|
|
|
BAB V
|
|
KEBIJAKAN EVOLUSI RAS MANUSIA DI ALAM SEMESTA
"Maka Aku bersumpah dengan tempat beredar /tenggelamnya gugusan bintang. Sungguh itu adalah sumpah yang dahsyat andai saja kamu mengetahui. Sesungguhnya hal itu adalah AlQur'an yang mulia. Didalam Kitab yang dipelihara dengan baik. Tidak ada yang (mampu) menyentuhnya (merasakan kedahsyatannya) kecuali orang-orang yang disucikan. (Alqur'an itu) diturunkan dari Tuhannya Alam Semesta Raya" ...,QS.56:75-80
Hanya Dia saja yang mengetahui secara pasti makna Kalimat yang disampaikan-Nya untuk kita, seolah ingin ditunjukkan (nampaknya demikianlah keadaannya) bahwa keabsolutan Tuhan Pencipta benar-benar membuat kita merasa sangat bodoh dan begitu kecil tak berarti dihadapan maha karya ciptaan-Nya. Bisakah kita membayangkan betapa reniknya eksistensi diri manakala kita berada di tepi dari pusat pusaran galaksi Bimasakti, tempat dimana ratusan milyar sistem tata surya mulai terbentuk dan kelak akan menemui kehancurannya..
Namun justru akibat merasa bodoh (sehingga hadirlah sifat keingin-tahuan) itulah yang mendorong ras manusia untuk terus maju membuktikan diri bahwa Homo Sapiens mampu bertahan hidup hingga kini (..menurut keyakinan ilmu sains) jika dibandingkan dengan 'saudaranya' Homo Erectus yang telah punah hingga 300.000 tahun yang lalu.
Demikian pula dengan ras manusia 'moderen' yang pernah ada di Inggris (Cro Magnon), Jerman (Steinheim), Manusia Gunung Carmel di Palestina, Orang Shanidar di Irak Utara, dan lain-lainnya, yang walaupun volume otaknya (sekitar 1.450 CM3) dan postur tubuhnya lebih mirip dengan ras manusia sekarang, mereka toh hanya mampu bertahan dari kepunahan hingga 10.000 tahun yang lalu. Jika dibandingkan dengan Homo Erectus yang volume otaknya tidak lebih dari 1.000 CM3, Homo Sapiens memiliki volume dan massa otak yang jauh lebih besar, yakni sekitar 3 pounds.
Jadi wajarlah bila mamalia jenis primata ini (diantara sekitar 5.000 lebih jenis mamalia lainnya) mampu bertahan hidup dan berkembang (Sapient=Bijaksana) di muka bumi, bahkan berkuasa mengolah isi alam ini diantara hutan pegunungan dan padang rumput beserta 6000 macam bangsa reptil yang mendiaminya, sekitar 30.000 jenis ikan yang tersebar di lautan luas dan sungai-sungai, dan sekitar 9000 macam bangsa burung yang mengisi udara maupun hinggap di pepohonan, juga termasuk lebih dari 800.000 macam bangsa serangga yang siap menunggu untuk dikelola dan dimanfaatkan bangsa manusia. Pada periode seperempat abad lalu saja sudah terdapat 15 juta peternak lebah yang mampu mengelola sekurangnya 45 juta koloni lebah yang menghasilkan 270.000 ton madu per tahun. Dimasa sekarang, tentu serangga lebah itu telah semakin berkembang pesat mengingat kebutuhan madu setiap tahunnya selalu meningkat.
Uraian singkat mengenai keberadaan ras manusia dengan 'sedikit' realita alam yang melingkupinya, kelihatannya belum cukup untuk memuaskan keingin-tahuan yang dalam dari Homo Sapiens ini. Mungkin akibat sifat ke'Sapiens'nya (kebijaksanaannya) akhirnya ia tahu bahwa Homo Erectus menjadi punah karena begitu bodohnya dan tak becus menyiasati ganasnya alam (?). Sementara Cro Magnon, Steinheim, dan kelompok sejenisnya walaupun secara phisik mereka semua sudah tidak mirip dengan kera lagi.., namun secara psikis ternyata belum mampu menekan besarnya hasrat kebinatangan dan kezaliman kolektif mereka. Sekedar sebagai catatan kecil, dunia hewan memang memiliki aturan hidupnya secara tersendiri.
