|
|
|
KEMARIN DAN ESOK DALAM KEKINIAN KITA
Kemarin adalah masa lalu yang secara linear akan semakin menjauh dari diri kita, sedangkan masa depan adalah hari esok yang waktu dan keadaannya akan semakin mendekati kita. Masa lalu adalah kumpulan memori / kenangan berisi berbagai pengalaman suka maupun duka. Masa sekarang diisi dengan bermacam pengamalan dan perenungan, sedangkan hari esok adalah masa depan yang perlu direncanakan / dirancang untuk melakukan tindakan / pengamalan yang lebih baik dan lebih benar dibandingkan dengan apa yang sudah manusia temukan dan lakukan di masa-masa yang telah lalu. Semua orang waras pasti telah memahami semua keadaan yang disebutkan diatas tadi. Sebagaimana telah disinggung pada bagian akhir dari Bab III sebelumnya yakni mengenai sifat kewarasan dari sisi kemanusiaan jika hal itu dihubungkan dengan keadaan hari esok, maka peristiwa Hari Kiamat merupakan fenomena dahsyat dari suatu siklus kerja alam semesta yang pasti akan terjadi. Kita sama-sama menunggu kapan kepastian Hari Esok itu akan menjumpai semua ciptaan-Nya. Entah hal ini akan dimulai dengan diakibatkan oleh runtuhnya bagian pusat galaksi Bimasakti yang kita huni, atau hancurnya sistem tata surya kita, atau terjadinya bencana / perubahan iklim yang sangat ekstream di bumi ini, atau bahkan.., saat ruh terlepas dari jasad kita masing-masing. Semua hal itu adalah kepastian suatu tingkatan Kiamat yang semakin hari akan semakin mendekati.. Sikap dasar kewarasan kita menginginkan agar setiap manusia dapat lulus menempuh berbagai ujian kehidupan di dunia ini, sehingga semuanya diharapkan layak untuk tinggal menetap di negeri surga. Namun.., mengingat beraneka rupa kekejaman dan bermacam pengalaman buruk dengan berbagai tingkat kekejian yang telah melimpah-ruah dialami oleh bangsa manusia dimasa lalu hingga saat ini, rasanya sulit sekali bagi kita untuk membayangkan bagaimana para penganiaya dan pihak yang terzhalimi bisa saling tersenyum dan sama bergandengan tangan demi menuju gerbang pintu negeri surga yang dipenuhi suasana damai, sejahtera dan sentausa. Terlebih jika kita mengingat kembali apa yang secara haqqul yaqin telah dialami Baginda Rosulullah Muhammad SAW ketika Beliau melakukan perjalanan Mi'raj menuju Sidratul Muntaha. Saat itu Nabi SAW sempat menyaksikan begitu berlimpah-ruahnya bangsa manusia yang terhempas berjatuhan ke lembah neraka dan bagaimana mereka menjalani keadaan yang sangat memilukan di tempat-tempat yang begitu mengenaskan itu... Berkaitan dengan hal inilah, kita akan terus mencoba bercermin kembali kepada runutan peristiwa sejarah di masa lalu, supaya apa yang kita lakukan di masa kini dapat menjadi suatu amalan kerja yang lebih baik dan lebih benar dibandingkan dengan masa sebelumnya. Sehingga.., harapan untuk bisa menikmati hari esok yang penuh bahagia dapat terus bersemayam hidup didalam dada umat manusia. Harapan yang akan terus kita hidupkan ini merupakan cahaya penerang untuk bekal meniti semua ujian kehidupan yang akan kita jumpai di hadapan nanti, baik yang berdampak menyilaukan maupun yang berpotensi menggelapkan rasionalitas pikiran dan hati-nurani. Sehingga semoga kiranya, kita akan senantiasa dapat memelihara kewarasan jiwa yang mampu mengimbangi dan menerangi setiap proses lajunya rasionalitas pikiran / intelektualitas manusia. |
PROSPEK KHILAFAH ISLAMI DITENGAH UMAT MANUSIA
Upaya Membumikan AlQur'an Bicara mengenai sikap waras dari sifat kemanusiaan kita, secara umum semua orang menginginkan suatu sistem kehidupan yang damai dan dapat menjamin suatu tingkat kesejahteraan yang memadai serta terpenuhinya rasa kenyamanan dan keadilan terhadap semua golongan manusia. Manakala semua keinginan itu telah bisa terwujud, barangkali sikap kewarasan kita akan semakin meningkat sampai kepada hal-hal yang belum perlu kita bayangkan hingga saat ini. Kita belum perlu misalnya, membuat rancangan undang-undang yang mengatur mengenai hak dari kepemilikan atas benda-benda langit yang dekat dengan orbit bumi, seumpama asteroid misalnya..., yang disinyalir para ilmuwan antariksa memiliki kandungan emas dengan konsentrasi 100 kali lebih banyak dibanding konsentrasi tambang emas di bumi. Barangkali.., semua manusia yang berpikir secara normal akan mencurigai kewarasan siapa saja yang mencoba memperjuangkan RUU semacam itu. Walaupun demikian, kita pun perlu mempertanyakan secara hati-hati, model kewarasan macam apa yang dimiliki seorang multi milyarder dunia manakala ia dan segelintir kelompoknya berencana merancang pengeboran suatu asteroid di ruang-angkasa. Rencana yang telah usai dideklarasikannya pada tahun-tahun awal abad ini, berdasarkan ketersediaan dana dan hasil dari penelitian serta kemampuan teknologi yang dimiliki sekarang, baru akan dapat diwujudkan sekitar 20 tahun mendatang. Jika rencana ini berhasil, Sang Multi milyarder telah siap memproklamasikan dirinya untuk segera mengklaim asteroid yang siap dibor untuk ditambang itu.., sebagai miliknya pribadi yang dinyatakan sah secara hukum. Mungkin besarnya ambisi tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bisnis yang sepenuhnya rasional, sehingga akan tampak wajar bilamana sebagian orang menilainya sebagai tindakan kreatif yang menyenangkan dan menggairahkan peradaban ras manusia. Bukankah dalam suatu Hadits Riwayat Muslim dituliskan sabda Rosulullah SAW, "..Anak Adam walaupun telah mempunyai harta / emas sebanyak 2 gunung niscaya ia masih menginginkan lebih lagi, walaupun hanyalah tanah dirongganya yang dibawa..". Demikian sifat manusia yang tidak akan pernah merasa cukup puas, kecuali setelah kembali ke tanah sebagai asal sari-pati jasadnya. Namun kadang-kala, akibat realita paradoks yang terjadi dimana-mana, rasionalitas manusia tidak mesti selalu seiring-sejalan dengan tingkat kewarasannya. Manakala kita senantiasa bergembira karena hidup dipenuhi kesejahteraan dan kecukupan, sementara tetangga kita disebelah rumah terpaksa berpuasa beberapa hari sambil sibuk menenangkan anak-anak mereka yang menangis karena kekurangan makanan.., maka kewarasan kita sangat perlu untuk dipertanyakan. Selebihnya, kita terkategori sebagai manusia yang tak beriman karena tidak percaya kepada adanya Hari Pembalasan. Makna kata 'tetangga' dalam kalimat tersebut dapat pula berarti mahluk hidup lain yang tinggal menetap di sekeliling kita, teman dekat kita, tetangga sebelah rumah, tetangga kampung, hingga tetangga antar benua satu dengan benua lainnya. Tingkat kewarasan serupa yang juga perlu untuk dipertanyakan adalah, manakala sekelompok kecil dari golongan elite manusia secara sengaja memobilisasi akumulasi dana yang luar-biasa besarnya untuk tujuan suatu proyeksi keuntungan pribadi yang jauh lebih luar-biasa lagi dahsyatnya. Sementara pada saat yang bersamaan terjadi jutaan kematian sebagai akibat dari kurangnya gizi makanan dan penyakit kemelaratan... Terlebih lagi bila dihadapkan pada kenyataan lain yang sebetulnya saling berhubungan, bahwa puluhan negara miskin dan berkembang tak terasa semakin kurus dan tergantung lilitan utang sebagaimana semakin gemuknya negara-negara pemberi pinjaman. Maka kewarasan kemanusiaan pun dipertanyakan, kepada hakim manakah ketidak-adilan massal ini bisa secara tuntas dibenahi, diperbaiki dan diluruskan....? |
Mencermati kenyataan perkembangan rasionalitas manusia yang secara umum nampak semakin berseberangan atau bahkan semakin bertentangan dengan kewarasan kemanusiaannya, sehingga jargon-jargon semacam peningkatan kesejahteraan umum, kedamaian internasional, dan keadilan dalam hidup berperadaban, ternyata hanya baru mampu difungsikan sebagai alat propaganda kekuasaan bagi segelintir manusia.
