Filosofi Sains , Black Holes , Eksistensi Tuhan
Jika para ahli fisika astronomi dengan teleskop elektron ruang angkasa telah berhasil memetakan alam semesta yang diketahui dan menghitung radiusnya yang sekitar 10 milyar tahun cahaya (1 detik cahaya menempuh jarak 300ribu km jauhnya) kemudian bertanya seberapa besarkah Tuhan ? Maka sesungguhnya.., jagat semesta raya hampir saja pecah bagian atasnya akibat Maha Tinggi lagi Maha Agung Zat ALLAH SWT (Al 'Aliyyul 'Adziem) QS.42:4-5..
Namun bila kita bertanya dimanakah Tuhan berada, maka sesungguhnya ALLAH dekat kepada manusia QS.2:186.., Dia sangat dekat dengan hamba yang tulus-ikhlas berdoa kepada-Nya QS.11:61, bahkan lebih dekat dibanding dengan urat lehernya sendiri QS.50:16.., karena sesungguhnya, ALLAH adalah Zat Yang Maha Dekat (Al Qarib) bagi mahluk yang meyakininya QS.34:50..
Bahkan, ALLAH SWT senantiasa dekat kepada mahluk-Nya. Segala yang tersembunyi di alam semesta adalah kepunyaan-Nya, QS.16:77. Perbendaharaan segala sesuatu ada pada genggaman-Nya, dan Dia keluarkan dengan ukuran-ukuran yang tertentu QS.15:21, termasuk partikel-partikel penyusun atom, atau bahkan sesuatu yang lebih kecil daripada itu QS.10:61. QS.34:3. Bukankah Dia tidak dapat ditembus oleh alat penglihatan betapapun canggih dan moderennya, sebab Dialah Al Lathief.., Zat Yang Maha Halus QS.6:103.
Kita kembali kepada 'batasan' mengenai penciptaan alam semesta, jika memang alam semesta mengalami proses permulaan terbentuknya disamping pula proses kemusnahan dan proses pengembangan/perluasan yang telah terjadi, sedang dan akan terus terjadi lagi, maka fenomena empiris yang telah ditemukan dalam bidang astronomi dewasa ini, tidak bisa tidak, suka atau tidak, mau tak mau, pasti akan menunjukkan bukti-bukti kebenaran Kalimat Tuhan Pencipta Yang Maha Agung.
Bila kita teliti literatur-literatur yang membahas tentang fenomena black-holes yang berserakan di berbagai penjuru jagat raya, kita dapat memperoleh gambaran yakni bagaimana suatu batasan alam semesta bisa tercipta, tumbuh berkembang, bahkan kemudian menghilang dalam keheningan ruang angkasa. Sebagaimana telah diketahui, sebagian para ahli fisika nuklir pasca PD II semakin memusatkan perhatiannya hingga kini pada pada dua disiplin ilmu penting yakni bidang gravitasi dan mekanika kuantum, suatu ilmu yang secara prinsip seolah bertentangan satu sama lain.
Tapi.., kenyataan yang diperlihatkan kepada para ilmuwan telah menunjukkan bahwa kedua azas ilmu itu saling berperan dan mempengaruhi dalam proses kerja alam semesta raya. Azas gravitasi telah dapat menunjukkan keteraturan kerja suatu hukum alam semesta, sedangkan azas mekanika kuantum bisa berfungsi menggambarkan suatu proses kerja yang sangat rumit dan begitu kompleks / sulit untuk diprediksi. Kedua azas ini terus-menerus mereka upayakan sedemikian rupa supaya terjadi suatu kombinasi yang mampu merumuskan suatu teori, yang bisa menjelaskan kepada mereka mengenai segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekujur jagat raya ini...(Theory of Everything ?)....
Berkenaan dengan fenomena black holes, azas gravitasi menjelaskan fakta bahwa, suatu bintang raksasa yang mulai kehabisan bahan bakar nuklir dibagian intinya akan mulai 'mengkerut' lalu runtuh berjatuhan kearah pusat gravitasi yang berada tepat di pusat-tengah diameternya. Bagian tengah-dalam yang juga ikut mendingin, akhirnya ikut runtuh pula akibat beban massa yang sangat berat dibagian luarnya. Sehingga.., volume bintang raksasa itu makin menyusut terus-menerus sebagai akibat dipengaruhi oleh tarikan gaya gravitasinya sendiri.
Sampai pada saat dimana prosesi penyusutan mencapai suatu titik kepadatan yang tak terhingga, maka dimensi ruang dan waktu dalam wilayah itu menjadi sedemikian rupa hingga sampai pada kondisi nol sama-sekali, alias musnah-lenyap atau sirna. Bintang yang tak terlihat atau tenggelam dalam titik pusat gravitasinya sendiri itu disebut sebagai black hole.
Di alam semesta, fenomena lubang-lubang hitam / black-holes memiliki berbagai ukuran yang beragam tergantung dari umur, massa, dan moment keruntuhan bintang raksasa yang bersangkutan. Setelah menempuh beberapa waktu tertentu, lubang-lubang hitam itu menguap dengan kadar yang berbeda-beda sehingga akhirnya musnah sama-sekali dalam suatu ledakan dahsyat yang sangat luar-biasa.
Karena fenomena black-holes yang berserakan di berbagai penjuru jagat raya tersebut berjarak puluhan atau ratusan milyar tahun cahaya dari sistem tata surya atau bahkan dari galaksi kita, maka ledakan yang sangat dahsyat itu nampak seperti sinar bintang yang 'mendadak' jadi benderang untuk kemudian lenyap dalam keheningan ruang angkasa.
