|
|
FILOSOFI KEBIJAKAN EVOLUSI
Apa yang akan kita bahas dalam sub bab ini adalah penekanan dari beberapa hal yang Saya anggap sangat penting karena terkait erat dengan isi pembahasan sub bab sebelumnya. Hal yang dianggap penting itu adalah :
Pertama, soal kehadiran Para Nabi, apakah mereka berada jauh diluar jalur-panjang rel evolusi ras manusia. Kedua, mengenai Surah Al Fatihah.., bagaimanakah bentuk korelasi empirisme-absolutisme jika kita hubungkan dengan proses kebijakan evolusi tersebut. Ketiga, soal perjalanan Mi'raj Muhammad SAW.., mengapa dikatakan sebagai konsekuensi logis dari kebijakan evolusi ras manusia dan alam semesta. Kita akan mencoba fokuskan ketiga butir bahasan tersebut dalam suatu tinjauan filosofis umum, yang dengan itu dapatlah diharapkan akan mampu mengantarkan manusia pada suatu definisi tertentu mengenai bagaimanakah sebenarnya warna dari kebijakan evolusi ras manusia beserta arah tujuannya di alam semesta raya yang sangat luas ini. |
Peran Para Nabi Dalam Proses Kebijakan Evolusi
Para Nabi sebagaimana yang kita kenal melalui bacaan buku-buku sejarah dan agama, melalui cerita para penutur da'wah, bahkan mungkin juga melalui beberapa mimpi yang pernah berjumpa didalamnya, terkesan begitu dekat dan akrab dengan para umatnya. Bahkan sebagian manusia menyebut mereka sebagai titisan dewa atau anak tuhan, atau minimal sebagai orang-orang suci jelmaan malaikat agung, atau bahkan sebagai tuhan itu sendiri. Pengertian ini dapat mengantarkan manusia pada posisi yang 'berjarak'.., sehingga menimbulkan bermacam kultus berlebihan yang secara ekstrem bisa melahirkan berbagai kefanatikan dan kesesatan.
Kebalikan dari fenomena kultus individu tersebut adalah.., kehadiran Para Nabi ditengah ras manusia begitu diremehkan, dikucilkan, bahkan dimusuhi, dan dianggap sebagai sosok yang tidak sesuai dengan kemauan jaman. Pengertian ini dapat mengantarkan ras manusia pada posisi 'banyak kultus' yang satu sama lainnya saling dibanggakan oleh pendukungnya masing-masing.., Atau pengkreasian terhadap suatu 'kultus pengganti' yang lebih populer dan mudah dicerna pikiran umum manusia. Bahkan juga, termasuk usaha penghilangan karakter atau terminasi terhadap semua kultus yang ada demi suatu tujuan untuk lebih 'memuliakan' ras manusia.
Ada juga pengertian lain yang diusahakan sebagian ras manusia, yang ingin menempatkan Para Nabi itu dalam posisi sewajarnya sebagai manusia, yang memang dikaruniai anugrah kesucian khusus dari Sang Maha Pencipta sehingga memiliki kelebihan tertentu dibandingkan manusia lain pada jamannya. Barangkali, tulisan ini cenderung lebih ditujukan untuk mendukung pengertian terakhir ini. Namun demikian, yang ingin lebih dititik-beratkan disini adalah keinginan kita untuk bisa lebih memahami bagaimana sudut pandang kebijakan evolusi dalam memposisikan kehadiran Para Nabi ditengah-tengah ras manusia.
Pertama-tama.., perlu kiranya kita inventarisir ciri-ciri umum dari tugas Para Nabi dan apa saja yang mereka harapkan dari kita. Umumnya Para Nabi diutus Tuhan kepada ras manusia untuk menjelaskan secara terang-terangan agar manusia menyembah hanya kepada Allah SWT saja, hal ini diterangkan dalam QS.11:3, 26, 50, dan 61. Para Rosul ini (nabi yang diutus Allah pada suatu kaum) memperingatkan mereka untuk segera mohon pengampunan dan bertaubat kepada Tuhan Yang Sebenarnya, melalui bahasa kaumnya agar mudah dimengerti QS.14:4. Mereka tidak mengharapkan upah sedikitpun dalam menjalankan tugas itu.., bahkan, umumnya mereka dihinggapi kecemasan yang cukup luar-biasa manakala membayangkan betapa bencana yang akan menimpa kaumnya manakala mereka menolak ajakannya.
Dalam hal ini, kita harus mencatat secara sungguh-sungguh bahwa kehadiran Para Rosul ditengah-tengah manusia ditujukan demi keselamatan eksistensi ras manusia itu sendiri, baik itu ditinjau dari segi phisik maupun psikisnya. Jadi, bukan semata-mata soal dogma atau agama dalam makna yang terbatas, melainkan termasuk juga soal alam raya beserta segala perbincangan dan aktivitas yang terjadi didalamnya.
Kita ingat ketika Nuh AS diberi pengetahuan oleh Tuhannya.., (dalam bahasa kebijakan evolusi dapat dikatakan sebagai telah diberi pengertian mengenai cara kerja alam raya).., bahwa dimasa hidupnya kan terjadi proses perubahan alam yang revolutif (loncatan evolusi) dan ekstream, dan karena sebab itulah Allah SWT memerintahkan Nuh AS untuk memperingatkan kaumnya agar bertaubat, hanya menyembah Tuhan yang menciptakan perubahanalam itu QS.71:1. Kecemasan Nuh AS terhadap kelangsungan eksistensi manusia dan mahluk hidup lainnya tidak digubris sama-sekali oleh kaumnya, bahkan ejekan dan cacian yang malah diterimanya. Mereka tetap saja dalam kegelimangan dosa, ketersesatan menyembah berhala, dan menertawakan kesulitan tindakan Nuh AS yang tengah bersusah-payah membuat bahtera.