Maka, daripada kita 'melulu' menjelaskan kepada dunia bahwa AlQur'an adalah pedoman bagi kemanusiaan yang paling benar dan sempurna isinya, alangkah baiknya sebagian dari kita memanfaatkan keseluruhan energi yang dimiliki untuk menggali kandungan AlQur'an dan menghasilkan penemuan-penemuan yang penting dari padanya, sehingga mampu berperan memberi kemaslahatan bagi segenap mahluk ciptaan-Nya.
Kita perlu mewaspadai adanya kelompok-kelompok organisasi / kajian khusus yang dengan kemajuan sains, informasi, dan teknologi, dengan disertai segala sumber dana yang dimiliki, pada gilirannya ternyata mereka makin melaju memimpin peradaban di muka bumi ini. Hal demikian terjadi, justru karena mereka lebih serius menggali sumber-sumber penemuan penting dari AlQur'an namun sekaligus juga mengeliminir azas-azas pokok dan esensi dari kandungannya QS.15:90-92. Mereka mengira telah berbuat kebaikan terhadap kemanusiaan dan karenanya berhak pula mendapat banyak keuntungan dari berbagai kemajuan peradaban tersebut. Padahal.., sesungguhnya mereka itu sedang mengumpulkan kerugian demi kerugian sebagai akibat pengingkaran terhadap AlQur'an dan Hari Perjumpaan QS.18:103-106.
Sisi lain dari kewaspadaan yang juga diperlukan adalah, pengakuan tulus terhadap kelemahan kita sendiri yang lebih sering terlena dengan kebanggaan pada 'kulit' luar dari AlQur'an, sedangkan para pengingkarnya justru makin intensif menikmati 'isi' AlQur'an yang dielaborasi sedemikian rupa untuk kepentingan tertentu, yakni mempertahankan hegemoni peradaban dunia ditangan mereka.
Dalam hal ini, kita memerlukan berbagai perbaikan paradigma dalam usaha-usaha penafsiran AlQur'an secara lebih terinci dan komprehensif. Dimana.., AlQur'an tidak hanya melulu berfungsi sebagai media justifikasi terhadap berbagai rupa kemajuan empiris yang telah terjadi atau yang baru ditemukan, sehingga penafsiran Al Qur'an menjadi sebatas 'melulu' mengikuti perkembangan jaman yang terkesan bergerak liar.
Namun sebaliknya, justru kita perlu berupaya sedemikian rupa hingga akhirnya dapat menyusun teori-teori baru yang pada gilirannya menghasilkan inovasi-inovasi baru yang justru bersumber dari AlQur'an itu sendiri. Sehingga, penafsiran AlQur'an menjadi semakin lebih optimal fungsinya, yakni sebagai penuntun warna kemajuan jaman atau minimal sebagai stimulator peningkat peradaban, bukan melulu mengikuti kemajuan atau sekedar sebagai 'alat-bukti' perkembangan jaman / kemajuan peradaban saja.
Barangkali, hal demikian akan menjadi lebih mudah terlaksana manakala Khilafah Islam dapat dihadirkan kembali di muka bumi ini. Jika demikian, maka pertanyaan yang muncul adalah, kapan dan bagaimana Khilafah Islam dapat kembali terwujud di muka bumi ini....?
Kita mengetahui hal ini sebagai suatu pertanyaan yang cukup berat konsekuensinya, baik ditinjau dari segi makna maupun dalam upaya mengaplikasinya. Baik pertanyaan itu ditujukan bagi setiap umat Islam di seluruh dunia maupun bagi siapa saja yang memusuhinya, tetap saja tidak akan menemukan kemudahan untuk menjawabnya. Padahal.., secara konsep sudah sama diketahui, bahwa AlQur'an yang merupakan sumber utama dari ajaran Al Islam adalah merupakan rahmat yang membawa keberkahan dan ketentraman bagi seluruh isi alam, bukan hanya bagi kepentingan bangsa manusia.
Maka mestinya, siapapun akan gembira menyambut hadirnya Khilafah Islam di bumi ini, yang.., tentunya, akan ditegakkan dengan paradigma-paradigma baru yang lebih benar dan lebih maju, serta disesuaikan pula dengan perkembangan kesadaran akan pentingnya kemajuan spiritualitas umat manusia dewasa ini. Bahkan..., kalangan umat beragama lainpun tentunya akan ikut beruntung mendapatkan banyak manfaatnya, manakala Khilafah Islami dapat ditegakkan kembali secara bersama-sama.
Manfaat minimal yang bisa diraih oleh kalangan umat beragama lain adalah akan semakin kokohnya ikatan keberagamaan dari berbagai kalangan agamawan dalam upaya bersama mewaspadai bahaya atheisme radikal dan paganisme moderen yang telah menjadi musuh mereka bersama, baik yang bersumber dari jalur neo kapitalisme maupun juga dari jalur komunisme moderen. Bahkan termasuk hal-hal yang telah menjadi kerisauan global seumpama permasalahan ekologis dan soal-soal kemiskinan / kesenjangan, issue semacam itu tentu akan lebih mudah terpecahkan manakala kalangan umat beragama dan umat antar agama dapat saling bekerjasama menanganinya.