Apa yang dikemukakan diatas adalah hasil dari observasi astronomi selama bertahun-tahun lamanya dan tidak semata-mata ditujukan pada satu obyek black-hole semata. Melainkan dari semua fenomena yang berserakan itu dilakukan pengamatan, penelitian, pengklasifikasian, hingga sampai pada penyusunan teori. Keseluruhan dari proses sejak terjadinya penampakan hingga lenyapnya suatu fenomena black hole bisa jadi membutuhkan waktu puluhan-ratusan ribu, atau mungkin juga jutaan tahun menurut perhitungan waktu dibumi kita.
Apalagi ketika kita menyadari bahwa apa yang kita amati itu pada dasarnya sudah terjadi dimasa lampau, sebagai konsekuensi logis dari visualisasi cepat rambat cahaya yang begitu jauh telah ditempuhnya hingga sampai ke pandangan mata kita. Maka sebetulnya, tidak seorangpun dapat memberitahukan secara pasti kepada kita mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada fenomena black-hole itu.
Namun bila kita bertanya dimanakah Tuhan berada, maka sesungguhnya ALLAH dekat kepada manusia QS.2:186.., Dia sangat dekat dengan hamba yang tulus-ikhlas berdoa kepada-Nya QS.11:61, bahkan lebih dekat dibanding dengan urat lehernya sendiri QS.50:16.., karena sesungguhnya, ALLAH adalah Zat Yang Maha Dekat (Al Qarib) bagi mahluk yang meyakininya QS.34:50..
Bahkan, ALLAH SWT senantiasa dekat kepada mahluk-Nya. Segala yang tersembunyi di alam semesta adalah kepunyaan-Nya, QS.16:77. Perbendaharaan segala sesuatu ada pada genggaman-Nya, dan Dia keluarkan dengan ukuran-ukuran yang tertentu QS.15:21, termasuk partikel-partikel penyusun atom, atau bahkan sesuatu yang lebih kecil daripada itu QS.10:61. QS.34:3. Bukankah Dia tidak dapat ditembus oleh alat penglihatan betapapun canggih dan moderennya, sebab Dialah Al Lathief.., Zat Yang Maha Halus QS.6:103.
Kita kembali kepada 'batasan' mengenai penciptaan alam semesta, jika memang alam semesta mengalami proses permulaan terbentuknya disamping pula proses kemusnahan dan proses pengembangan/perluasan yang telah terjadi, sedang dan akan terus terjadi lagi, maka fenomena empiris yang telah ditemukan dalam bidang astronomi dewasa ini, tidak bisa tidak, suka atau tidak, mau tak mau, pasti akan menunjukkan bukti-bukti kebenaran Kalimat Tuhan Pencipta Yang Maha Agung.
Bila kita teliti literatur-literatur yang membahas tentang fenomena black-holes yang berserakan di berbagai penjuru jagat raya, kita dapat memperoleh gambaran yakni bagaimana suatu batasan alam semesta bisa tercipta, tumbuh berkembang, bahkan kemudian menghilang dalam keheningan ruang angkasa. Sebagaimana telah diketahui, sebagian para ahli fisika nuklir pasca PD II semakin memusatkan perhatiannya hingga kini pada pada dua disiplin ilmu penting yakni bidang gravitasi dan mekanika kuantum, suatu ilmu yang secara prinsip seolah bertentangan satu sama lain.
Tapi.., kenyataan yang diperlihatkan kepada para ilmuwan telah menunjukkan bahwa kedua azas ilmu itu saling berperan dan mempengaruhi dalam proses kerja alam semesta raya. Azas gravitasi telah dapat menunjukkan keteraturan kerja suatu hukum alam semesta, sedangkan azas mekanika kuantum bisa berfungsi menggambarkan suatu proses kerja yang sangat rumit dan begitu kompleks / sulit untuk diprediksi. Kedua azas ini terus-menerus mereka upayakan sedemikian rupa supaya terjadi suatu kombinasi yang mampu merumuskan suatu teori, yang bisa menjelaskan kepada mereka mengenai segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekujur jagat raya ini...(Theory of Everything ?)....
Berkenaan dengan fenomena black holes, azas gravitasi menjelaskan fakta bahwa, suatu bintang raksasa yang mulai kehabisan bahan bakar nuklir dibagian intinya akan mulai 'mengkerut' lalu runtuh berjatuhan kearah pusat gravitasi yang berada tepat di pusat-tengah diameternya. Bagian tengah-dalam yang juga ikut mendingin, akhirnya ikut runtuh pula akibat beban massa yang sangat berat dibagian luarnya. Sehingga.., volume bintang raksasa itu makin menyusut terus-menerus sebagai akibat dipengaruhi oleh tarikan gaya gravitasinya sendiri.
Sampai pada saat dimana prosesi penyusutan mencapai suatu titik kepadatan yang tak terhingga, maka dimensi ruang dan waktu dalam wilayah itu menjadi sedemikian rupa hingga sampai pada kondisi nol sama-sekali, alias musnah-lenyap atau sirna. Bintang yang tak terlihat atau tenggelam dalam titik pusat gravitasinya sendiri itu disebut sebagai black hole.
Di alam semesta, fenomena lubang-lubang hitam / black-holes memiliki berbagai ukuran yang beragam tergantung dari umur, massa, dan moment keruntuhan bintang raksasa yang bersangkutan. Setelah menempuh beberapa waktu tertentu, lubang-lubang hitam itu menguap dengan kadar yang berbeda-beda sehingga akhirnya musnah sama-sekali dalam suatu ledakan dahsyat yang sangat luar-biasa.