Belakangan ilmu pengetahuan / sains mulai mengetahui, bahwa pada sekitar menjelang akhir periode Pleistocene, yakni salah-satu periode yang menurut Skala Umur Geologis termasuk kedalam Era Cenozoic (63 Juta tahun lalu s/d sekarang), telah terjadi kemusnahan mahluk hidup termasuk ras manusia secara besar-besaran dan menyeluruh. Diperkirakan hal itu terjadi akibat aktivitas magma yang keluar secara ekstream hingga mencairkan dataran es dan pegunungan es yang begitu berlimpah pada masa itu, sehingga mengakibatkn air bah / banjir besar secara massal-total, ditambah dengan hujan lebat berkepanjangan yang terus-menerus turun akibat banyaknya uap es yang naik menjadi awan tebal di sekujur atmosphere bumi. AlQur'an menjelaskan bahwa gelombang air yang terjadi pada peristiwa itu adalah setinggi gunung QS.11:42.
Oleh karena itu menjadi wajarlah bila bahtera Nuh AS yang mengangkut segelintir manusia dan berbagai macam tumbuhan dan setiap jenis binatang secara berpasangan, akhirnya turun berlabuh, kandas di daerah pegunungan diatas sebuah bukit Judiy QS. 11:40,44. Binatang-binatang buas yang membahayakan yang mungkin tidak sempat terbawa bahtera Nuh AS, dewasa ini ditemukan sebagai fosil-fosil yang pernah hidup pada periode pertengahan Pleistocene, diantaranya adalah sejenis gajah bergading besar atau mammoth, ada juga macan bertaring besar (sabre toothed cat), dan lain sebagainya.
Kita lihat bagaimana Nuh AS ditugaskan Tuhan untuk menyelamatkan bukan saja manusia (walaupun cuma beberapa puluh orang yang mengikutinya sebagai hasil dari ratusan tahun tugas kerasulannya), melainkan juga lingkungan kehidupan yang mendukungnya. Dalam hal ini, nilai dari manusia bukan hanya sekedar sisi phisikalnya semata namun yng lebih utama adalah sisi psikis / spiritualnya. Sisi psikis/spiritual inilah yang menjadikan sebagian kecil dari mereka mengikuti seruan Nuh AS sehingga mendapat kehormatan sebagai penyambung tongkat estafet dari proses evolusi ras manusia. Fakta dimana Nuh AS didebat secara terus-menerus, dicemooh, dan ditertawai oleh sebagian besar kaumnya, hal demikian menunjukkan bahwa Nabi Nuh AS bukanlah 'mahluk asing' ditengah-tengah kehidupan mereka.
Setelah generasi Nuh AS berlalu dan menurunkan beberapa suku bangsa baru yang lain dan mulai bertambah populasinya, evolusi manusia pun mulai berkembang kearah yang lebih maju. Suku bangsa 'Aad purbakala yang pernah tinggal di daerah pegunungan dekat Hadramaut sekitar negeri Yaman, merupakan fakta konkrit sebuah bangsa purba yang telah berpikiran maju QS.29:38. Postur tubuh mereka begitu tinggi besar, berbadan tegap dan gagah-perkasa. Mereka begitu trampil membangun istana-istana indah, tanah perkebunan yang terolah subur dan hewan-hewan ternak yang gemuk dan berlimpah. Bahkan.., mereka membuat benteng-benteng kokoh sebagai simbol kekekalan eksistensi bangsanya.
Dengan segala daya dukung yang serba positip itu, bangsa 'Aad akhirnya bersikap pongah terhadap bangsa lain disekitarnya, mereka menjadi penguasa yang kejam dan suka menyiksa tanpa sedikitpun memiliki sifat belas-kasih. Bapak moyang mereka yang pernah selamat bersama bahtera Nabi Nuh AS dulu, diabadikan menjadi patung-patung dan disembah sebagai berhala kebanggaan mereka QS.26:128-139.
Tapi diantara mereka ada Huud AS yang secara psikis-spiritual membawakan ruh kenabian sebagaimana Nuh AS dulu. Tidak jemu-jemu Huud AS menasehati bangsanya agar bertaubat dari segala sikap-prilaku yang buruk itu serta kembali menyembah Tuhan Yang Maha Tunggal, ia khawatir bangsanya yang suka bermegah-megahan dan bertindak kejam itu akan menjadi lalai terhadap azab Tuhan. Namun bangsa 'Aad yang merasa sebagai ras manusia paling super itu membangkang, mereka menganggap apa yang disampaikan Huud AS sangatlah tidak rasional. Bahkan.., Huud AS dikatakan oleh mereka sedang terkena penyakit gila atau terganggu jiwanya QS.11:54 Namun yang lebih mencengangkan lagi adalah, sikap congkak mereka yaitu dengan mengatakan : Siapakah yang lebih perkasa dari kami...? Hal demikian itu terekam dalam QS.41:15.
Oleh karenanya dapatlah dimaklumi bila Tuhan Maha Perkasa lagi Maha Agung sesuai dengan kebijakan-Nya membinasakan bangsa 'Aad dengan mengirimkan hembusan angin kencang yang sangat dingin secara terus-menerus, hingga mereka akhirnya mati bergelimpangan seakan seperti tunggul-tunggul pepohonan yang lapuk bertumbangan QS.69:6-7.., dan tidak cuma sampai disitu, akibat kecongkakan dan kesombongan itulah, tubuh-tubuh tinggi-besar kekar-perkasa yang telah mati bergelimpangan itu terus-menerus diterpa angin kencang hingga menjadi hancur lebur seperti serbuk, yang nyaris tak berbekas QS.51:42
Suku bangsa Tsamud yang barangkali cukup cermat mengamati proses kemusnahan bangsa 'Aad sebelumnya, nampaknya mulai memikirkan antisipasi agar hal itu tidak menimpa kepada kaumnya. Maka dengan tekunnya mereka memahat gunung-gunung batu untuk dijadikan rumah sebagai tempat perlindungan dari ancaman keganasan alam. QS.26:149 Mereka juga memakmurkan negerinya dengan perkebunan yang subur hingga menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Salah seorang dari bangsa Tsamud yang bernama Shalih, adalah pemuda yang merupakan tumpuan harapan bagi kaumnya dalam usaha perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi mereka. Namun setelah kesejahteraan itu tercapai, mereka memenuhi kebutuhan spiritual mereka dengan upacara terima-kasih yang berlebihan dalam bentuk pemujaan terhadap berhala. Shalih AS yang secara pasti telah mengetahui bahaya yang akan timbul akibat pemujan itu, mulai mengingatkan kaumnya agar menghentikan aktifitas yng membahayakan kesucian jiwa-spiritualitas mereka.