Berhubung berbagai macam kepentingan kebendaan/ duniawi masih saja saling tumpang-tindih serta bersimpang-siur, bahkan kadang-kala bertentangan satu sama lain, baik di dalam tubuh umat Islam sendiri maupun juga didalam umat beragama lain, maka berbagai macam usaha penyatuan misi dan visi kemanusiaan mestinya terus-menerus diupayakan, dimusyawarahkan, dikonsolidasikan secara berkala, dan dilakukan dengan cara-cara yang persuasif, proporsional, dan berulang-ulang.
Satu langkah hemat dari banyak hal yang dapat dilakukan adalah, terus berupaya seoptimal mungkin dengan menyakini (didalamnya terdapat tahapan-tahapan rasional yang terukur untuk mencapainya) bahwa Al Qur'an adalah benar-benar sebagai rahmat seluruh isi alam. Bahwa setiap muslim.., akibat dari keyakinan yang terus-menerus diupayakannya itu, dapat mewujudkan kepada siapapun juga mengenai sikap dan posisi dirinya yang Qur'ani, yang menjadi penebar kasih-sayang terhadap diri sendiri maupun mahluk lain di sekelilingnya.
Setelah kita mampu menunjukkan karya dan bukti bahwa kita adalah agen-agen Qur'ani yang rahmatan lil'alamin, tahap selanjutnya adalah berupaya memimpin diri kita sendiri dan lingkungan untuk mewujudkan tegaknya rahmatan lil'alamin sesuai kapasitas masing-masing. Apapun upaya dan faktor yang dapat mengganggu tahap pertama hendaknya dapat diupayakan untuk dicegah, diperbaiki, diperingatkan dan bilamana perlu diarahkan kepada hal-hal yang lebih bersifat persuasif demi kemaslahatan dan kepentingan bersama semua umat manusia. Tentunya, kita tidak ingin membiarkan keburukan terus berkembang.
Pada tahap ini diperlukan sikap bijaksana, kehati-hatian dalam bertindak, serta kewaspadaan sikap yang semua itu terangkum dalam beberapa unsur takwa. Tahap berikutnya adalah menyebarkan, merealisasikan, dan membumikan opini di kalangan umat bahwa perbedaan pendapat, perbedaan metode, perbedaan prinsip dan gaya, dan berbagai perbedaan lain yang tidak bertentangan dengan kaidah Ketauhidan maupun Keimanan, maka semua perbedaan itu adalah rahmat Tuhan Allah SWT yang mestinya senantiasa perlu disyukuri, dikelola, dan ditransformasikan kembali menjadi suatu bentuk rancangan baru yang lebih baik dan lebih benar dibanding rancangan sebelumnya...
Kita perlu mengingat kembali bahwa perbedaan adalah sunnatullah dan tidaklah perlu untuk dipertentangkan, karena perbedaan tidak sama dengan pertentangan. Perbedaan akan mampu memberikan kita beberapa ruang untuk saling mengisi dan saling melengkapi, sedangkan pertentangan tidak mampu memberi satupun ruang untuk hidup bersama melainkan untuk saling melenyapkan atau menyingkirkan antara satu dengan lainnya.
Karenanya, untuk meningkatkan proses kemajuan yang telah tercapai pada tahap tersebut diatas, perlu kiranya kita simak lebih lanjut mengenai pembahasan tentang perlunya suatu bentuk revolusi spiritual yang bisa dianggap cukup aman dan nyaman bagi peningkatan mutu spiritualitas umat manusia. Pembahasan mengenai hal ini akan dipaparkan seperlunya pada bagian akhir dari bab keempat ini.
Maka, daripada kita 'melulu' menjelaskan kepada dunia bahwa AlQur'an adalah pedoman bagi kemanusiaan yang paling benar dan sempurna isinya, alangkah baiknya sebagian dari kita memanfaatkan keseluruhan energi yang dimiliki untuk menggali kandungan AlQur'an dan menghasilkan penemuan-penemuan yang penting dari padanya, sehingga mampu berperan memberi kemaslahatan bagi segenap mahluk ciptaan-Nya.
Kita perlu mewaspadai adanya kelompok-kelompok organisasi / kajian khusus yang dengan kemajuan sains, informasi, dan teknologi, dengan disertai segala sumber dana yang dimiliki, pada gilirannya ternyata mereka makin melaju memimpin peradaban di muka bumi ini. Hal demikian terjadi, justru karena mereka lebih serius menggali sumber-sumber penemuan penting dari AlQur'an namun sekaligus juga mengeliminir azas-azas pokok dan esensi dari kandungannya QS.15:90-92. Mereka mengira telah berbuat kebaikan terhadap kemanusiaan dan karenanya berhak pula mendapat banyak keuntungan dari berbagai kemajuan peradaban tersebut. Padahal.., sesungguhnya mereka itu sedang mengumpulkan kerugian demi kerugian sebagai akibat pengingkaran terhadap AlQur'an dan Hari Perjumpaan QS.18:103-106.
Sisi lain dari kewaspadaan yang juga diperlukan adalah, pengakuan tulus terhadap kelemahan kita sendiri yang lebih sering terlena dengan kebanggaan pada 'kulit' luar dari AlQur'an, sedangkan para pengingkarnya justru makin intensif menikmati 'isi' AlQur'an yang dielaborasi sedemikian rupa untuk kepentingan tertentu, yakni mempertahankan hegemoni peradaban dunia ditangan mereka.
Dalam hal ini, kita memerlukan berbagai perbaikan paradigma dalam usaha-usaha penafsiran AlQur'an secara lebih terinci dan komprehensif. Dimana.., AlQur'an tidak hanya melulu berfungsi sebagai media justifikasi terhadap berbagai rupa kemajuan empiris yang telah terjadi atau yang baru ditemukan, sehingga penafsiran Al Qur'an menjadi sebatas 'melulu' mengikuti perkembangan jaman yang terkesan bergerak liar.
Namun sebaliknya, justru kita perlu berupaya sedemikian rupa hingga akhirnya dapat menyusun teori-teori baru yang pada gilirannya menghasilkan inovasi-inovasi baru yang justru bersumber dari AlQur'an itu sendiri. Sehingga, penafsiran AlQur'an menjadi semakin lebih optimal fungsinya, yakni sebagai penuntun warna kemajuan jaman atau minimal sebagai stimulator peningkat peradaban, bukan melulu mengikuti kemajuan atau sekedar sebagai 'alat-bukti' perkembangan jaman / kemajuan peradaban saja.
Barangkali, hal demikian akan menjadi lebih mudah terlaksana manakala Khilafah Islam dapat dihadirkan kembali di muka bumi ini. Jika demikian, maka pertanyaan yang muncul adalah, kapan dan bagaimana Khilafah Islam dapat kembali terwujud di muka bumi ini....?