Karena fenomena black-holes yang berserakan di berbagai penjuru jagat raya tersebut berjarak puluhan atau ratusan milyar tahun cahaya dari sistem tata surya atau bahkan dari galaksi kita, maka ledakan yang sangat dahsyat itu nampak seperti sinar bintang yang 'mendadak' jadi benderang untuk kemudian lenyap dalam keheningan ruang angkasa.
Apa yang dikemukakan diatas adalah hasil dari observasi astronomi selama bertahun-tahun lamanya dan tidak semata-mata ditujukan pada satu obyek black-hole semata. Melainkan dari semua fenomena yang berserakan itu dilakukan pengamatan, penelitian, pengklasifikasian, hingga sampai pada penyusunan teori. Keseluruhan dari proses sejak terjadinya penampakan hingga lenyapnya suatu fenomena black hole bisa jadi membutuhkan waktu puluhan-ratusan ribu, atau mungkin juga jutaan tahun menurut perhitungan waktu dibumi kita.
Apalagi ketika kita menyadari bahwa apa yang kita amati itu pada dasarnya sudah terjadi dimasa lampau, sebagai konsekuensi logis dari visualisasi cepat rambat cahaya yang begitu jauh telah ditempuhnya hingga sampai ke pandangan mata kita. Maka sebetulnya, tidak seorangpun dapat memberitahukan secara pasti kepada kita mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada fenomena black-hole itu.
Sekedar sebagai catatan tambahan, mengingat jarak yang mesti ditempuh sekitar 150 juta km jauhnya, maka cahaya matahari memerlukan waktu sekitar 8 menit untuk sampai menghangatkan kulit tubuh kita dan seluruh permukaan bumi ini. Jadi, apa yang kita lihat pada cahaya matahari saat ini sebenarnya adalah apa yang telah dipancarkannya / terjadi padanya sekitar 8 menit lalu. Lalu bagaimanakah dengan fenomena suatu black-hole yang jaraknya dari bumi ini begitu jauh, bahkan hingga melintasi berbagai galaksi...
Dalam kaitannya dengan pembahasan ini azas mekanika kuantum menjelaskan bahwa, ruang-angkasa ternyata sarat dipenuhi oleh pasangan-pasangan partikel yang terus-menerus bergerak secara acak / random dan tak mampu diprediksi secara pasti. Pada fenomena suatu black-hole, partikel-partikel itu sebagian bisa masuk ke dalam black-hole, meninggalkan satu partikel pasangannya yang muncul disekitar lubang hitam dalam bentuk pancaran radiasi sinar kosmis. Sebagian ilmuwan membuat semacam pengandaian..., bilamana seseorang berkesempatan terseret masuk kedalam suatu lubang-hitam / black-hole, maka tubuhnya akan terdaur-ulang atau terlempar kembali ke alam semesta dalam bentuk radiasi. Tampaknya.., teori mekanika kuantum yang merupakan bagian dari ilmu fisika elektron sebagai ilmu pasti, ternyata masih belum mampu memberi kepastian terhadap fenomena alam yang dahsyat ini. Ia baru mampu menjelaskan prilaku partikel-partikel renik itu kedalam dua kelompok tabiat yang saling bertentangan, yakni radiasi partikel yang bersifat material dan yang bersifat anti material. Bahkan, sampai sekarang ini belum satu pun ilmu pengetahuan empiris yang mampu memaparkan apa yang sebenarnya terjadi dibalik tarikan gravitasi dahsyat dari fenomena black hole tersebut. Adakah sesuatu dimensi baru dibalik fenomena black hole itu..? Jika ternyata memang ada.., apakah dimensi baru itu sama sekali beda dengan dimensi ruang-waktu yang selama ini dikenali..? Apakah dimensi baru itu bersifat anti materi ? Atau, sebagaimana sering kali digambarkan dalam kisah-kisah fiksi ilmiah, fenomena itu bisa jadi merupakan sarana untuk menuju dimensi ruang-waktu di alam semesta lainnya. Namun, lorong waktu atau jembatan penghubung antar galaksi yang juga sering menggunakan istilah worm-hole itu hanyalah obsesi imajinatif para penulis cerita fiksi, sama-sekali beda dengan fenomena black-holes yang secara nyata banyak terjadi di jagat raya. Energi gaya tarik gravitasi yang luar-biasa besarnya dari fenomena black holes ini mampu menghancurkan segala hal yang berada didekatnya. Intensitas kedahsyatannya melebihi energi thermo nuklir yang biasa bekerja pada pusat inti matahari atau bintang lainnya. Ilmu pengetahuan empiris yang dimiliki ras manusia sampai kini, belum mampu sepenuhnya mengungkapkan rahasia tersembunyi dibalik fenomena besar itu, maka bagaimana mungkin dapat menyusun sesuatu teori unggulan yang dengan sebuah rumusan tertentu diharap mampu menjelaskan semua proses kejadian yang ada di jagat raya ini. (Theory of Everything..?) Ras manusia tetap saja belum bisa bertemu kepastian jawaban yang mampu memuaskan rasionalitas-pikir