Namun peringatan itu ditanggapi kaumnya dengan sikap curiga QS.11:62, apalagi setelah Shalih menyampaikan tentang Keagungan Allah SWT dan tiada tuhan selain Dia yang wajib disembah, justru kaumnya makin merasa bahwa peringatan Shalih AS itu makin terdengar aneh di telinga mereka. Rupanya kaum Tsamud telah sampai pada suatu model atau tingkat pemikiran yang menjelaskan tentang tidak adanya hubungan antara bencana yang menimpa ras manusia (kaum 'Aad) disatu sisi dengan kemaha-perkasaan Tuhan yang mengutus Nabi dan Rosul-NYa.
Shalih mengatakan bahwa gunung-gunung yang mereka pahat untuk tempat tinggal mereka tidak akan mampu menjamin keamanan dari azab Tuhan QS.26:146.., namun kaumnya menjawab bahwa ia sedang terkena sihir orang QS. 26:153. Ketika Salih AS menyatakan bahwa dirinya adalah Rosul Allah yang diutus agar kaumnya segera bertakwa dan mengikuti ajakannya.., justru mereka tidak habis-habisnya berpikir bagaimana seorang Shalih koq bisa berbuat seperti itu. Mereka berkata diantara sesamanya : "Adakah pantas kita mengikuti seorang manusia biasa diantara kita..?.., kalau begitu kita sungguh dalam keadaan sesat dan gila.., Apakah Wahyu itu diturunkan kepadanya diantara kita..?.. (mana mungkin).., dia itu justru seorang pendusta lagi sombong.." QS.54:24-25
Demikianlah keadaan bangsa Tsamud, tahapan evolusi telah mampu mengantarkan ras manusia sampai pada suatu kemampuan berargumentasi secara begitu meyakinkan. Petunjuk Tuhan Allah SWT yang telah disampaikan kepada kaum Tsamud melalui Nabi-NYa justru dianggap sebagai sesuatu yang begitu menyesatkan mereka QS.41:47. Rasionalitas mereka tidak mampu menjawab dan menyerap Pesan Kebijakan Tuhan Yang Maha Agung. Oleh karena itu mereka minta mu'jijat kepada Shalih AS jika Beliau AS benar-benar sebagai seorang nabi QS.26:154.
Keberadaan seekor unta betina yang dihadirkan Shalih AS diantara kaumnya sebagai mu'jijat yang nyata ternyata didustakan dan dikhianati oleh mereka sendiri. Unta itu mereka bunuh sehingga teranglah siapa sebenarnya yang berdusta lagi sombong QS.54:26. Maka azab Allah menimpa kaum Tsamud, mereka disambar petir hingga semua mati bergelimpangan, bahkan dalam keadaan yang menghinakan di rumah-rumah mereka masing-masing yang dianggap begitu aman dan terlindung itu QS.11:67. QS.26:158. QS.69:5. QS.54:31.
Dari ketiga perjalanan evolusi ras manusia yang peristiwanya selalu melibatkan kehadiran Para Nabi ini, kita bisa melihat benang-benang pertanyaan yang perlu sekedar ditelusuri, darimana pangkal persoalan berasal dan bagaimana ujung penyelesaiannya. Apakah terjadinya bencana alam (fenomena aktivitas alam yang mendadak ekstream) yang menimpa sekelompok bangsa itu telah direncanakan Tuhan untuk mereka, ataukah adzab itu ditimpakan setelah mereka tidak mau beriman dan mengingkari Kemutlakan Kuasa-Nya..? Dan jika Tuhan berkuasa menghancurkan kaum yang Dia kehendaki, mengapa terlebih dahulu harus diutus seorang Nabi dari golongan mereka sendiri..?
Jadi..., bagaimana bentuk korelasi antara kehendak Tuhan agar mereka hanya menyembah bertauhid kepada-Nya dengan bencana yang menimpa bila mereka mengingkari kehendak-Nya itu..? Bukankah Tuhan yang menciptakan mereka, lalu mengapa Dia mesti menghancurkannya juga..? Dimanakah letak kemaha-adilan Nya..? Dan adakah kaitan semua pertanyaan ini dengan rajutan perjalanan evolusi..?
Kebalikan dari fenomena kultus individu tersebut adalah.., kehadiran Para Nabi ditengah ras manusia begitu diremehkan, dikucilkan, bahkan dimusuhi, dan dianggap sebagai sosok yang tidak sesuai dengan kemauan jaman. Pengertian ini dapat mengantarkan ras manusia pada posisi 'banyak kultus' yang satu sama lainnya saling dibanggakan oleh pendukungnya masing-masing.., Atau pengkreasian terhadap suatu 'kultus pengganti' yang lebih populer dan mudah dicerna pikiran umum manusia. Bahkan juga, termasuk usaha penghilangan karakter atau terminasi terhadap semua kultus yang ada demi suatu tujuan untuk lebih 'memuliakan' ras manusia.
Ada juga pengertian lain yang diusahakan sebagian ras manusia, yang ingin menempatkan Para Nabi itu dalam posisi sewajarnya sebagai manusia, yang memang dikaruniai anugrah kesucian khusus dari Sang Maha Pencipta sehingga memiliki kelebihan tertentu dibandingkan manusia lain pada jamannya. Barangkali, tulisan ini cenderung lebih ditujukan untuk mendukung pengertian terakhir ini. Namun demikian, yang ingin lebih dititik-beratkan disini adalah keinginan kita untuk bisa lebih memahami bagaimana sudut pandang kebijakan evolusi dalam memposisikan kehadiran Para Nabi ditengah-tengah ras manusia.
Pertama-tama.., perlu kiranya kita inventarisir ciri-ciri umum dari tugas Para Nabi dan apa saja yang mereka harapkan dari kita. Umumnya Para Nabi diutus Tuhan kepada ras manusia untuk menjelaskan secara terang-terangan agar manusia menyembah hanya kepada Allah SWT saja, hal ini diterangkan dalam QS.11:3, 26, 50, dan 61. Para Rosul ini (nabi yang diutus Allah pada suatu kaum) memperingatkan mereka untuk segera mohon pengampunan dan bertaubat kepada Tuhan Yang Sebenarnya, melalui bahasa kaumnya agar mudah dimengerti QS.14:4. Mereka tidak mengharapkan upah sedikitpun dalam menjalankan tugas itu.., bahkan, umumnya mereka dihinggapi kecemasan yang cukup luar-biasa manakala membayangkan betapa bencana yang akan menimpa kaumnya manakala mereka menolak ajakannya.