Dalam soal memburu dan diburu.., dunia hewan telah menjelaskan kepada ras manusia suatu sistem rantai makanan yang menakjubkan, sehingga.., (dengan tanpa memperhitungkan intervensi dan dampak buruk akibat aktifitas manusia) terbukti dengan sistem itu masing-masing hewan terpelihara kelestariannya. Demikian pula dalam soal regenerasi, populasi predator dalam tingkat tertentu umumnya lebih sedikit dibanding populasi pada level dibawahnya. Singkatnya, dunia hewan tidak memiliki "nafsu-berpikir" untuk mengkonsumsi alam melebihi kebutuhan hidup mereka.
Mungkin, hal itu berbeda bagi jenis Cro Magnon, Steinheim, dan kawan-kawan manusia purba lainnya. Justru karena volume otak mereka yang jauh lebih besar dibanding pendahulunya, kepunahan ras manusia jenis ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kelebihan 'nafsu hewaniah + kemampuan berpikir' yang mereka miliki..., Anda bisa membayangkan bagaimana naluri hewan liar yang lapar bercampur dengan insting untuk membunuh dan menguasai lahan buruan. Sekurang-kurangnya, kanibalisme cukup dominan dalam mewarnai setiap sisi kehidupan mereka.
Homo Sapiens mungkin tidak terlalu berbeda dengan pendahulunya, setidaknya ada kemiripan dalam postur tubuh dan volume otaknya. Sedikit perbedaan yang justru paling mendasar adalah kemampuan Homo Sapiens menggunakan pikiran dan nurani dalam bentuk rangkaian kata-kata. Kemampuan inilah yang barangkali dapat menjadikan Homo Sapiens mulai bisa berpikir dan bersikap bijaksana, dalam artian bahwa ia mulai tahu bahwa ia benar sehingga bahagia atau ia tahu bahwa ia salah sehingga ia menyesal.
Saya tidak mau berspekulasi terlalu jauh dengan mengatakan bahwa Adam AS termasuk bagian dari Cro Magnon yang mengalami 'Enlightenment' atau generasi Steinheim yang terkena 'Aufklarung' atau manusia pertama dari Mount Carmel di Palestina yang mendapat Wahyu dari Tuhan. Informasi yang mutlak pasti benarnya hanyalah berasal dari Sang Maha Mengetahui...
Memang telah disebutkan..., beberapa riwayat keagamaan telah menerangkan bahwa Adam dan Hawa telah dihadirkan Tuhan Maha Pencipta ke bumi ini sekitar tahun 5000 sebelum masehi, sebagian riwayat menerangkan bahwa Adam pernah hidup di bumi ini antara tahun 5872 s/d tahun 4942 SM, atau sekitar 8000 tahun yang lalu. Ada pula yang meyakini bahwa sebelum ada Nabi Adam AS yang merupakan bapaknya Para Nabi dan Rosul, pernah hidup pula seorang manusia Adam yang lain yakni sekitar 40.000 tahun yang lalu.
Jika demikian halnya, berarti telah terjadi suatu pertemuan dua jalur utama kebijakan evolusi yang mewarnai perkembangan evolusi ras manusia hingga sebagaimana telah terjadi seperti sekarang ini. Jalur yang pertama telah ditumbuh-kembangkan begitu lambat (menurut persepsi skala waktu perhitungan kita) oleh Sang Maha Pencipta melalui suatu proses evolusi yang terjadi sepanjang usia bumii Jalur yang kedua diturunkan Tuhan Maha Pencipta dari luar bumi, yakni dari ruang-angkasa atau dari dimensi lainnya. Kedua jalur ini mungkin pernah saling bertemu namun mungkin juga tidak, yang jelas keduanya telah pernah mengukir sejarah perjalanan suatu ras bangsa manusia di bumi ini.