dan akal-nuraninya melalui kedua azas ilmu itu, terutama jika dikaitkan dengan eksistensi surga-neraka dalam korelasinya antara kemajuan empirisisme yang telah tercapai dengan kaidah absolutisme yang melingkupinya. Untuk itu, dengan cara yang bisa jadi terkesan agak pintas, kita akan coba susun suatu kerangka konsep penciptaan dari bermacam data dan informasi, baik yang bersifat ilmiah-empiris maupun yang bersifat absolut / super ilmiah, walaupun kedua hal ini dianggap sebagian ilmuwan belum bisa dipersatukan, setidaknya untuk masa sekarang ini. Oleh karena itu perlu kiranya untuk dimaklumi, bahwa kerangka konsep penciptaan ini tidaklah benar-benar murni ilmiah dan tidak juga bersifat mutlak-absolut. Secara negatif, hal demikian ini mungkin disebut sebagai pseudo-ilmiah, atau secara positip dapat dikatakan sebagai semacam postulasi umum yang bersifat longgar dalam upaya merumusi pemaknaannya. Bagaimanapun juga, yang mutlak pasti kebenarannya adalah apa yang tertuang harf demi harf di dalam AlQur'an, dan biarlah Para Ahli Tafsir yang lebih berhak menafsirkan arti dan makna huruf yang terkandung didalamnya secara lebih proporsional. Dalam penelaahan mengenai bahasan ini, kita hanya berusaha merekonstruksi komponen-komponennya secara umum, kronologis dalam alur paparannya dan bersifat kontekstual dalam pembahasannya... FOTO FENOMENA BLACK-HOLE DI JAGAT RAYA Pada saat suatu ruang-angkasa, sesuatu unit galaksi, atau suatu batasan alam semesta tertentu.., suatu ketika tersedot / tertarik masuk ke bagian pusat dari titik berat gravitasi yang ada ditengahnya, sebagai konsekuensi lanjutan dari runtuhnya kumpulan bintang-bintang raksasa yang sebelumnya telah berfungsi sebagai pusat gravitasi pada unit tersebut.., maka akan berlaku beberapa kejadian berikut ini, bahwa fenomena black-holes yang terjadi dipusat 'cakram' semesta itu saling menyatu sehingga membentuk pusaran black-holes yang semakin meningkat besarnya. Akan terjadilah berbagai kekacauan sangat luar biasa dalam dimensi ruang-waktu karena segala isi didalamnya telah kehilangan balans gravitasi antara satu materi dengan materi lainnya. Hal ini ditandai dengan memudarnya cahaya bintang-bintang akibat dari energi thermo-nuklirnya yang mulai habis, sehingga semua gerak lintasan planet-planet di sekeliling orbitnya, berbagai satelite dan benda-benda ruang angkasa lain yang menjadi anggota masing-masing tata-surya pada tiap bintang tersebut menjadi tak teratur dan kacau-balau. Kemudian, akan nampaklah dari bumi, bintang-bintang mulai berguguran dari berbagai penjuru menuju ke arah pusat galaksi yang sedang tenggelam dalam tarikan gaya gravitasinya sendiri itu . Langit pun terbakar menjadi seperti hancuran tembaga, akibat dari derasnya gesekan laju partikel dalam ruang-angkasa dengan lajunya bintang-bintang yang luar-biasa kecepatannya. Sehingga.., wajarlah manakala saat itu telah tiba, gunung-gunung saling tercerabut dari permukan bumi dan terhempas hancur-lebur layaknya tumpukan pasir yang berterbangan, atau seperti bulu halus yang menghambur bertaburan. Semua lautan meluap dahsyat, dan menggelegak hebat karena terpanggang magma dari perut bumi yang memancar dari sana-sini. Maka bagaimanakah keadaan ras manusia dalam keadaan seperti itu..? Adakah diantara mereka yang bisa menyelamatkan diri dari huru-hara besar di hari itu..? Pada saat itu..., terjadilah apa yang kita kenal sebagai Hari Kiamat. Segala macam ras manusia yang tidak mau meyakini akan terjadinya Hari Kiamat itu, pada saatnya nanti akan saling terbelalak mata ketika menyaksikannya, wajah-wajah mereka nampak shock berat akibat menyaksikan pemandangan yang sangat luar-biasa dahsyatnya. Sikap mereka seperti kumpulan orang-orang yang sedang mabuk, tapi sebenarnya tidak mabuk, melainkan terguncang jiwanya akibat bencana dahsyat yang begitu hebat disaksikannya... Ketika ruang-angkasa akhirnya pecah-belah hingga menjadi merah seperti hamparan minyak yang sangat panas, ketika semua manusia berhamburan seperti kumpulan serangga bertebaran, dan ketika segala macam rahasia telah terbongkar dan terbuka, maka segala isi ruang-angkasa pun akhirnya terurai menjadi debu-debu partikel. Tiada sesuatu apapun yang bisa selamat dari peristiwa runtuh tenggelamnya pusat gugusan bintang / galaksi di hari yang paling menggemparkan itu, kecuali ada orang yang mempunyai kekuatan menghindar melebihi kecepatan