Dalam hal ini, kita harus mencatat secara sungguh-sungguh bahwa kehadiran Para Rosul ditengah-tengah manusia ditujukan demi keselamatan eksistensi ras manusia itu sendiri, baik itu ditinjau dari segi phisik maupun psikisnya. Jadi, bukan semata-mata soal dogma atau agama dalam makna yang terbatas, melainkan termasuk juga soal alam raya beserta segala perbincangan dan aktivitas yang terjadi didalamnya.
Kita ingat ketika Nuh AS diberi pengetahuan oleh Tuhannya.., (dalam bahasa kebijakan evolusi dapat dikatakan sebagai telah diberi pengertian mengenai cara kerja alam raya).., bahwa dimasa hidupnya kan terjadi proses perubahan alam yang revolutif (loncatan evolusi) dan ekstream, dan karena sebab itulah Allah SWT memerintahkan Nuh AS untuk memperingatkan kaumnya agar bertaubat, hanya menyembah Tuhan yang menciptakan perubahanalam itu QS.71:1. Kecemasan Nuh AS terhadap kelangsungan eksistensi manusia dan mahluk hidup lainnya tidak digubris sama-sekali oleh kaumnya, bahkan ejekan dan cacian yang malah diterimanya. Mereka tetap saja dalam kegelimangan dosa, ketersesatan menyembah berhala, dan menertawakan kesulitan tindakan Nuh AS yang tengah bersusah-payah membuat bahtera.
Belakangan ilmu pengetahuan / sains mulai mengetahui, bahwa pada sekitar menjelang akhir periode Pleistocene, yakni salah-satu periode yang menurut Skala Umur Geologis termasuk kedalam Era Cenozoic (63 Juta tahun lalu s/d sekarang), telah terjadi kemusnahan mahluk hidup termasuk ras manusia secara besar-besaran dan menyeluruh. Diperkirakan hal itu terjadi akibat aktivitas magma yang keluar secara ekstream hingga mencairkan dataran es dan pegunungan es yang begitu berlimpah pada masa itu, sehingga mengakibatkn air bah / banjir besar secara massal-total, ditambah dengan hujan lebat berkepanjangan yang terus-menerus turun akibat banyaknya uap es yang naik menjadi awan tebal di sekujur atmosphere bumi. AlQur'an menjelaskan bahwa gelombang air yang terjadi pada peristiwa itu adalah setinggi gunung QS.11:42.
Oleh karena itu menjadi wajarlah bila bahtera Nuh AS yang mengangkut segelintir manusia dan berbagai macam tumbuhan dan setiap jenis binatang secara berpasangan, akhirnya turun berlabuh, kandas di daerah pegunungan diatas sebuah bukit Judiy QS. 11:40,44. Binatang-binatang buas yang membahayakan yang mungkin tidak sempat terbawa bahtera Nuh AS, dewasa ini ditemukan sebagai fosil-fosil yang pernah hidup pada periode pertengahan Pleistocene, diantaranya adalah sejenis gajah bergading besar atau mammoth, ada juga macan bertaring besar (sabre toothed cat), dan lain sebagainya.
Kita lihat bagaimana Nuh AS ditugaskan Tuhan untuk menyelamatkan bukan saja manusia (walaupun cuma beberapa puluh orang yang mengikutinya sebagai hasil dari ratusan tahun tugas kerasulannya), melainkan juga lingkungan kehidupan yang mendukungnya. Dalam hal ini, nilai dari manusia bukan hanya sekedar sisi phisikalnya semata namun yng lebih utama adalah sisi psikis / spiritualnya. Sisi psikis/spiritual inilah yang menjadikan sebagian kecil dari mereka mengikuti seruan Nuh AS sehingga mendapat kehormatan sebagai penyambung tongkat estafet dari proses evolusi ras manusia. Fakta dimana Nuh AS didebat secara terus-menerus, dicemooh, dan ditertawai oleh sebagian besar kaumnya, hal demikian menunjukkan bahwa Nabi Nuh AS bukanlah 'mahluk asing' ditengah-tengah kehidupan mereka.
Setelah generasi Nuh AS berlalu dan menurunkan beberapa suku bangsa baru yang lain dan mulai bertambah populasinya, evolusi manusia pun mulai berkembang kearah yang lebih maju. Suku bangsa 'Aad purbakala yang pernah tinggal di daerah pegunungan dekat Hadramaut sekitar negeri Yaman, merupakan fakta konkrit sebuah bangsa purba yang telah berpikiran maju QS.29:38. Postur tubuh mereka begitu tinggi besar, berbadan tegap dan gagah-perkasa. Mereka begitu trampil membangun istana-istana indah, tanah perkebunan yang terolah subur dan hewan-hewan ternak yang gemuk dan berlimpah. Bahkan.., mereka membuat benteng-benteng kokoh sebagai simbol kekekalan eksistensi bangsanya.
Dengan segala daya dukung yang serba positip itu, bangsa 'Aad akhirnya bersikap pongah terhadap bangsa lain disekitarnya, mereka menjadi penguasa yang kejam dan suka menyiksa tanpa sedikitpun memiliki sifat belas-kasih. Bapak moyang mereka yang pernah selamat bersama bahtera Nabi Nuh AS dulu, diabadikan menjadi patung-patung dan disembah sebagai berhala kebanggaan mereka QS.26:128-139.
Tapi diantara mereka ada Huud AS yang secara psikis-spiritual membawakan ruh kenabian sebagaimana Nuh AS dulu. Tidak jemu-jemu Huud AS menasehati bangsanya agar bertaubat dari segala sikap-prilaku yang buruk itu serta kembali menyembah Tuhan Yang Maha Tunggal, ia khawatir bangsanya yang suka bermegah-megahan dan bertindak kejam itu akan menjadi lalai terhadap azab Tuhan. Namun bangsa 'Aad yang merasa sebagai ras manusia paling super itu membangkang, mereka menganggap apa yang disampaikan Huud AS sangatlah tidak rasional. Bahkan.., Huud AS dikatakan oleh mereka sedang terkena penyakit gila atau terganggu jiwanya QS.11:54 Namun yang lebih mencengangkan lagi adalah, sikap congkak mereka yaitu dengan mengatakan : Siapakah yang lebih perkasa dari kami...? Hal demikian itu terekam dalam QS.41:15.
