja alam semesta ini.
Untuk sekedar merujuk satu dari beberapa ayat yang dapat menjelaskan mengenai hal ini kita bisa melihatnya pada QS.11:106-108, yang isinya lebih-kurang menerangkan mengenai keberadaan Surga-Neraka yang senantiasa kekal selama eksistensi ruang-angkasa dan bumi masih terus terjadi. Istilah 'Karunia yang tiada putus-putusnya' dalam penggalan ayat itu dapat bermakna, bahwa bukan sekedar alam semestanya yang tak pernah binasa, melainkan proses kerja pembentukan dan pemusnahannya yang tak pernah berhenti terjadi.
"Adapun orang-orang yang celaka, tempatnya didalam neraka.., disana mereka merintih dengan lolongan nafas panjang dan menariknya kembali, mereka kekal didalamnya selama ada ruang-angkasa dan bumi, kecuali jika Tuhanmu berkehendak lain... Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dikehendaki-NYa. Adapun bagi mereka yang berbahagia, maka tempatnya didalam surga.., mereka kekal didalamnya selama ada ruang-angkasa dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki yang lain.., Itulah karunia yang tak pernah ada putus-putusnya..."
QS.11:106-108
Lalu apa makna praktis dari dari semua ini..? Apa manfaatnya bagi kehidupan kita sehari-hari..? Jelas bahwa bagi mereka yang telah sampai pada suatu keyakinan, bahwa eksistensi Surga-Neraka memang benar adanya akan berusaha keras melakukan segala sesuatu yang akan mengantarkannya ke Surga dan menjauhkannya dari api neraka. Mereka akan terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas jiwanya agar benar-benar termasuk dalam kriteria para ahli Surga. Walaupun hak mutlak mengenai siapa yang layak masuk sebagai penghuni Surga tergantung sepenuhnya kepada Zat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Perkasa, namun justru karena sifatnya Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang terhadap semua mahluk-Nya, Dia turunkan Al Qur'an untuk dijadikan sebagai pedoman hidup agar ras manusia beroleh kebahagiaan di dunia ini dan tercapai kemenangan besar di negeri Akhirat nanti.
Didalam AlQur'an telah terangkum Kitab-Kitab ajaran yang dibawa oleh Para Nabi terdahulu seperti Injil, Taurat, Zabur, dan aneka bentuk keyakinan yang pernah dan akan dicapai oleh umat manusia. Karenanya, menjadi kewajiban bagi seluruh manusia, bahkan semestinya telah menjadi kebutuhan penting, untuk mengaplikasi semua isi AlQur'an dalam setiap segi kehidupannya. Baik untuk bekal menjelang kematiannya maupun sebagai cita-cita besar kemanusiaan untuk bersama-sama menuju Surga yang dimensinya seluas ruang-angkasa dan bumi.
Bagi mereka yang telah mencapai akal yang sempurna, tentu akan dengan mudah memahami dan meyakini bahwa dimensi Surga adalah memang seumpama luas ruang-angkasa dan bumi. Namun bagi manusia yang pemahamannya belum sampai pada tingkat itu maka cukuplah untuk 'sekedar' beriman terhadap keberadaannya, sehingga dapat diharapkan untuk berbuat segala sesuatu yang semakin menjauhkan mereka dari lembah Neraka.
Bagaimanapun juga, salah-satu ciri dari sifat kewarasan kemanusiaan kita adalah semacam bentuk keinginan agar ras manusia seluruhnya dapat selamat sejahtera menuju negeri surga yang abadi. Artinya, kita memiliki kesamaan nasib sebagai suatu bangsa manusia yang sedang sibuk menjalani hidup dalam 'setitik debu' diantara ratusan milyar 'debu-debu tata-surya' dalam sebuah galaksi, yang juga merupakan bagian dari ratusan milyar galaksi lain dalam jagat semesta raya ini. Diantara banyaknya galaksi yang tak terhingga itu, ada yang telah mengalami keruntuhan serta kemusnahan dengan diiringi suhu panas hingga mencapai temperatur diatas 1.000.000.000 derajat Celcius, ada juga yang baru tercipta melalui proses yang lebih-kurang sama.
Bahkan, baru-baru ini ditemukan adanya quasar / kumpulan konstelasi baru galaksi yang tak terhitung jumlahnya dengan luas yang belum mampu dihitung oleh sains, dengan jarak yang belum mampu diketahui dari posisi galaksi bimasakti karena sangat jauhnya.
Kita tinggal menunggu giliran runtuhnya galaksi bimasakti yang kita huni saat ini, alias.., bernasib sama menunggu hari Kiamat tiba. Mengenai nasib selanjutnya, apakah kita akan menjadi penghuni surga atau terperosok kedalam jurang neraka, sepenuhnya tergantung dari niat, sikap dan prilaku, serta tujuan dari tindakan keseharian kita saat ini, apakah sesuai dengan petunjuk AlQur'an dan Hadits Shahih yang telah kita pahami dan amalkan..., atau justru mungkin bertentangan dengan hal itu, semua pilihan akhirnya kembali berpulang kepada diri kita sendiri.
......oO0Oo.......