cahaya. Agaknya..., persyaratan ini secara umum dianggap cukup mustahil. Alasan rasionalnya adalah, suatu kaidah yang menyatakan bahwa setiap yang memiliki kecepatan melebihi cepat rambat cahaya, bisa dipastikan tidak mempunyai massa sama-sekali. Maka, segala sesuatu pada hari itu bergerak cepat menuju ke satu tujuan untuk diperhitungkan secara begitu mendetail, sangat akurat, dan tak terlewatkan daripadanya walau sebutir proton/neutron atau elektron sekalipun. Ketika perhitungan mengenai segala sesuatunya itu telah selesai, dan segala yang ada dalam ruang dan waktu telah sampai pada titik nol, maka pada kondisi kosong sama-sekali terjadilah ledakan dahsyat yang menerbangkan dan melemparkan energi besar ke segala arah, membentuk suatu dimensi ruang-waktu yang sama-sekali baru. Dari sini diprediksi mulai terbentuklah suatu batasan alam semesta yang baru, titik awal ledakan dahsyat itu menjadi pusat galaksi baru. Energi dahsyat yang sangat besar dipancarkannya ke segala arah membentuk kantong-kantong energi dalam bentuk cikal-bakal bintang-bintang berbagai ukuran, tergantung dari intensitas energi yang dikandungnya, yang kemudian mengisi ruang dan 'mengatur' skala waktu, sementara komponen sisanya yang 'menabrak' material lain lama-kelamaan membentuk planet-planet baru dan satelite-satelite yang kemudian bergerak memutar mengelilinginya. Ledakan dahsyat (big bang) yang membentuk galaksi baru itu juga mendorong dimensi ruang-waktu tetangganya, hal ini bisa membantu menjelaskan fakta astronomis mengapa galaksi yang kita huni ini berpindah / bergeser dari posisi semula. Batasan alam semesta lain yang ada suatu ketika pasti akan mengalami kehancuran dan kemusnahannya sebagaimana galaksi yang telah musnah sebelumnya, hal itu belum terjadi akibat sistem pusat galaksinya masih memiliki energi untuk bekerja. Dengan demikian dapatlah dimengerti, betapa Maha Benar jika Tuhan Maha Pencipta mengklaim diri-Nya sebagai Zat Maha Kekal, Maha Pasti Wujud, dan Maha Hidup selamanya. Pengertian dari penjabaran kerangka konsep penciptaan tersebut tadi, kiranya dapat mengisyaratkan kepada kita bahwa eksistensi surga-neraka adalah memang sesungguhnya ada sebagai suatu konsekuensi logis dari musnah-terbentuknya suatu batasan alam semesta. Bahkan, semakin kekal kondisinya selama (sekaligus sebagai akibat) proses yang terus-menerus terjadi adalah merupakan keniscayaan yang tak pernah berhenti atau berkesudahan. Tentunya, kita memang belum bisa mengetahui hakikat keberadaan surga-neraka yang sesungguhnya karena keberadaan kita masih berupa onggokan materi yang terkungkung dalam dimensi ruang-waktu yang bersifat relatif. Namun, pola-pola logika berikut ini dapat memperkuat keyakinan bahwa surga-neraka sudah ada, sedang ada, dan akan terus-menerus ada, selama prosesi penciptaan batasan alam semesta yang baru akan senantiasa terus terjadi. Dengan kalimat lain, eksistensi surga-neraka bukanlah didasarkan pada imajinasi ras manusia, melainkan sebagai konsekuensi logis dari fenomena siklus pembentukan dan sirnanya suatu batasan alam semesta itu sendiri. Kita telah diberitahu bahwa segala yang tercipta di seluruh jagat raya ini selalu berpasang-pasangan, ada suka-duka, jantan-betina, benar-salah, hidup-mati, bahagia-sengsara, dan sebagainya. Manakala keruntuhan suatu batsan alam semesta telah terjadi, maka segala sesuatu yang berada didalamnya akan terurai sampai sekecilnya untuk dipisahkan sejelasnya, mana yang akan bahagia selamanya, sengsara seterusnya atau yang untuk sementara berada pada posisi diantaranya (Al A'raf). Di bumi, keadaan segala sesuatunya bersifat relatif dan silih berganti, kadang kalah kadang menang, suatu saat siang hari begitu lama, disaat lain malamnya lebih lama. Pada fenomena black hole dipusat galaksi yang kelak mengakibatkan terseretnya ratusan milyar bintang-bintang beserta segenap planet yang tak terhitung jumlahnya, segala jenis relatifitas ruang-waktu telah berubah menuju ke satu tujuan kemutlakan, yakni Sidratul Muntaha, tempat akhir segala sesuatu dimana segala puncak empirisme menyatu. Makna kata 'tempat' dalam hal ini tentunya melebihi makna kata 'tempat' yang hanya dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. |
Bila kita bertanya kepada ahli matematika berapa hasil dari satu jika dibagi nol, mungkin jawabnya adalah tak terhingga. Demikian juga bila tujuh dibagi nol.. jawabnya adalah juga tak terhingga.