Oleh karenanya dapatlah dimaklumi bila Tuhan Maha Perkasa lagi Maha Agung sesuai dengan kebijakan-Nya membinasakan bangsa 'Aad dengan mengirimkan hembusan angin kencang yang sangat dingin secara terus-menerus, hingga mereka akhirnya mati bergelimpangan seakan seperti tunggul-tunggul pepohonan yang lapuk bertumbangan QS.69:6-7.., dan tidak cuma sampai disitu, akibat kecongkakan dan kesombongan itulah, tubuh-tubuh tinggi-besar kekar-perkasa yang telah mati bergelimpangan itu terus-menerus diterpa angin kencang hingga menjadi hancur lebur seperti serbuk, yang nyaris tak berbekas QS.51:42
Suku bangsa Tsamud yang barangkali cukup cermat mengamati proses kemusnahan bangsa 'Aad sebelumnya, nampaknya mulai memikirkan antisipasi agar hal itu tidak menimpa kepada kaumnya. Maka dengan tekunnya mereka memahat gunung-gunung batu untuk dijadikan rumah sebagai tempat perlindungan dari ancaman keganasan alam. QS.26:149 Mereka juga memakmurkan negerinya dengan perkebunan yang subur hingga menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Salah seorang dari bangsa Tsamud yang bernama Shalih, adalah pemuda yang merupakan tumpuan harapan bagi kaumnya dalam usaha perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi mereka. Namun setelah kesejahteraan itu tercapai, mereka memenuhi kebutuhan spiritual mereka dengan upacara terima-kasih yang berlebihan dalam bentuk pemujaan terhadap berhala. Shalih AS yang secara pasti telah mengetahui bahaya yang akan timbul akibat pemujan itu, mulai mengingatkan kaumnya agar menghentikan aktifitas yng membahayakan kesucian jiwa-spiritualitas mereka.
Namun peringatan itu ditanggapi kaumnya dengan sikap curiga QS.11:62, apalagi setelah Shalih menyampaikan tentang Keagungan Allah SWT dan tiada tuhan selain Dia yang wajib disembah, justru kaumnya makin merasa bahwa peringatan Shalih AS itu makin terdengar aneh di telinga mereka. Rupanya kaum Tsamud telah sampai pada suatu model atau tingkat pemikiran yang menjelaskan tentang tidak adanya hubungan antara bencana yang menimpa ras manusia (kaum 'Aad) disatu sisi dengan kemaha-perkasaan Tuhan yang mengutus Nabi dan Rosul-NYa.
Shalih mengatakan bahwa gunung-gunung yang mereka pahat untuk tempat tinggal mereka tidak akan mampu menjamin keamanan dari azab Tuhan QS.26:146.., namun kaumnya menjawab bahwa ia sedang terkena sihir orang QS. 26:153. Ketika Salih AS menyatakan bahwa dirinya adalah Rosul Allah yang diutus agar kaumnya segera bertakwa dan mengikuti ajakannya.., justru mereka tidak habis-habisnya berpikir bagaimana seorang Shalih koq bisa berbuat seperti itu. Mereka berkata diantara sesamanya : "Adakah pantas kita mengikuti seorang manusia biasa diantara kita..?.., kalau begitu kita sungguh dalam keadaan sesat dan gila.., Apakah Wahyu itu diturunkan kepadanya diantara kita..?.. (mana mungkin).., dia itu justru seorang pendusta lagi sombong.." QS.54:24-25
Demikianlah keadaan bangsa Tsamud, tahapan evolusi telah mampu mengantarkan ras manusia sampai pada suatu kemampuan berargumentasi secara begitu meyakinkan. Petunjuk Tuhan Allah SWT yang telah disampaikan kepada kaum Tsamud melalui Nabi-NYa justru dianggap sebagai sesuatu yang begitu menyesatkan mereka QS.41:47. Rasionalitas mereka tidak mampu menjawab dan menyerap Pesan Kebijakan Tuhan Yang Maha Agung. Oleh karena itu mereka minta mu'jijat kepada Shalih AS jika Beliau AS benar-benar sebagai seorang nabi QS.26:154.
Keberadaan seekor unta betina yang dihadirkan Shalih AS diantara kaumnya sebagai mu'jijat yang nyata ternyata didustakan dan dikhianati oleh mereka sendiri. Unta itu mereka bunuh sehingga teranglah siapa sebenarnya yang berdusta lagi sombong QS.54:26. Maka azab Allah menimpa kaum Tsamud, mereka disambar petir hingga semua mati bergelimpangan, bahkan dalam keadaan yang menghinakan di rumah-rumah mereka masing-masing yang dianggap begitu aman dan terlindung itu QS.11:67. QS.26:158. QS.69:5. QS.54:31.
Dari ketiga perjalanan evolusi ras manusia yang peristiwanya selalu melibatkan kehadiran Para Nabi ini, kita bisa melihat benang-benang pertanyaan yang perlu sekedar ditelusuri, darimana pangkal persoalan berasal dan bagaimana ujung penyelesaiannya. Apakah terjadinya bencana alam (fenomena aktivitas alam yang mendadak ekstream) yang menimpa sekelompok bangsa itu telah direncanakan Tuhan untuk mereka, ataukah adzab itu ditimpakan setelah mereka tidak mau beriman dan mengingkari Kemutlakan Kuasa-Nya..? Dan jika Tuhan berkuasa menghancurkan kaum yang Dia kehendaki, mengapa terlebih dahulu harus diutus seorang Nabi dari golongan mereka sendiri..?
Jadi..., bagaimana bentuk korelasi antara kehendak Tuhan agar mereka hanya menyembah bertauhid kepada-Nya dengan bencana yang menimpa bila mereka mengingkari kehendak-Nya itu..? Bukankah Tuhan yang menciptakan mereka, lalu mengapa Dia mesti menghancurkannya juga..? Dimanakah letak kemaha-adilan Nya..? Dan adakah kaitan semua pertanyaan ini dengan rajutan perjalanan evolusi..?