Kita mengetahui hal ini sebagai suatu pertanyaan yang cukup berat konsekuensinya, baik ditinjau dari segi makna maupun dalam upaya mengaplikasinya. Baik pertanyaan itu ditujukan bagi setiap umat Islam di seluruh dunia maupun bagi siapa saja yang memusuhinya, tetap saja tidak akan menemukan kemudahan untuk menjawabnya. Padahal.., secara konsep sudah sama diketahui, bahwa AlQur'an yang merupakan sumber utama dari ajaran Al Islam adalah merupakan rahmat yang membawa keberkahan dan ketentraman bagi seluruh isi alam, bukan hanya bagi kepentingan bangsa manusia.
Maka mestinya, siapapun akan gembira menyambut hadirnya Khilafah Islam di bumi ini, yang.., tentunya, akan ditegakkan dengan paradigma-paradigma baru yang lebih benar dan lebih maju, serta disesuaikan pula dengan perkembangan kesadaran akan pentingnya kemajuan spiritualitas umat manusia dewasa ini. Bahkan..., kalangan umat beragama lainpun tentunya akan ikut beruntung mendapatkan banyak manfaatnya, manakala Khilafah Islami dapat ditegakkan kembali secara bersama-sama.
Manfaat minimal yang bisa diraih oleh kalangan umat beragama lain adalah akan semakin kokohnya ikatan keberagamaan dari berbagai kalangan agamawan dalam upaya bersama mewaspadai bahaya atheisme radikal dan paganisme moderen yang telah menjadi musuh mereka bersama, baik yang bersumber dari jalur neo kapitalisme maupun juga dari jalur komunisme moderen. Bahkan termasuk hal-hal yang telah menjadi kerisauan global seumpama permasalahan ekologis dan soal-soal kemiskinan / kesenjangan, issue semacam itu tentu akan lebih mudah terpecahkan manakala kalangan umat beragama dan umat antar agama dapat saling bekerjasama menanganinya.
Berhubung berbagai macam kepentingan kebendaan/ duniawi masih saja saling tumpang-tindih serta bersimpang-siur, bahkan kadang-kala bertentangan satu sama lain, baik di dalam tubuh umat Islam sendiri maupun juga didalam umat beragama lain, maka berbagai macam usaha penyatuan misi dan visi kemanusiaan mestinya terus-menerus diupayakan, dimusyawarahkan, dikonsolidasikan secara berkala, dan dilakukan dengan cara-cara yang persuasif, proporsional, dan berulang-ulang.
Satu langkah hemat dari banyak hal yang dapat dilakukan adalah, terus berupaya seoptimal mungkin dengan menyakini (didalamnya terdapat tahapan-tahapan rasional yang terukur untuk mencapainya) bahwa Al Qur'an adalah benar-benar sebagai rahmat seluruh isi alam. Bahwa setiap muslim.., akibat dari keyakinan yang terus-menerus diupayakannya itu, dapat mewujudkan kepada siapapun juga mengenai sikap dan posisi dirinya yang Qur'ani, yang menjadi penebar kasih-sayang terhadap diri sendiri maupun mahluk lain di sekelilingnya.
Setelah kita mampu menunjukkan karya dan bukti bahwa kita adalah agen-agen Qur'ani yang rahmatan lil'alamin, tahap selanjutnya adalah berupaya memimpin diri kita sendiri dan lingkungan untuk mewujudkan tegaknya rahmatan lil'alamin sesuai kapasitas masing-masing. Apapun upaya dan faktor yang dapat mengganggu tahap pertama hendaknya dapat diupayakan untuk dicegah, diperbaiki, diperingatkan dan bilamana perlu diarahkan kepada hal-hal yang lebih bersifat persuasif demi kemaslahatan dan kepentingan bersama semua umat manusia. Tentunya, kita tidak ingin membiarkan keburukan terus berkembang.
Pada tahap ini diperlukan sikap bijaksana, kehati-hatian dalam bertindak, serta kewaspadaan sikap yang semua itu terangkum dalam beberapa unsur takwa. Tahap berikutnya adalah menyebarkan, merealisasikan, dan membumikan opini di kalangan umat bahwa perbedaan pendapat, perbedaan metode, perbedaan prinsip dan gaya, dan berbagai perbedaan lain yang tidak bertentangan dengan kaidah Ketauhidan maupun Keimanan, maka semua perbedaan itu adalah rahmat Tuhan Allah SWT yang mestinya senantiasa perlu disyukuri, dikelola, dan ditransformasikan kembali menjadi suatu bentuk rancangan baru yang lebih baik dan lebih benar dibanding rancangan sebelumnya...
Kita perlu mengingat kembali bahwa perbedaan adalah sunnatullah dan tidaklah perlu untuk dipertentangkan, karena perbedaan tidak sama dengan pertentangan. Perbedaan akan mampu memberikan kita beberapa ruang untuk saling mengisi dan saling melengkapi, sedangkan pertentangan tidak mampu memberi satupun ruang untuk hidup bersama melainkan untuk saling melenyapkan atau menyingkirkan antara satu dengan lainnya.
Karenanya, untuk meningkatkan proses kemajuan yang telah tercapai pada tahap tersebut diatas, perlu kiranya kita simak lebih lanjut mengenai pembahasan tentang perlunya suatu bentuk revolusi spiritual yang bisa dianggap cukup aman dan nyaman bagi peningkatan mutu spiritualitas umat manusia. Pembahasan mengenai hal ini akan dipaparkan seperlunya pada bagian akhir dari bab keempat ini.
HADIRNYA KHILAFAH ISLAM DAN IMAMUL MU'MININ
Berkenaan dengan istilah 'kulit' AlQur'an, kita memang harus melestarikan segala upaya yang berhubungan dengan usaha kehafidzhan, karena dengan upaya itu kita akan terus mendapati banyak hikmah yang luar biasa besarnya. Terkait dengan berbagai rupa kelemahan umat Islam yang makin nampak mengemuka saat ini..., kita juga perlu untuk bersegera menyatukan kembali segala visi dan misi dalam suatu kerjasama penafsiran AlQur'an diberbagai bidang ilmu kehidupan, hal mana kerjasama dalam bidang itu dapat 'dilembagakan' secara internasional dan bersifat universal....