Bagaimanapun juga, pengetahuan yang terus berkembang mengenai sejarah evolusi ras manusia hingga sekarang telah menjelaskan bahwa ia mengandung unsur pembangkangan maupun ketaatan dalam dirinya, sehingga memunculkan suatu kebijakan yang diharapkan mampu merangkum dan mengendalikan dua hal yang saling bertentangan dalam dirinya itu. Kebijakan ini pula yang kiranya mendorong ras manusia untuk terus menyelidiki asal-muasal kejadiannya dimasa lalu dengan menggali bukti-bukti Arkheologis-Paleontologis, sekaligus sibuk merancang berbagai teknologi demi melongok ke jendela nasibnya di masa mendatang.
Karenanya, Tuhan Yang Maha Bijaksana sebagai pemilik kebijaksanaan mutlak (Al Hakiem) memperkenalkan keingin-tahuan Homo Sapiens dengan nama-Nya yang lain yakni Yang Awal sekaligus Yang Akhir (Al Awwalu Wal Aakhiru) dan banyak nama-nama atau gelar kemuliaan milik Tuhan yang semuanya itu berada dalam suatu koridor : Maha Suci Tuhan dari segala hal yang terbersit dalam hati, angan-angan maupun buah pikiran manusia. Koridor semacam ini sangat penting untuk disampaikan kepada Homo Sapiens agar ia tidak tersungkur akibat pembangkangan dari kebijakannya sendiri (durhaka, zhalim) dan juga tidak kehilangan eksistensi kemanusiaannya akibat dari bentuk-bentuk ketaatan yang nisbi (sesat, zindik, fanatik)....
Hanya Dia saja yang mengetahui secara pasti makna Kalimat yang disampaikan-Nya untuk kita, seolah ingin ditunjukkan (nampaknya demikianlah keadaannya) bahwa keabsolutan Tuhan Pencipta benar-benar membuat kita merasa sangat bodoh dan begitu kecil tak berarti dihadapan maha karya ciptaan-Nya. Bisakah kita membayangkan betapa reniknya eksistensi diri manakala kita berada di tepi dari pusat pusaran galaksi Bimasakti, tempat dimana ratusan milyar sistem tata surya mulai terbentuk dan kelak akan menemui kehancurannya..
Namun justru akibat merasa bodoh (sehingga hadirlah sifat keingin-tahuan) itulah yang mendorong ras manusia untuk terus maju membuktikan diri bahwa Homo Sapiens mampu bertahan hidup hingga kini (..menurut keyakinan ilmu sains) jika dibandingkan dengan 'saudaranya' Homo Erectus yang telah punah hingga 300.000 tahun yang lalu.
Demikian pula dengan ras manusia 'moderen' yang pernah ada di Inggris (Cro Magnon), Jerman (Steinheim), Manusia Gunung Carmel di Palestina, Orang Shanidar di Irak Utara, dan lain-lainnya, yang walaupun volume otaknya (sekitar 1.450 CM3) dan postur tubuhnya lebih mirip dengan ras manusia sekarang, mereka toh hanya mampu bertahan dari kepunahan hingga 10.000 tahun yang lalu. Jika dibandingkan dengan Homo Erectus yang volume otaknya tidak lebih dari 1.000 CM3, Homo Sapiens memiliki volume dan massa otak yang jauh lebih besar, yakni sekitar 3 pounds.