Pembaca yang budiman, semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kehidupan kita....., untuk menanggapi berbagai pertanyaan tersebut, perlu kiranya bagi kita untuk berusaha berpikir sebijaknya. Hal demikian nampaknya cukup memberi peran, bila dihubungkan dengan semacam usaha peningkatan iman...
Jika kita perhatikan dengan seksama, akan nampak bahwa setiap Pesan Kebijakan yang disampaikan Para Nabi itu umumnya sama, yakni pesan tentang Ketauhidan Tuhan Semesta Alam. Fakta yang membuktikan bahwa bumi dan alam semesta senantiasa berkembang dari waktu ke waktu, menunjukkan kepada kita bahwa Para Nabi itu berfungsi membawa ras manusia agar tetap eksist melestarikan nilai-nilai kemanusiaannya. Kita melihat bahwa kebijakan evolusi ras manusia sejak pertama tercipta sebenarnya beriring dengan fungsi kenabian yang dimunculkan pada setiap jaman yang bersangkutan. Jika genetika dalam pengertian umum diturunkan dari generasi ke generasi merupakan hal yang sudah sangat rasional, maka 'genetika khusus' yang kita sebut sebagai ruh kenabian tentu juga mengiringi. Tapi karena masalah ruh adalah perkara yang sangat pelik (apalagi ruh-kenabian), maka kemunculan nabi menjadi hak sepenuhnya dari Tuhan Pencipta. Untuk itu, melalui Kitab-Kitab Suci yang diturunkan-Nya dijelaskan kepada kita bagaimana cara Dia bekerja dan betapa besar kekuasaan-Nya. Kita memahami suatu aktifitas alam yang sedang terjadi merupakan peristiwa wajar sebagaimana adanya, bila ia tidak sampai membinasakan manusia. Persoalannya menjadi lain manakala aktifitas alam itu bekerja diluar batas kewajaran terutama bila merenggut nyawa sekumpulan manusia. Kita menamakan hal itu sebagai bencana, sedang pada tingkat dan ukuran tertentu dan dengan alasan tertentu kita menamakannya sebagai azab yang ditimpakan Tuhan kepada manusia. Aktifitas alam yang ekstream sebagai penyebab musnahnya sebagian besar manusia purba itu, bukanlah terjadi begitu saja tanpa sebab-sebab yang mendahuluinya. Dengan kata lain, Tuhan tidak akan membinasakan penduduk suatu negeri / bangsa dengan sewenang-wenang QS.QS.11:117.., karena hal itu bertentangan dengan sifat-Nya Yang Maha Bijaksana. Bilamana Tuhan berencana hendak menghancurkan suatu negeri, maka Dia perintahkan orang-orang yang bermewah-mewahan di negeri itu untuk bertaubat dan kembali berbuat taat. Perintah ini tentunya disampaikan melalui Rosul-Nya agar bisa dimengerti. Bila mereka tetap melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka kutukan Allah SWT pun terjadi. Lantas Dia hancurkan penduduk negeri itu QS.17:16 sesuai dengan kebijakan-Nya. Dari pengertian ini kita dapati bahwa salah-satu fungsi Rosul adalah sebagai indikator yang memisahkan kelompok manusia yang secara akal-moral mampu melanjutkan eksistensinya, dengan kelompok manusia yang lebih memperturutkan hawa-nafsunya. Berkenaan dengan fungsi itu lah, maka kehadiran para Rosul bisa kita katakan sebagai suatu keniscayaan, bahkan suatu kemutlakan jika dihubungkan dengan jalur panjang rel evolusi bangsa manusia. Sekarang kita sampai pada paparan umum yang terjadi disekitar kita. Mungkin.., uraian sekitar 3 atau 4 halaman yang disederhanakan berikut ini akan terasa begitu menjemukan karena merangkum bermacam topik yang saling tumpang-tindih dan terkesan kurang fokus dalam pembahasan materi yang disajikannya. Namun output-nya jelas, yakni tentang penegasan posisi kehadiran Para Nabi dalam jalur panjang rel kebijakan evolusi yang telah ditempuh. Anda tentu bisa melewatkannya. Jika sekilas kita perhatikan bagaimana prilaku dunia flora, maka makin banyak dan makin bertambah besarnya pepohonan itu semakin nampak kepintara mereka bersyukur menghasilkan berbagai macam buah dan bunga berwarna-warni dengan beraneka rupa keharumannya. Mereka senantiasa bertasbih melepaskan gas oksigen saat proses photosintesa di siang-hari sambil menyerap gas karbondioksida dari udara disekitarnya. Akar-akarnya terus bekerja mengikat tanah supaya tidak larut terbawa hujan, bahkan selalu taat menyimpan air untuk keperluan segala mahluk hidup dimusim kering dan panas. Demikian pula dengan dunia hewan, dari sejuta lebih spesies yang telah diketahui dimana setiap spesiesnya membentuk bangsa tersendiri dengan bahasa dan corak keyakinan yang juga tersendiri, mereka semua secara konsisten / istiqomah memelihara eksistensi jenisnya sekaligus mempertahankan keseimbangan eksistensi spesies lain. Tiap individu binatang itu telah mengerti apa yang harus dilakukan bagi kepentingan bangsanya. Demikianlah kiranya.., baik flora maupun fauna tidak memerlukan aturan tertulis karena memang sedemikian itu tingkat kesempurnaan yang diciptakan Tuhan bagi mereka. Begitu pula dengan dengan cara bertasbihnya sungai-sungai, gunung, laut, awan, matahari, dan sebagainya, semua itu tunduk sujud dengan aturan kerja alam yang telah ditetapkan-Nya. Bagaimana dengan spesies manusia..? Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna QS.95:4. Dia telah memuliakan keturunan Adam ini dengan berbagai sarana dilaut dan didarat, diberi-Nya rejeki berlimpah yang baik-baik dan dilebihkan-Nya dari kebanyakan mahluk lain yang telah diciptakan sebelumnya QS.17:70. Kita bisa saksikan dan rasakan sendiri bagaimana spesies manusia bisa berlari, menari, melompat, berenang dan terbang. Kita dapat memperhatikan bagaiman kita memenuhi kebutuhan hidup sejak bayi hingga tua-renta, dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki kita. Semua kebutuhan ini dipenuhi dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan, berbagai macam benda alam seperti air, pasir, garam, bahkan dari bangkai-bangkai hewan purba yang telah punah sejak 60 - 200 jutaan tahun lalu. Dari mana manusia mampu membuat kapal selam, meratakan gunung, berlompatan di permukaan bulan dan melakukan semuanya itu..? Tentu, semua itu diawali dari kemampuannya untuk berpikir, kemampuan inilah yang menjadi modal dasar untuk merangkai kata demi kata, lalu mewujud sebagai ilmu, kemudian berkembang menjadi sains dan teknologi. Siapakah yang mengajarkan semua itu..? Allah Robbul Akram yang mengajarkan manusia dengan kalam, Dia yang mengajarkan manusia segala apa yang sebelumnya tidak diketahuinya QS.96:3-5. Bahkan, Dia memerintahkan manusia untuk membaca Kalamullah dengan terlebih dahulu menyebut nama Tuhannya yang menciptakan segalanya, baik itu Kalam Allah yang tertulis berupa Kitab-Kitab Suci yang telah diturunkan-Nya maupun yang telah diciptakan-Nya di alam semesta QS.96:1.. Berkaitan dengan Kalamullah yang tercipta, manusia menyelidiki bagaimana seekor ikan bisa berenang, mengapung dipermukaan dan tenggelam didasar air, maka terciptalah kapal selam. Manusia memperhatikan dengan seksama bagaimana burung camar, albatros dan elang bekerja mengepakan sayap, lalu terciptalah berbagai jenis pesawat terbang. Demikian pula dengan matahari, ruang-angkasa, galaksi, semua itu diamati dan diselidiki manusia hingga sampai pada pemahaman bahwa waktu ternyata bersifat relatif. Sehubungan dengan itu maka lahirlah teori relativitas khusus yang kemudian menghasilkan teknologi nuklir... Begitu banyak jumlah dan jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain yang bukan cuma dikonsumsi sehubungan dengan cita rasanya yang tinggi.. (ingatkah Anda tentang sebuah restoran yang menyajikan sepiring menu khusus dengan harga yang sangat fantastis karena bahan makanan khas itu berasal dari sebagian telapak kaki gajah).., melainkan juga dipelajari, dan diselidikinya prilaku semuanya itu untuk kemudian dipergunakan hasilnya sebagai sarana untuk menghancurkan sesamanya maupun lingkungannya. Umumnya manusia memang suka berbuat bencana, walaupun tindak kerusakan itu dilakukan atas nama kebaikan QS.2:11-12.. Dalam hal ini setidaknya bisa kita katakan bahwa, karya yang baik belum tentu menghasilkan moralitas yang baik. Sebagai contoh adalah bom nuklir, ia merupakan karya yang baik namun mengandung moralitas yang buruk, sekurang-kurangnya jika dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Demikian pula dengan berbagai produk teknologi canggih lainnya, umumnya selalu membawa konsekuensi pada moralitas yang buruk, sehingga membawa dampak buruk bagi kebanyakan manusia, seumpama penyakit sosial masyarakat yang meluas akibat porno aksi yang berkembang di internet. Mengapa terjadi berbagai hal buruk seperti demikian..? |
|
Kita mengetahui bahwa sebagian besar kemajuan yang dialami ras manusia baik berupa ilmu pengetahuan maupun teknologi, merupakan hasil dari proses panjang suatu evolusi manusia dalam upaya mereka membaca, mempelajari, memanfaatkan, bahkan menyalah-gunakan segala yang ada disekitar manusia / termasuk yang ada dalam diri, untuk pemusatan pemenuhan nafsu kebutuhan hidupnya. Secara singkat dapat dikatakan, segala tindakan manusia hanyalah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih-kurang mirip dengan apa yang juga ditemui dalam dunia hewan.
Lalu apakah manusia sama dengan binatang.., atau bahkan bisa lebih rendah derajatnya dibanding dengan hewan ternak misalnya..? Namun, mengapa malaikat sujud kepada Adam sedangkan Iblis enggan melakukan hal itu, padahal kedudukan bangsa malaikat lebih tinggi dibandingkan kedudukan bangsa setan..? Dimanakah sebenarnya kekuatan hakiki yang termuat dalam diri manusia..? Untuk definisi praktis yang sifatnya tertentu, kekuatan manusia kemungkinan terletak pada kemampuannya menyerap hampir semua hal disekitarnya untuk dimanfaatkan bagi keperluan hidupnya sendiri, hal mana kemampuan itu makin berkurang secara berjenjang bagi dunia binatang dan kelompok tumbuhan. Dalam hal demikian, ras manusia menjadi semakin yakin akan kemampuannya untuk menjadi penguasa alam / khalifah dimuka-bumi. Konsekuensi lebih lanjut adalah adanya daerah kekuasaan dan mahluk yang dikuasai, sehingga menimbulkan suatu hirarkis kekuasaan QS.6:165. Akumulasi dari kemampuan menyerap seluruh isi alam dan keyakinan untuk menguasai inilah yang barangkali secara jelas dapat membedakan manusia terhadap hewan, dan sekaligus membuat manusia selalu memiliki pendapat yang berbeda antara satu dengan lainnya QS.11:118. Karena secara phisik kebutuhan manusia tidak jauh berbeda, bahkan bisa sangat melebihi kebutuhan hewan umumnya, Maka.., beriringan dengan berbagai perbedaan pendapat yang pada taraf tertentu dapat membahayakan eksistensinya sendiri, ditambah dengan fakta yang menunjukkan bahwa hirarkis kekuasaan tak dapat dihindari, juga mengingat bahwa segala sesuatu yang diciptakan Tuhan selalu berpasangan, baik yang berada di bumi, dalam diri manusia, maupun dari apa yang belum diketahui QS.51:49. QS.36:36.., sehingga, menjadi hal yang sangat pokok bagi manusia atas keberadaan suatu aturan tertulis dari Tuhan Sang Maha Pengatur isi alam ini. Kalamullah yang tertulis itulah yang menjadi petunjuk manusia agar mampu bersyukur dalam membaca, mengolah, menyelidiki, dan memanfaatkan segala yang diciptakan Tuhannya. Kitab Suci itulah yang membimbing ras manusia untuk selalu bertasbih memelihara