Usaha ini akan bisa berfungsi lebih efektif dan optimal manakala dilakukan oleh kaum muttaqin di seluruh bumi, melalui para wakil organisasinya yang dipilih di tiap-tiap wilayah negeri masing-masing. Kongres mengenai hal ini dapat dilakukan beberapa tahun sekali untuk membahas sejauh mana tingkat kesatuan visi dan misi mengenai penafsiran AlQur'an dapat segera diperbaiki dan diukur secara bersama-sama oleh para peserta kongres. Setelah hal itu dilakukan, hasilnya dapat ditindak-lanjuti dengan berbagai penelitian yang bersumber dari atau berdasarkan kepada hasil-hasil penafsiran bersama terhadap AlQur'an tersebut, dalam bidang disiplin ilmu pengetahuan masing-masing. Untuk tahap selanjutnya, hasil-hasil dari penelitian bersama berdasarkan kepada penafsiran AlQur'an itu kemudian dapat segera disebar-luaskan ke tiap wilayah negeri untuk dimasyarakatkan, diaplikasikan / diterapkan sesuai dengan situasi, kondisi dan kapabilitas dari setiap wilayah negeri yang bersangkutan. Beberapa tahun berselang kongres pun dapat dilakukan untuk memusyawarahkan kembali, mengukur tingkat perkembangannya, dan memperbaiki hasil-hasil yang telah dicapai untuk ditingkatkan pada tahap selanjutnya. Demikian proses ini dapat berlanjut sedemikian rupa hingga sampailah umat pada kondisi dimana AlQur'an benar-benar telah dapat difungsikan sebagai penuntun warna jaman atau stimulator kemajuan peradaban... Yang hendak diraih dalam upaya ini adalah adanya kesatuan gerak dan sikap dari seluruh umat untuk mewujudkan dan sekaligus membuktikan kepada ras manusia, bahwa AlQur'an adalah benar-benar Rahmatan Lil'aalamiin, merupakan berkah yang sangat berharga bagi seluruh isi alam ini, bukan hanya dalam hubungan antara sesama bangsa manusia saja, melainkan juga antara sesama mahluk hidup terhadap Sang Maha Pencipta, antara ras manusia dengan lingkungan kehidupan dan kemajuan peradaban yang senantiasa mengiringinya. Barangkali melalui upaya bersama secara konsisten, istiqomah, dan berkala semacam itu, maka Khilafah Islami yang rahmatan lil'alamin akan dapat segera terwujud dengan sendirinya secara lebih alami. Melalui kerjasama penafsiran AlQur'an dari para muttaqin dari seluruh penjuru bumi, kita tentu dapat menaruh harapan, juga ikut menyiapkan, dan menyediakan sarana yang diperlukan, serta membersihkan jalan bagi hadirnya Imam Al Mu'minin ditengah-tengah umat manusia di muka bumi ini. Tentu kita menyadari sepenuhnya, bahkan mereka yang terus-menerus berusaha bertakwa telah sampai pada keyakinan yang sempurna bahwa Imam Al mu'minin senantiasa hadir di setiap masa. Ada diantara mereka yang menyebutnya sebagai Shohibazzaman, yakni sahabat bagi segenap mahluk yang merindukan tegaknya kebenaran dan keadilan pada setiap jaman, yakni orang yang sangat konsern dan penuh perhatian dengan persoalan jaman, baik perkembangan maupun kemundurannya. Shohibazzaman adalah seorang manusia biasa seperti kita juga, bukan seorang Nabi dan bukan pula seorang Rosul. Ia adalah figur kebenaran yang dipilih oleh para muttaqin dari seluruh penjuru bumi. Karena yang memilihnya adalah wakil dari orang-orang yang bertakwa dari segenap negeri, maka tentunya Shohibazzaman adalah orang yang paling bertakwa diantara manusia, sehingga layaklah ia menjadi Imam Al mu'minin bagi seluruh umat mu'min sedunia, bahkan bagi seluruh alam di jamannya. Jadi sebenarnya, tidak sulit menghadirkan seorang Imam Al mu'minin ditengah-tengah ras manusia, yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menjembatani puncak-puncak rasionalitas manusia dengan tingkat kewarasan spiritualitas yang telah dicapainya. Karena sesungguhnya, ia memang selalu ada disekitar kita.... Namun, yang sulit adalah menghadirkan kejernihan pikiran dan hati-nurani, serta semangat kebersamaan kita untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut serta menyiapkan kehadirannya ditengah-tengah umat manusia. Agaknya.., akan menjadi lebih sulit lagi bilamana kita sama sekali tidak punya cita-cita kearah itu, alias berputus asa. Tentu saja.., bukan untuk hal demikian maksud dan tujuan dari rancangan pembahasan ini. Kita menyadari sepenuhnya, berdasarkan pengalaman sejarah sejak beberapa ratus tahun yang lalu hingga saat ini, nasib umat muslim di seluruh penjuru bumi belum pernah bisa diharapkan perbaikan sepenuhnya melalui lembaga-lembaga pemerintahan dari negara-negara yang ada. Kalau toh ada sedikit kemajuan yang muncul disana-sini, pengaruhnya masih sedemikian kecil untuk menutupi berbagai kekurangan, bermacam kelemahan, dan penderitaan, yang begitu menganga didepan mata dunia. Kita mengerti bahwa perbaikan nasib itu hanya bisa diupayakan / diwujudkan oleh kita sendiri sebagai umat yang nota-bene difungsikan sebagai rahmatan lil'alamin. Ini bukanlah tugas omong-kosong atau fungsi yang dicari-cari, melainkan ia merupakan amanah yang dilimpahkan Allah SWT kepada Muhammad SAW untuk kemudian dilanjutkan oleh semua umatnya di sepanjang masa. Dan kita pun mengetahui pula bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu umat manakala setiap diri / individu dalam umat itu tidak mau lagi berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri. Maka, menjadi kemuliaan bagi setiap individu muslim untuk siap mengemban tugas suci ini, yakni sebagai rahmatan lil 'aalamin sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing, dan menjadi kehinaan manakala tugas itu dikhianatinya. Ini merupakan tugas universal yang diamanahkan bagi setiap muslim di seluruh penjuru bumi, bila sebagian besar dari umat tidak mampu melaksanakannya maka sebagian besar umat dapat berarti telah kehilangan kemuliaannya. Kurang berhasilnya sebagian besar umat dalam menjalankan fungsinya sebagai insan rahmatan lil'aalamiin di bumi ini terkait erat dengan kekurang-mampuannya dalam menjalankan fungsi kepemimpinan atau kekhilafahan dalam diri sendiri, dalam keluarga, dalam lingkungan, apalagi dalam sistem pemerintahan suatu negara secara umum. Selanjutnya.., kekurang-mampuan kita dalam menjalankan fungsi kekhalifahan terkait erat dengan kurang sempurnanya kita dalam menjalankan fungsi pengabdian, yakni menyembah hanya kepada Allah SWT saja. Memang, secara syariat-lahiriah kita sebagai umat beragama bisa terlihat nampak khusyuk beribadah bersama-sama di masjid, di gereja, di vihara, di pura, atau... di tempat-tempat ibadah lainnya sesuai dengan tata-cara syariat agamanya masing-masing, namun secara spiritual-batiniah apakah ia mampu menjaga dan