Jadi wajarlah bila mamalia jenis primata ini (diantara sekitar 5.000 lebih jenis mamalia lainnya) mampu bertahan hidup dan berkembang (Sapient=Bijaksana) di muka bumi, bahkan berkuasa mengolah isi alam ini diantara hutan pegunungan dan padang rumput beserta 6000 macam bangsa reptil yang mendiaminya, sekitar 30.000 jenis ikan yang tersebar di lautan luas dan sungai-sungai, dan sekitar 9000 macam bangsa burung yang mengisi udara maupun hinggap di pepohonan, juga termasuk lebih dari 800.000 macam bangsa serangga yang siap menunggu untuk dikelola dan dimanfaatkan bangsa manusia. Pada periode seperempat abad lalu saja sudah terdapat 15 juta peternak lebah yang mampu mengelola sekurangnya 45 juta koloni lebah yang menghasilkan 270.000 ton madu per tahun. Dimasa sekarang, tentu serangga lebah itu telah semakin berkembang pesat mengingat kebutuhan madu setiap tahunnya selalu meningkat.
Uraian singkat mengenai keberadaan ras manusia dengan 'sedikit' realita alam yang melingkupinya, kelihatannya belum cukup untuk memuaskan keingin-tahuan yang dalam dari Homo Sapiens ini. Mungkin akibat sifat ke'Sapiens'nya (kebijaksanaannya) akhirnya ia tahu bahwa Homo Erectus menjadi punah karena begitu bodohnya dan tak becus menyiasati ganasnya alam (?). Sementara Cro Magnon, Steinheim, dan kelompok sejenisnya walaupun secara phisik mereka semua sudah tidak mirip dengan kera lagi.., namun secara psikis ternyata belum mampu menekan besarnya hasrat kebinatangan dan kezaliman kolektif mereka. Sekedar sebagai catatan kecil, dunia hewan memang memiliki aturan hidupnya secara tersendiri.
Dalam soal memburu dan diburu.., dunia hewan telah menjelaskan kepada ras manusia suatu sistem rantai makanan yang menakjubkan, sehingga.., (dengan tanpa memperhitungkan intervensi dan dampak buruk akibat aktifitas manusia) terbukti dengan sistem itu masing-masing hewan terpelihara kelestariannya. Demikian pula dalam soal regenerasi, populasi predator dalam tingkat tertentu umumnya lebih sedikit dibanding populasi pada level dibawahnya. Singkatnya, dunia hewan tidak memiliki "nafsu-berpikir" untuk mengkonsumsi alam melebihi kebutuhan hidup mereka.
Mungkin, hal itu berbeda bagi jenis Cro Magnon, Steinheim, dan kawan-kawan manusia purba lainnya. Justru karena volume otak mereka yang jauh lebih besar dibanding pendahulunya, kepunahan ras manusia jenis ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kelebihan 'nafsu hewaniah + kemampuan berpikir' yang mereka miliki..., Anda bisa membayangkan bagaimana naluri hewan liar yang lapar bercampur dengan insting untuk membunuh dan menguasai lahan buruan. Sekurang-kurangnya, kanibalisme cukup dominan dalam mewarnai setiap sisi kehidupan mereka.
Homo Sapiens mungkin tidak terlalu berbeda dengan pendahulunya, setidaknya ada kemiripan dalam postur tubuh dan volume otaknya. Sedikit perbedaan yang justru paling mendasar adalah kemampuan Homo Sapiens menggunakan pikiran dan nurani dalam bentuk rangkaian kata-kata. Kemampuan inilah yang barangkali dapat menjadikan Homo Sapiens mulai bisa berpikir dan bersikap bijaksana, dalam artian bahwa ia mulai tahu bahwa ia benar sehingga bahagia atau ia tahu bahwa ia salah sehingga ia menyesal.
Saya tidak mau berspekulasi terlalu jauh dengan mengatakan bahwa Adam AS termasuk bagian dari Cro Magnon yang mengalami 'Enlightenment' atau generasi Steinheim yang terkena 'Aufklarung' atau manusia pertama dari Mount Carmel di Palestina yang mendapat Wahyu dari Tuhan. Informasi yang mutlak pasti benarnya hanyalah berasal dari Sang Maha Mengetahui...