keharmonisan antara sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya. Semua itu ditujukan untuk lebih memuliakan martabat manusia yang secara akal dan moral dianggap jauh berbeda dengan mahluk ciptaan Tuhan yang lain. Dalam kerangka ini Para Nabi berfungsi untuk menyampaikan Kalamullah dengan bahasa yang sedemikian rupa bisa dimengerti kaumnya. Sehingga, dengan tidak mengesampingkan faktor hirarkis-kekuasaan yang sudah menjadi kodrat-Nya., maka derajat ras manusia disisi Tuhannya pun menjadi berbeda-beda. Jika para malaikat dijadikan sebagai mahluk yang paling taat dan senantiasa setia kepada Tuhan Maha Pencipta, maka ras manusia yang berjuang keras mengendalikan hawa nafsu hewaniahnya (termasuk nafsu tamak, amarah, seks) dan nafsu setan (membangkang, ingkar, zalim, sesat, dsb).., lalu akhirnya ia berhasil memenangkan perjuangan lahir-bathin itu, maka tentu sudah selayaknya bila malaikat memberi penghormatan dan 'bersujud' kepadanya. Sebaliknya.., bilamana manusia lebih cenderung menjadikan hawa-nafsu sebagai tuhannya, maka menjadi wajar pula bila diumpamakan sebagai hewan ternak biasa, atau bahkan dianggap bisa lebih buruk dan lebih sesat lagi QS.25:43-44. QS.7:179... Dalam konteks kebijakan evolusi, secara filosofis dapat kita katakan bahwa Tuhan enggan membiarkan kebanyakan manusia yang memperturutkan nafsu kemewahan hidup belaka untuk tetap eksist melanjutkan evolusi generasinya QS.11:116 mengingat betapa besar potensi destruktif yang dibawa manusia jenis ini. Pengertian ini ditujukan agar nilai yang terkandung dalam jiwa ras manusia tetap dapat terpelihara hingga pada masa berakhirnya kehidupan dunia. Barangkali.., arti dari penggalan Ayat : "alladziina zholamuu, maa utrifuu fiihi" yang terkandung dalam QS.11:116 tersebut dimaksudkan / ditujukan pada suatu kegagalan sekelompok manusia dalam usaha menjaga moralitas dan akal-nurani yang merupakan ciri terpenting dan paling dominan dalam diri manusia. Sehingga menjadi logis bila Penciptanya kemudian memutuskan untuk mengganti/ memusnahkan/ mengazab sekumpulan manusia/ suatu bangsa yang prilakunya masih terkategori dalam penggalan Ayat tersebut. Artinya, Tuhan menghendaki suatu batasan yang jelas antara prilaku hewan dan prilaku manusia, Dia tidak menginginkan adanya semacam syntesa sehingga memunculkan prilaku baru diantara keduanya. Bisa kita bayangkan.., karena memang telah terjadi nyata dihadapan wajah kita, bagaimana bila sebagian besar manusia berbuat kerusakan di suatu negeri (fasaad fil Ardh).., mereka bergotong-royong menggunduli hutan bukan sekedar untuk keperluan makan melainkan untuk bermewah-mewah menumpuk kekayaan (mirip prilaku 'hewan-pintar') atau sebagian besar penduduknya bertindak zhalim dan aniaya (mirip prilaku 'hewan-sesat').., maka apa yang kemudian akan terjadi pada negeri itu bila tidak segera diperbaiki oleh para penghuninya..? Jika kita tengok kembali apa yang tertulis dalam QS.17:58, dalam ayat ini diisyaratkan bahwa setiap negeri yang para penduduknya berbuat durhaka (yakni mengingkari sifat-sifat kemanusiaannya) akan dibinasakan Allah SWT sebelum hari Kiamat, atau akan ditimpakan-Nya dengan azab yang berat.., ketetapan ini telah tertuang dalam Lauh Mahfudzh. Hal itu menyiratkan makna, Tuhan akan terus-menerus menguji manusia sampai mereka yakin akan perjumpaan mereka dengan Tuhannya di hari pembalasan nanti. Keyakinan tersebut secara bertahap akan menyadarkan bangsa manusia bahwa dimensi waktu yang didiaminya saat ini suatu ketika akan sirna, dan segala pencapaiannya akan diselesaikan Sang Maha Adil dengan seadil-adilnya, seterang dan sejelasnya, hingga tidak tertinggal setitik pun persoalan yang tersisa. Penegasan mengenai dimensi ruang-waktu ini dianggap cukup signifikan karena kita akan menyinggung hal ini pada sub bab selanjutnya. Namun sekarang kita masih akan menyelesaikan pembahasan tentang sub bab ini. Berdasarkan pada tahapan keyakinan itu pula, sebagian generasi manusia berusaha mengorientasikan seluruh waktu hidupnya untuk memelihara dan membimbing ras manusia, agar mereka tetap berada pada jalur panjang rel evolusi sejak manusia tercipta hingga batas akhir perjumpaan mereka dengan Tuhan Penciptanya. Sebagian generasi manusia yang dimaksud itu adalah yang kita kenal sebagai generasi Para Nabi dan Rosul, dan jalur panjang rel evolusi yang ditempuhnya adalah Jalan Yang Lurus / Shiraath Al Mustaqiem QS.36:3-4. Generasi Para Nabi ini tidak pernah terputus sebagaimana tidak terputusnya jalur evolusi ras manusia hingga kini. Merekalah manusia yang mendapat pertolongan, pengetahuan, dan karunia yang besar dari Pencipta alam raya beserta seluruh isinya ini QS.19:58. Kita tidak dapat bermain-main dalam memandang Jalan Yang Lurus ini, karena secara makna memuat keseluruhan proses awal terbentuknya alam semesta beserta segenap isinya. Termasuk juga, segala aturan yang terjadi selama keberadaannya, hingga akhir dari kehancuran semua yang telah tercipta nanti.. Bahkan juga mengandung makna, yakni menghantarkan ras manusia pada terminal akhir keabadian disisi Tuhan Yang Kekal Sempurna. Dan yang membuat kita kelak akan makin takut terhina disisi-Nya adalah bahwa semuanya itu akan diulangi-Nya lagi... dan lagi... tanpa henti... Demikian hal ini kita yakini karena mengingat Keperkasaan ALLAH SWT.., Tuhan Maha Pencipta yang tidak pernah mengalami lelah maupun tertidur.., Zat Maha Suci dan senantiasa Hidup Kekal selama-lamanya QS.2:255, Zat Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. |