meningkatkan kualitas prilaku kita..? Apakah ibadah dari umat beragama selama ini telah mampu mencegah atau menghilangkan aneka penyakit korupsi dan tindak kezhaliman diantara sesama manusia..? Apakah bangsa yang sangat religius ini telah mampu mewujudkan kedamaian, ketentraman, kesejahteraan, saling tenggang-rasa dalam kasih-sayang dan keadilan di tanah-airnya sendiri..? Jika jawabannya tidak memuaskan hati kita.., berarti ada yang salah dari niat atau motivasi ibadah dari umat beragama di negeri ini. Niat atau motivasi bangsa kita dalam beribadah itu bukan semata karena Tuhan ALLAH Sang Hyang Esa, Zat Maha Tunggal dengan segala nama-Nya Yang Sempurna, melainkan karena ingin harta berlimpah, kedudukan dan tahta yang mulia, ingin tenar dan menguasai banyak pengikut, ingin berkelimpahan pahala, ingin aneka rupa egoisme tetap bersemayam dalam dadanya, dan lain-lain sebagainya. Sebagaimana telah diketahui, ALLAH SWT tidak menciptakan golongan jin dan manusia melainkan untuk beribadah hanya kepada-Nya saja QS.51:56. Hal ini tentu mengantarkan kita pada suatu konsekuensi bahwa, apapun yang dilakukan, sepanjang sesuai dengan yang diperintahkan Sang Pencipta dan dengan penuh kesadaran diniatkan sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan, maka aktivitas itu hakikatnya bermakna ibadah. Namun bila berlaku sebaliknya, meskipun bentuk aktivitasnya sama namun karena niat dan tujuan yang hendak dicapai dari aktivitas itu berbeda, tentu dapat bermakna pengingkaran, disfungsi, atau penyelewengan terhadap maksud dan tujuan daripada penciptaannya. Berkaitan dengan fungsi kekhalifahan yang sifatnya natural-alamiah QS.6:165, manakala fungsi azazi dalam diri tiap manusia ini ('ubudiah) tidak diterapkan sebagaimana mestinya, maka berbagai macam penderitaan dan aneka rupa bencana niscaya akan segera tiba menghampiri. Dengan kata lain, fungsi universal manusia sebagai rahmatan lil 'aalamiin menjadi sangat sulit terwujud. Berdasarkan korelasi dari ketiga fungsi itu, kita dapat melihat dan merasakan betapa pentingnya manusia untuk mengetahui lebih mendalam, mengenal lebih dekat lagi, dan meyakini dengan sesungguhnya atas keberadaan Zat Maha Sempurna dengan segala sifat-sifat kesempurnaan yang senantiasa dimiliki-Nya. Semakin manusia berusaha berproses untuk meningkatkan keyakinan kearah itu maka menjadi semakin mudah baginya untuk menjalankan ketiga fungsi yang saling terkait itu. Segala bentuk ibadah dengan berbagai aturan yang telah ditetapkan akan menjadi begitu ringan dikerjakan karena hati-nurani telah terhubung erat dengan Tuhan, sehingga yang diharapkan hanya keridhoan Allah SWT. Sehingga, manusia akhirnya akan sampai pada suatu tingkat keyakinan bahwa Sang Pencipta dirinya adalah Zat Yang Maha Mengetahui segala rahasia yang ada dalam dadanya, bahwa kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa benar-benar nyata terasa dalam hati-nuraninya.. Manusia semacam ini tidak lagi akan mudah terlena oleh sanjungan orang-orang gemar memuji dengan maksud tertentu, tidak pula terganggu oleh ulah orang yang suka bergunjing, berghibah, dan memfitnah. Semakin kita mengenal Tuhan Yang Sebenarnya (Al Haq) semakin kita konsisten / istiqomah dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan ini akan meningkatkan manusia pada derajat takwa. Semakin tinggi derajat ketakwaan manusia menjadikan semakin makmur, damai, dan sejahteralah seluruh isi bumi karena rahmat Allah SWT tercurah kepada mereka semua... Pendek kata, tidak ada sedikitpun kerugian yang dialami manusia manakala berusaha mengenal Allah SWT lebih dekat, lalu lebih dekat lagi. Hingga, sampailah kita pada suatu kejujuran rasional/ intelektual yang senantiasa mampu mengarahkan kesadaran emosi-hatinya pada usaha penyempurnaan dan pensucian jiwa-spiritualitasnya... Jadi secara garis besar dapat dikatakan, bahwa ketiga fungsi atau amanah yang diserahkan oleh Zat Maha Pencipta kepada ras manusia diatas muka bumi ini pada dasarnya sesuai dengan perkembangan jiwanya, baik secara individu, secara sosial, maupun secara universal. Fungsi atau amanah itu bukanlah merupakan suatu beban yang dipikulkan secara sewenang-wenang diatas pundak manusia, bukan pula sebagai belenggu yang begitu mengekang kreatifitas berpikir dan berkarya dalam mengisi peradabannya, apalagi jika amanah itu dianggap sebagai jerat yang membuat manusia terperangkap dalam sikap apatis dan pasrah menunggu mati secara percuma. Anggapan semacam ini hanyalah bersumber dari tipu-daya setan yang selalu saja menginginkan agar ras manusia lalai menunaikan amanah dari Sang Pencipta dalam usaha memakmurkan bumi ini. Justru amanah itu dirancang sedemikian rupa untuk kebahagiaan ras manusia seutuhnya, di alam semesta yang bersifat relatif-empiristis ini dan di alam akhirat yang mutlak-abadi nanti. Karena sesungguhnya, Allah SWT tidak menganiaya ras manusia sedikitpun juga, melainkan manusialah yang suka menganiaya dirinya sendiri QS.10:44. Allah Yang Maha Sempurna tidak membutuhkan ibadah hamba-Nya, tetapi ras manusia sangat butuh beribadah agar jiwanya dapat berkembang sempurna dan bahagia. Untuk kebutuhan inilah ras manusia dipersilahkan beribadah kepada Zat Yang Maha Sempurna, Yang tidak perlu makan maupun minum, Yang tidak butuh Putra atau Ibu atau Bapak, Zat Yang tidak dilahirkan dan tidak melahirkan, Zat Yang tidak ada sesuatu apapun mampu menandingi kesempurnaan-Nya, karena tidak ada segala apapun yang mampu melambangkan atau meyerupai Zat Yang Maha Suci. Dia-lah ALLAH SWT, tidak ada Tuhan selain diri-Nya QS.20:14.., Dia memperkenalkan nama-Nya dihadapan manusia, dan memerintahkan agar beribadah kepada-NYa, mendirikan sholat dengan sungguh-singguh untuk mengingat-NYa, agar ras manusia semakin mampu berproses menyempurnakan jiwanya. Proses penyempurnaan jiwa ini akan terganggu atau berhenti bila manusia lupa atau tidak mau mengingat Allah SWT dalam setiap aktifitas/ibadah yang dilakukannya. Kebalikan dari hal ini adalah, manusia menjadi semakin mampu meningkatkan kualitas berpikir yang mengarah pada pencerahan akal-nurani dari waktu ke waktu sepanjang perjalanan hidup yang dilalui bila tujuan hidupnya senantiasa diorientasikan kepada Tuhan Yang Maha Esa. |
Dalam makna empiris dapat dikatakan bahwa, pengetahuan yang mendalam mengenai Aqidah Tauhid dapat mengarahkan ras manusia sampai pada kematangan rasional berpikir, yang sekaligus juga mampu mengantarkannya pada puncak-puncak kewarasan jiwa kemanusiaannya.