Memang telah disebutkan..., beberapa riwayat keagamaan telah menerangkan bahwa Adam dan Hawa telah dihadirkan Tuhan Maha Pencipta ke bumi ini sekitar tahun 5000 sebelum masehi, sebagian riwayat menerangkan bahwa Adam pernah hidup di bumi ini antara tahun 5872 s/d tahun 4942 SM, atau sekitar 8000 tahun yang lalu. Ada pula yang meyakini bahwa sebelum ada Nabi Adam AS yang merupakan bapaknya Para Nabi dan Rosul, pernah hidup pula seorang manusia Adam yang lain yakni sekitar 40.000 tahun yang lalu.
Jika demikian halnya, berarti telah terjadi suatu pertemuan dua jalur utama kebijakan evolusi yang mewarnai perkembangan evolusi ras manusia hingga sebagaimana telah terjadi seperti sekarang ini. Jalur yang pertama telah ditumbuh-kembangkan begitu lambat (menurut persepsi skala waktu perhitungan kita) oleh Sang Maha Pencipta melalui suatu proses evolusi yang terjadi sepanjang usia bumii Jalur yang kedua diturunkan Tuhan Maha Pencipta dari luar bumi, yakni dari ruang-angkasa atau dari dimensi lainnya. Kedua jalur ini mungkin pernah saling bertemu namun mungkin juga tidak, yang jelas keduanya telah pernah mengukir sejarah perjalanan suatu ras bangsa manusia di bumi ini.
Bagaimanapun juga, pengetahuan yang terus berkembang mengenai sejarah evolusi ras manusia hingga sekarang telah menjelaskan bahwa ia mengandung unsur pembangkangan maupun ketaatan dalam dirinya, sehingga memunculkan suatu kebijakan yang diharapkan mampu merangkum dan mengendalikan dua hal yang saling bertentangan dalam dirinya itu. Kebijakan ini pula yang kiranya mendorong ras manusia untuk terus menyelidiki asal-muasal kejadiannya dimasa lalu dengan menggali bukti-bukti Arkheologis-Paleontologis, sekaligus sibuk merancang berbagai teknologi demi melongok ke jendela nasibnya di masa mendatang.
Karenanya, Tuhan Yang Maha Bijaksana sebagai pemilik kebijaksanaan mutlak (Al Hakiem) memperkenalkan keingin-tahuan Homo Sapiens dengan nama-Nya yang lain yakni Yang Awal sekaligus Yang Akhir (Al Awwalu Wal Aakhiru) dan banyak nama-nama atau gelar kemuliaan milik Tuhan yang semuanya itu berada dalam suatu koridor : Maha Suci Tuhan dari segala hal yang terbersit dalam hati, angan-angan maupun buah pikiran manusia. Koridor semacam ini sangat penting untuk disampaikan kepada Homo Sapiens agar ia tidak tersungkur akibat pembangkangan dari kebijakannya sendiri (durhaka, zhalim) dan juga tidak kehilangan eksistensi kemanusiaannya akibat dari bentuk-bentuk ketaatan yang nisbi (sesat, zindik, fanatik)....
|
Secara ringkas telah diterangkan tadi bahwa ras manusia masa kini tidak akan pernah berhenti mengejar keingin-tahuannya.., baik ke masa lalu maupun ke masa yang akan datang. Beriring dengan kata-kata yang sedang ditulis ini kita kembali ingat sebuah Ayat dalam Kitab Suci, bahwa Tuhan telah bersumpah dengan tempat tenggelamnya suatu gugusan bintang. Dia mengklaim akan kedahsyatan sumpah-Nya andai kita mengetahui secara pasti mengenai hal itu. Berangkat dari 'ajakan' Tuhan Sang Pencipta inilah kita akan mencoba mengupas secara agak sedikit mendalam, bagaimana 'rupa dan rasa' dari kedahsyatan sumpah-Nya itu..., Barangkali saja, Tuhan akan berkenan memberikan beberapa tetes dari lautan pengetahuan-Nya Yang Maha Luas Ilmu-Nya itu kepada kita. QS.18:109.