Pertanyaan selanjutnya.., apakah nilai tak terhingga barusan sama dengan / setara dengan nilai tak terhingga sebelumnya..? Lalu, berapakah nilai tak terhingga yang diperoleh bilamana segenap batasan alam semesta serta semua isinya dibagi oleh suatu dimensi ruang-waktu yang kepadatannya mendekati nol sama-sekali, yang ukurannya ibarat penampang seutas rambut terbelah tujuh..? Dan, karena segala macam relatifitas telah melebur dalam satu tujuan kemutlakan dimana segalanya telah berakhir, maka proses pemisahan final menjadi suatu konsekuensi yang mustahil untuk dihindari. Daripadanya dihasilkan mana yang sebenarnya benar sehingga memasuki dimensi yang dipenuhi dengan kebenaran mutlak, atau sebaliknya, memasuki dimensi yang disesaki oleh kesalahan mutlak dan kekecewaan yang tak berkesudahan. Dalam pengertian yang demikian inilah, kita mengakui bahwa surga-neraka adalah realitas mutlak yang pasti akan dijumpai dikemudian hari. Sifat dimensi kemutlakannya menuntut sifat penghuninya mendapatkan segala keinginannya secara mutlak dengan berbagai nikmat yang senantiasa bertambah dalam surga, dimana posisi dan luasnya menjadi tak terhingga. Kepuasan yang dialami oleh para penghuni surga senantiasa bertambah, mereka tak pernah merasa bosan ataupun jenuh, sampai pada tingkat dimana para penghuninya melihat Zat Tuhan Yang Maha Sempurna. Pada tingkat itu, kepuasan tak terhingga yang dialami para penghuni surga menjadi semakin tak terhingga. Sebaliknya, suatu keadaan yang begitu menyakitkan menjadi semakin nampak menyakitkan dan secara berlipat-ganda terus-menerus sangat menyakitkan akan selalu dialami oleh para penghuni neraka. Berbagai rasa kekecewaan, penyesalan dan siksaan yang dialami merupakan kebalikan dari nikmatnya kemutlakan yang terjadi di negri surga. Kemungkinan penghuni neraka dapat masuk ke surga telah diibaratkan laksana seekor ternak unta yang berusaha masuk melewati lubang jarum. Begitulah sifat relatifitas akan menemui terminal akhirnya pada suatu kemutlakan, sebagaimana segala bentuk empirisme akan menyatu sampai pada puncaknya dalam satu titik kemutlakan absolutisme, dimana semua azas empirisme normal tidak mampu berlaku. Sebagaimana ada suka-duka, siang-malam.., hidup-mati.., segala sesuatunya silih-berganti dalam relatifitas ruang-waktu bumi ini atau bumi-bumi lain diantara milyaran sistem tata-surya dalam batasan alam semesta kita, sedemikianlah segala kecanggihan yang ada didalamnya akan melebur total menuju ke satu tujuan tunggal, yakni suatu tempat berakhirnya segala sesuatu (Al Muntaha) dimana semua hukum kemutlakan menyatu. Melalui penyatuan semua hukum kemutlakan pada proses pra-akhir fenomena black-holes itu, segala isi batasan alam semesta terseleksi sangat akurat menuju pada terminal akhir kekekalannya masing-masing. Manakala prosesi penyeleksian telah usai dan tidak ada satu apapun lagi yang tersisa, sehingga ruang-waktu menjadi nol sama-sekali, maka Zat Yang Maha Menyelenggarakan terjadinya peristiwa itu bersumpah bahwa hanya Dialah Yang Hidup Kekal selamanya, Yang Mutlak Wujudnya, dan tidak mungkin musnah atau binasa. Justru karena sumpahnya yang sangat dahsyat itulah, maka terwujudlah kembali batasan alam semesta (galaksi baru) melalui suatu ledakan yang luar biasa (big bang) hingga membentuk relatifitas ruang waktu yang baru. Hal ini adalah untuk membuktikan bahwa, hanya ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Pencipta. FOTO TERBENTUKNYA ALAM SEMESTA, BLACK HOLES FOTO BIG BANG Tuhan Maha Pencipta telah menjelaskan dalam Kitab Suci AlQur'an : "Pada hari dimana alam semesta digulung laksana gulungan kertas, sebagaimana Kami mulai menciptakan permulaannya, sedemikian pula Kami kembali mengulanginya.., Sesungguhnya Kami yang menyelenggarakannya..." QS.21:104. Penjelasan dalam Ayat ini mengandung pengertian bahwa setiap setiap permulaan terjadinya sesuatu pasti ada akhirnya, sebagaimana akhir sesuatu itu merupakan awal kejadian berikutnya. Kata lainnya adalah, Zat Yang Maha Mendahului segala sesuatu (Al Muqoddimu) sekaligus pula menyelesaikan kesudahannya (Al Muakhiru) itulah yang menyelenggarakan semua peristiwa itu. Karena proses itu berlaku secara terus-menerus, maka dapat dipastikan bahwa, yang membina dan mengatur seluruhan proses itu adalah Zat Maha Awal tanpa prosesi permulaan sekaligus Zat Maha Akhir tanpa proses berkesudahan. Dialah ALLAH yang memiliki nama-nama yang sempurna. Bukankah Dia juga berkata : "Mereka kekal didalam neraka selama ada ruang angkasa dan bumi kecuali Tuhanmu menghendaki yang lain, sesungguhnya Dia Maha Pelaksana membuat segala yang Dia kehendaki. Dan bagi mereka yang bahagia tempatnya didalam surga, mereka kekal didalamnya selama ada ruang-angkasa dan bumi, kecuali Tuhanmu menghendaki yang lain. Itulah karunia yang tiada putus-putusnya..." QS.11:107-108. Nampak jelas dari ayat ini, bahwa kekekalan surga dan neraka merupakan terminal akhir dari relatifitas batasan alam semesta pada masa lalu yang telah musnah.., dimana batasan alam semesta baru yang terbentuk, kembali mengisi ruang-waktu dengan segala macam relatifitas-empiris yang terjadi didalamnya. Kalimat 'karunia yang tiada putus-putusnya' menunjukkan isyarat kepada kita bahwa proses sedemikian itu tidak akan pernah berakhir. Jadi.., bukanlah alam semestanya yang tidak mungkin berakhir, melainkan prosesi dari pembentukan dan kemusnahannya yang tak pernah berhenti. Dari pengertian mengenai fakta ini kita dapat meyakini bahwa Zat yang membina kelangsungan proses tersebut pastilah