Ilmu yang memiliki manfaat sangat luar-biasa bagi kemajuan peradaban manusia ini akan menjadi sedemikian mubadzir bila diajarkan kepada segala manusia dengan cara-cara yang kurang bijaksana. Apalagi jika diupayakan sedemikian rupa, hingga akhirnya sampai pada suatu kondisi, dimana ilmu Tauhid dianggap hanyalah sebagai satu diantara cabang ilmu agama tertentu, sementara agama juga dianggap sebagai bagian dari banyak ilmu pengetahuan yang tidak lebih penting dari lainnya. Sikap negatif yang dihasilkan dari upaya semacam itu akan semakin menjauhkan rasionalitas berpikir manusia dengan tingkat kewarasan jiwanya. Tentu saja, kondisi sedemikian ini akan semakin memperburuk situasi peradaban dunia. Mengingat para pejuang Atheisme (yang bukan cuma Komunisme tapi juga sebagian besar pakar empiris-kapitalisme) tak pernah lelah berinovasi menghasilkan berbagai jenis produk yang kesemuanya itu difungsikan untuk selalu mengefektifkan propaganda sebagai motor pendorong keampuhan argumentasi ajarannya....., maka sudah sewajarnya bila para Ahli Tauhid bergotong-royong 'turun-gunung' membumikan ajaran Tuhan alam semesta ini ke seluruh umat manusia. Usaha para pejuang Tauhid akan semakin efektif mencerahkan rasionalitas manusia.., manakala ajaran Aqidah yang disampaikannya itu benar-benar mampu secara signifikan menjadi motor penggerak utama, menjadi sumber motivasi tertinggi dalam setiap dinamika, dan memiliki kapabilitas yang tinggi dalam menjembatani, memicu, dan mengarahkan setiap kemajuan empiris yang terjadi.......... Berbagai prasyarat dan hal lain yang lebih penting akan menjadi lebih mudah diwujudkan dengan cara meningkatkan usaha kerjasama mengenai studi banding lintas sektoral, yang secara berkala dituangkan dalam bentuk diskusi dan seminar berkala, orasi ilmiah, dan berbagai bentuk penguatan silaturahim lainnya. Bermacam gaya berpikir kritis menjadi sangat perlu untuk senantiasa terus diproduksi dan dikembangkan kearah pemecahan berbagai masalah, bukan justru menambah masalah dengan memecah-belah umat. Walaupun begitu, bermacam jenis cekcok dan perdebatan yang menguras banyak energi serta menghabiskan sisa umur yang dimiliki sebaiknya perlu dihindari, karena pengetahuan mengenai Aqidah bukanlah melulu dogma mati, atau suatu ilmu sempurna yang hanya bisa dikuasai oleh penafsir tunggal..... Bukan hanya milik orang Arab, orang Barat, atau orang Kejawen saja. Justru kesempurnaan ilmu aqidah akan semakin terasa menggetarkan jiwa, makin memperluas jangkauan berpikir, dan terus-menerus menguatkan akal-nurani ras manusia, manakala pemberdayaan mengenai ilmu itu mau dengan sungguh-sungguh diupayakan oleh para pejuang Tauhid dan para pakar Aqidah secara bersama-sama. Secara spiritual, target utama yang hendak dicapai dalam upaya ini diantaranya adalah membangkitkan kembali, memelihara, dan meningkatkan kerinduan kepada Zat Maha Pencipta dan Rosul-Nya. Pencapaian terhadap target ini akan dengan sendirinya dapat mengeliminir secara bertahap berbagai penyakit rohani yang telah terjadi di semua lini masyarakat seumpama, penyakit 'riya'-pamer, sombong-takabur, bakhil-kikir, tamak-serakah, ujub, khianat, dusta-bohong, zalim, iri-dengki/ hasad, ghibah, fitnah dan lain-lain sejenisnya yang kesemua penyakit ini merupakan sumber penyebab penyakit sosial yang berkemampuan mengancam kesehatan jiwa masyarakat dan meruntuhkan bangsa. Secara intelektual, target itu akan membawa kita pada konsekuensi dimana manusia akan senantiasa terpacu untuk terus memperbaiki dan mengoptimalkan daya-pikir dalam setiap usaha-ikhtiar yang dilakukannya, lalu direfleksikan hasil usaha itu pada kesempurnaan sifat Zat Maha Pencipta, untuk kemudian memacu kembali usaha perbaikan dan optimalisasi daya-pikirnya. Hal demikian ini akan semakin mendorong spiritualitas manusia untuk tergerak lebih dekat lagi ingin mengenal dan meniru segala bentuk kebaikan dan kepemurahan Zat Tuhan Yang Maha Sempurna....... Tentunya, nama-nama semacam Namrudz, Fir'aun dan berbagai macam sifat lain sejenisnya tidak akan mudah lagi muncul di muka bumi sebagai akibat dari kesadaran yang telah merata dari umat manusia bahwa Tuhan mereka adalah Tunggal, Maha Suci dari segala sesuatu yang mampu disifatkan oleh segala mahluk kepada-Nya. Demikian pemberdayaan ilmu Aqidah itu diupayakan sedemikian rupa sehingga terwujud sinergi yang signifikan dan saling menguatkan antar kemajuan spiritualitas disatu sisi dengan peningkatan intelektualitas yang telah memadai. Pada gilirannya..., target yang bersifat etis-moral dapatlah dengan mudah memasyarakat di segenap lapisan umat. Sehingga.., hanya setelah melalui kondisi semacam itulah maka berbagai bentuk aturan dan apapun produk hukum yang dihasilkan untuk kepentingan hidup bersama akan memungkinkan dapat berfungsi secara optimal dan memuaskan semua pihak yang ada didalamnya. Pada kenyataannya, pemberdayaan ilmu Aqidah secara intensif dan kontinyu akan dapat meningkatkan kualitas dan kesempurnaan ibadah. Sebagai contoh sentral adalah ibadah sholat.., ia bukan sekedar akan menghasilkan kekhusyu'an yang terus meningkat dan membuahkan akhlak Al karimah yang menjadi berkah bagi sekelilingnya saja, namun akan mampu mengantarkan sesama manusia pada puncak kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manakala nilai Aqidah teraplikasi secara komprehensif, akrab, dan bersifat universal. Untuk sampai pada tujuan ini maka penggalian / eksplorasi makna Asma Al Husna dapat dielaborasi sedemikian rupa secara inter-multi disipliner di setiap bidang ilmu dalam berbagai ragam aktifitas manusia. Sehingga dapatlah diharapkan, segala macam bentuk aktivitas itu benar-benar telah berfungsi sebagai rahmatan lil'aalamiin, sebagai berkah bagi seluruh isi alam disekitarnya. Untuk itu kita perlu menyusun langkah-langkah konkrit yang 'terorganisir' secara rapi, dan berkesinambungan dalam memberdayakan sekaligus menyebarkan manfaat yang berkenaan dengan makna Asma Al Husna dalam setiap segi kehidupan ras manusia. Langkah konkrit itu misalnya adalah menyelenggarakan musyawarah