Membicarakan evolusi manusia berarti membicarakan soal kurun waktu yang cukup lama untuk ditempuhnya. Sekitar 500.000 tahun yang lalu pada jaman Pleistosin-Pertengahan sekelompok manusia purba dianggap telah hidup digua-gua, mereka mampu menggosok-gosok kayu, sekam dan batu menjadi api dan mengembangkan keturunannya. Berdasarkan bukti-bukti temuan Paleontologi, berbagai jenis manusia purba telah pernah berkesempatan mendiami bumi ini selama ratusan ribu tahun lamanya dengan berburu. Diantara banyak temuan lainnya , ada juga Australopithecus Africanus, sejenis manusia purba yang lebih primitif karena lebih menyerupai kera, volume otaknya sekitar 500 s/d 600 CM3, dan mereka telah mampu berjalan tegak dengan dua kaki dan hidup di daerah yang terbuka. Banyak spekulasi / perdebatan mengenai keberadaan Australopithecus Africanus itu, ada yang memperkirakan mereka pernah hidup sekitar tiga sampai satu juta tahun yang lalu. Berdasarkan nama Australopithecus Africanus ini, kita bisa membayangkan bahwa dimasa lampau benua Australia pernah erat menyatu dengan benua Afrika. Bahkan, para ahli Geologi itu menyodorkan bukti susunan bebatuan yang sesuai jenis dan usianya dengan tepi-tepi daratan tertentu pada kedua benua itu. Dari temuan-temuan geologis tersebut maka dirumuskan bahwa, selama 200 juta tahun terakhir ini, sebuah daratan besar telah mengalami retakan dan terus bergerak perlahan, terus-menerus saling bergerak pelan dan memisah sampai sekarang. Ke bagian utara memunculkan benua Amerika utara, Eropa dan sebagian besar Asia. Ke bagian selatan memunculkan Afrika, Australia, Amerika Selatan, Antartika, dan India. Dalam rekonstruksi ini telah disebutkan juga, bahwa benua India mengalami pergerakan lebih cepat sekitar 135 juta tahun lalu ke arah Asia, kedua benua ini lambat-laun saling bertabrakan dan akhirnya menyatu sekitar 30 juta tahun lalu. Proses penyatuan akibat dari tabrakan inilah yang menghasilkan komplek pegunungan Himalaya yang sangat luas, menjulang tinggi dan paling rumit proses pembentukannya diantara aneka gunung-gunung dibelahan bumi lainnya. Mungkin, akibat dari fenomena Himalaya yang nampak begitu spektakuler dan mencengangkan itu, kebanyakan manusia menjadi terlalu mengaguminya hingga sampai menjadikannya sebagai tuhan atau dewa-dewa sebagai sesembahan mereka QS.27:61 QS.15:19.. Maka tumbuhlah berbagai rupa kebudayaan yang berpusat disekitar Nepal, India, dan China. Dari sana menyebar ke bagian timur, selatan dan tenggara Asia. Demikian pula bermunculan berbagai pusat kebudayaan di belahan benua lain dengan coraknya masing-masing. Mereka umumnya tumbuh dan berkembang di sekitar gunung-gunung yang tinggi mencekam, lembah-lembah sungai yang besar dan mempesona, atau tempat-tempat dimana terjadi suatu fenomena alam yang nampak luar-biasa bagi pandangan manusia. Data-data dari Arkheologi menyodorkan banyak bukti mengenai hal ini. Secara empiris dapat dikatakan bahwa, tumbuh dan berkembangnya kebudayaan itu diawali oleh suatu proses evolutif sebagai akibat adaptasi dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup mereka dari pengaruh perubahan lingkungan yang ekstream. |
|