bersifat Tunggal, Maha Kuasa atas segalanya karena Ilmu-Nya meliputi semua proses tersebut. Sangat logis bila Zat Maha Perkasa (Al Aziizu) senantiasa sibuk bergelimang dengan beragam urusan semua ciptaan-Nya, selalu sibuk memenuhi berbagai ragam kebutuhan untuk segenap mahluk-Nya. Bahkan.., ketika Dia berkata : "Sesungguhnya Allah telah menciptakan tujuh ruang angkasa dan bumi seperti itu pula, perintah Allah turun kepada mereka semua agar diketahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segalanya dan bahwasanya pengetahuan Allah meliputi semuanya itu.." QS.65:12. Maka makin jelaslah kejadian sebenarnya, bahwa 'tujuh' alam semesta ternyata telah diciptakan sebelumnya (kata 'tujuh' bisa menunjukkan makna kelipatan yang berulang-ulang), bahwa sebagian diantaranya telah musnah menuju dimensi kekekalan yang baru dimasukinya, dan bahwa galaksi kita yang baru berumur sekitar 5 milyar tahun ini tinggal menunggu gilirannya, dan bahwa semua itu akan terus terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Semua itu terjadi bukan untuk sesuatu yang sia-sia, melainkan karena Allah hendak memisahkan / menyeleksi yang hak dari yang batil..QS.21:18. Berkenaan dengan faktor penyeleksian ini maka manusia memerlukan pedoman yang mampu membimbing semua permasalahan mendasar dalam kehidupannya, baik secara individu karena berkaitan dengan kualitas pribadinya.., atau secara sosial karena berkaitan dengan hubungan masyarkatnya-komunitasnya.., maupun juga secara evolusional sebagai akibat dari suatu ras bangsa manusia yang memiliki satu keturunan yang sama. Pedoman yang memuat kepentingan individu, sosial-masyarakat, dan evolusi ras manusia dimana sains dan tekhnoligi termasuk bagian didalamnya, haruslah bersifat menyeluruh dan komprehensif, abadi dan senantiasa siap menantang segala permasalahan alias tidak pernah lapuk dimakan perkembangan kemajuan jaman, dan tidak ada saling pertentangan diantara seluruh isinya. Dari berbagai kajian terhadap aneka pedoman yang ada, baik berupa buku-buku, Kitab-Kitab Suci, atau ajaran filsafat yang ada, termasuk semua yang ditulis dalam kertas ini, nampaknya tidak ada satu apapun dari semua itu yang mampu menandingi kesempurnaan isi AlQur'an. Dialah satu-satunya pedoman yang pada tiap hurufnya mengandung makna yang fleksibel, yang pada tiap-tiap kata dalam ayatnya memuat penafsiran yang beragam penuh makna dan saling melengkapi satu dengan yang lain, yang pada setiap Ayatnya selalu menghasilkan pengertian yang semakin bertambah manakala kita hendak kembali berusaha memahaminya. Bahkan, yang pada susunan ayat demi ayatnya menghasilkan makna tersirat (muhtamil) yang cukup sulit untuk diterjemahkan dengan kata-kata. Makna-makna yang muhtamil inilah yang menjadi salah-satu rahasia mukjijat AlQur'an sehingga senantiasa mengungguli semua pikiran manusia dengan segala macam kemajuan sains dan teknologi dan setinggi apapun peradaban yang akan dicapainya. Bahkan.., AlQur'an adalah pedoman yang menjelaskan semua awal kehidupan alam semesta dimasa lalu, berbagai rupa kehidupan masa kini, dan akhir semua kehidupan dimasa nanti. Demikianlah hal ini pernah disampaikan oleh Baginda Rosul Muhammad SAW : " Di dalam AlQur'an ada berita sebelum kamu, ada kabar peristiwa setelah kamu, dan hukum yang terjadi diantara kamu" Riwayat mengenai Hadits ini ditulis oleh Tirmidzi. Namun demikian, Kitab Al Qur'an senantiasa melebihi dari segala apa yang bisa dimengerti ras manusia. Berkenaan dengan konteks perbincangan kita mengenai alam semesta ini, bukankah ALLAH telah berkata : " Maka Aku bersumpah dengan tempat tenggelamnya gugusan gugusan bintang.. sesungguhnya itu adalah sumpah yang besar / dahsyat kalau kamu mengetahui, sesungguhnya itu adalah AlQur'an yang mulia.." QS.56:75-77. Kita tidak akan pernah mengerti yang sesungguhnya dari hakikat sumpah ALLAH yang dengannya Dia mengklaim sebagai sumpah yang besar / dahsyat itu. Namun begitu, melalui penjabaran kerangka konsep penciptaan sebagaimana telah disebut tadi, kita sedikitnya dapat memahami bahwa tempat tenggelamnya gugusan dari bintang-gemintang itu, dalam tinjauan empiris-rasional, kemungkinan besar adalah suatu fenomena black-holes raksasa yang menjadikan batasan alam semesta disekelilingnya telah mencapai titik klimaks dari kehancurannya. Kejadian itu, untuk selanjutnya menjadi titik awal terciptanya sutu batasan alam semesta yang relatif baru. Pada saat segala puncak empirisme telah menyatu, sehingga semua bentuk dari relatifitas ruang-waktu jadi terpisah menuju kepada dimensi kekekalan masing-masing.., maka pengertian mengenai keberadaan 'phisik' surga dan neraka adalah menjadi benar adanya. Konsekuensi dari keberadaan dimensi kekekalan (absolutisme) itu nampaknya yang menjadikan dimensi ruang dan waktu dengan segala proses relatifitas yang terjadi padanya mulai terbentuk kembali, hingga demikianlah seterusnya. Kita mengetahui, segala informasi mendasar yang merangkum keseluruhan dari suatu proses sejak terbentuknya hingga akhir kehancurannya, lalu terbentuklah kembali suatu batasan alam semesta yang relatif baru, semua hal itu terdapat didalam AlQur'an. Dengan kata lain, AlQur'an itulah pedoman yang mengawali prosesi kejadian masa lalu, proses kejadian masa kini, dan juga proses kejadian akhir masa datang. Itulah pedoman bagi segala isi relatifitas ruang-waktu, dalam keseluruhan prosesinya menuju ke dimensi kekekalan yang bersifat mutlak-absolut. |
Sekarang, kita akan coba menarik kesimpulan dari keseluruhan isi sub bab ini.