umat pada setiap ba'da sholat Jum'at disetiap masjid jami' di seluruh muka bumi.............. Siapa saja yang merasa memiliki sebentuk kepedulian terhadap nasib umat berhak untuk menyampaikan pendapat dan usulannya berkaitan dengan pemberdayaan nilai Aqidah dalam masyarakat, dan juga optimalisasi fungsi masjid sebagai pusat kajian dan pengembangan sumber daya masyarakat disekitarnya. Hal penting lainnya adalah usulan yang berkaitan dengan pengembangan jaringan informasi antara masjid jami' yang satu dengan masjid jami' yang lain, apakah yang berada di dalam negeri maupun antar negara lainnya. Melalui penyelenggaran musyawarah umat secara terbuka, kontinyu dan berkala, diharapkan dapat terwujud kesatuan visi dan gerak yang akan mampu mendorong arah perbaikan dan kemajuan umat secara lebih signifikan dan terukur. Motto atau semacam semboyan : 'Dari umat.., oleh umat.., dan untuk umat..' akan berfungsi nyata karena tidak lagi diposisikan sebagai obyek penderita, melainkan umat secara bertahap dapat diarahkan sebagai subyek / pelaku utama dari setiap dinamika yang terjadi. Berkenaan dengan itu fungsi masjid jami' dapat semakin dioptimalkan mengikuti perkembangan kemajuan jamaahnya, sesuai dengan sumber-daya masing-masing. Fungsi-fungsi sentral masjid sebagai sarana peningkatan kualitas Aqidah umat sekaligus sebagai sarana untuk mensejahterakan seluruh jamaahnya akan semakin mudah terrealisir melalui peningkatan mobilisasi arus informasi yang secara ramah dan terbuka dapat dengan mudah diakses para jamahnya melalui pusat-pusat penerangan yang berada disetiap masjid jami'. Dalam hal ini, selain berperan sebagai mediator, pusat penerangan masjid jami' dapat pula dikembangkan sebagai fasilitator, motivator, dan regulator yang mengatur berbagai aktivitas jamahnya dalam suatu sistem yang efisien, ramah, rendah-hati, dan profesional. Efektifitas kinerja akan dapat terus-menerus diperbaharui ke tingkat yang lebih maju lagi manakala pusat penerangan yang ada telah saling terkoneksi antara masjid jami' yang satu dengan masjid jami' yang lain. Dengan kata lain, telah terbentuk suatu jaringan arus informasi antar masjid jami' yang dapat menjembatani berbagai kepentingan umat, dapat menyelaraskan aneka perbedaan yang timbul, dan saling bekerjasama mengatasi bermacam kekurangan dan problematika yang terjadi. Apapun bentuk kemajuan yang dicapai pada setiap masjid jami', tentunya bukan untuk sebatas dijadikan kebanggaan bagi pengurus maupun jamaahnya, melainkan sebagai sarana penguatan tali silaturrahim yang kemudian mampu diproyeksikan pada tujuan yang lebih luhur dan lebih mulia. Dalam kerangka inilah, cita-cita luhur dan mulia yang dirindukan umat berupa tumbuh tegaknya Khilafah Islami yang rahmatan lil'aalamiin dapat dibangun diatas pondasi yang kokoh dan terstruktur dengan rapi, karena berawal dari setiap denyut Aqidah umat yang senantiasa tercerahkan secara terus-menerus disetiap masjid jami' yang tersebar di segala pelosok bumi. Tentunya......., ini bukan perkara main-main atau semacam suatu proyek yang dapat diwujudkan dengan cepat dan mudah. Betapapun besarnya dana yang disediakan dan dilengkapi pula dengan berbagai sarana yang moderen, semuanya itu bukanlah merupakan jaminan utama yang dapat mewujudkan suatu cita-cita yang luhur lagi mulia. Cita-cita itu hanya akan terwujud dari partisipasi umat secara menyeluruh karena umatlah yang menjadi pelaku utama untuk dapat kembali mewujudkan cita-cita itu. Konsekuensinya adalah.., komunitas umat, dengan bekal Aqidah Tauhid yang mendalam dan ibadah yang terus disempurnakannya dari waktu ke waktu, bertanggung-jawab penuh terhadap lahirnya orang-orang yang paling bertakwa diantara mereka, dari kalangan komunitas umat di lingkungannya masing-masing. Selanjutnya.., melalui jaringan arus informasi yang telah saling terkoneksi antara masjid jami' yang satu dengan masjid jami' yang lainnya, golongan orang-orang yang bertakwa diantara mereka itu memikul tanggung-jawab penuh terhadap lahirnya beberapa orang yang lebih bertakwa diantara mereka. Demikian proses ini terus diupayakan didalam suatu musyawarah berjenjang dan berskala, sehingga tiap-tiap umat dari berbagai pelosok negeri dapat mengirimkan masing-masing wakilnya untuk ikut serta bermusyawarah bersama para muttaqin dari berbagai pelosok bumi. Upaya-upaya semacam ini perlu dilakukan secara leluasa dengan menjauhkan sikap eksklusifisme maupun primordialisme, melainkan senantiasa ramah, santun dan terbuka. Bilamana perlu.., tokoh-tokoh umat beragama lain dipersilahkan ikut hadir untuk didengar buah pikiran dan pendapat dari masing-masing mereka. Melalui upaya bersama semacam inilah umat akan mampu melepaskan diri dari jerat keputus-asaan maupun kecurigaan, bahkan kepesimisan terhadap masa depan Islam dalam mengarungi kemajuan peradaban. Melalui musyawarah para muttaqin seluruh dunia itu pula dapat disusun program-program perbaikan nasib umat dalam berbagai bidang kehidupan ras manusia, dimana AlQur'an sebagai sumber utama bagi setiap sikap dan perilaku dapat ditafsirkan bersama para muttaqin agar darinya terhimpun suatu kesatuan potensi, keserasian visi, serta kesatuan / keharmonisan gerak dan misi yang diembannya. Sebagaimana telah sedikit dibahas sebelumnya, melalui penafsiran AlQur'an secara bersama oleh para ahli di bidangnya masing-masing itulah maka penafsiran AlQur'an dapat diproyeksikan sebagai suatu panduan induk yang mempunyai kemampuan untuk menstimulasi / memicu meningkatkan peradaban dan menuntun perbaikan jaman, dan bukan hanya sekedar ditafsirkan sebagai alat bukti terhadap setiap kemajuan jaman... Melalui aktivitas semacam itu pula, dapatlah dihimpun berbagai potensi umat diseluruh dunia, baik itu berupa potensi material berupa akumulasi dana (zakat harta, zakat maal, hewan ternak untuk Qurban, dsb) maupun sumber daya manusia yang terhimpun menyatu, menuju kepada suatu kesatuan gerak, visi dan cita-cita, yakni membangun kembali tegaknya Khilafah Islami yang menebarkan kemaslahatan, sebagai rahmat bagi seluruh alam...... |