Berkaitan dengan proses kerja dari jagat semesta raya yang bersifat abadi, dalam hubungannya dengan fenomena black-holes yang tak abadi, terlebih jika dihubungkan dengan segala peristiwa yang pernah dan akan terjadi dibumi ini, maka sekedar sebagai ilustrasi perbandingan dapatlah kita kemukakan suatu paragraf sebagai berikut :
Bahwa..., keabadian proses kerja jagat semesta raya dengan segala rupa aktifitasnya yang tidak-terhingga, semua itu terangkum dalam Lauhul Mahfudz, suatu Kitab Induk (Ummul Kitab) disisi keabadian Maha Pencipta yang sangat tinggi nilainya. Bahwa.., tempat beredarnya / tenggelamnya gugusan bintang-bintang sebagai suatu momentum ketidak-abadian itu tercakupi keseluruhan prosesinya dalam Kitab AlQur'an yang terpelihara kesuciannya dalam Kitab-Induk / Ummul Kitab QS.43:4. QS.85:21-22. Dan bahwa.., segala peristiwa yang telah dan akan terjadi di bumi telah teringkas dalam Ummul Qur'an / Surah Al Fatihah.
Maka jelaslah bagi kita, bahwa Al Fatihah adalah Ummul Qur'an, sebagaimana Al Qur'an adalah Ummul Kitab, sebagaimana Ummul Kitab terpelihara di Lauhul Mahfudz di sisi keabadian Ilmu ALLAH yang sangat tinggi nilainya.
Berdasar pada ilustrasi perbandingan ini, kita dapat lebih memahami bahwa tindakan sholat dimana Al Fatihah merupakan bagian penting didalamnya, adalah wujud pengakuan utama terhadap esensi kerja alam semesta. Bukankah Nabi Muhammad SAW telah berkata dalam Hadits Qudsi bahwa mi'raj-nya orang mu'min adalah sholat..?. Sementara mi'raj yang Baginda SAW alami adalah bukti nyata, bahwa tempat akhir segala bentuk relatifitas (Sidratul Muntaha) yang sempat dikunjunginya, terdapat surga (dimensi kekekalan) yang juga sempat dilihatnya QS.53:14-17 & 42. Hal demikian itu sungguh terjadi karena kecepatan mi'raj Nabi SAW dikehendaki ALLAH SWT melebihi kecepatan cahaya.
Dari uraian mengenai kerangka konsep penciptaan ini maka sampailah kita pada suatu rangkuman yang menunjukkan adanya korelasi antara empirisme dengan absolutisme dalam Surah Al Fatihah, dalam hubungannya dengan fenomena yang terjadi pada proses kerja alam semesta raya...
Berkaitan dengan proses kerja dari jagat semesta raya yang bersifat abadi, dalam hubungannya dengan fenomena black-holes yang tak abadi, terlebih jika dihubungkan dengan segala peristiwa yang pernah dan akan terjadi dibumi ini, maka sekedar sebagai ilustrasi perbandingan dapatlah kita kemukakan suatu paragraf sebagai berikut :
Bahwa..., keabadian proses kerja jagat semesta raya dengan segala rupa aktifitasnya yang tidak-terhingga, semua itu terangkum dalam Lauhul Mahfudz, suatu Kitab Induk (Ummul Kitab) disisi keabadian Maha Pencipta yang sangat tinggi nilainya. Bahwa.., tempat beredarnya / tenggelamnya gugusan bintang-bintang sebagai suatu momentum ketidak-abadian itu tercakupi keseluruhan prosesinya dalam Kitab AlQur'an yang terpelihara kesuciannya dalam Kitab-Induk / Ummul Kitab QS.43:4. QS.85:21-22. Dan bahwa.., segala peristiwa yang telah dan akan terjadi di bumi telah teringkas dalam Ummul Qur'an / Surah Al Fatihah.
Maka jelaslah bagi kita, bahwa Al Fatihah adalah Ummul Qur'an, sebagaimana Al Qur'an adalah Ummul Kitab, sebagaimana Ummul Kitab terpelihara di Lauhul Mahfudz di sisi keabadian Ilmu ALLAH yang sangat tinggi nilainya.
Berdasar pada ilustrasi perbandingan ini, kita dapat lebih memahami bahwa tindakan sholat dimana Al Fatihah merupakan bagian penting didalamnya, adalah wujud pengakuan utama terhadap esensi kerja alam semesta. Bukankah Nabi Muhammad SAW telah berkata dalam Hadits Qudsi bahwa mi'raj-nya orang mu'min adalah sholat..?. Sementara mi'raj yang Baginda SAW alami adalah bukti nyata, bahwa tempat akhir segala bentuk relatifitas (Sidratul Muntaha) yang sempat dikunjunginya, terdapat surga (dimensi kekekalan) yang juga sempat dilihatnya QS.53:14-17 & 42. Hal demikian itu sungguh terjadi karena kecepatan mi'raj Nabi SAW dikehendaki ALLAH SWT melebihi kecepatan cahaya.
Dari uraian mengenai kerangka konsep penciptaan ini maka sampailah kita pada suatu rangkuman yang menunjukkan adanya korelasi antara empirisme dengan absolutisme dalam Surah Al Fatihah, dalam hubungannya dengan fenomena yang terjadi pada proses kerja alam semesta raya...