|
|
|
KISAH BESAR NABI IBRAHIM
Untuk menutup pembahasan tentang peran Para Nabi ditengah perjalanan evolusi ras manusia ini, ada baiknya kita amati bagaimana usaha seorang manusia dalam upayanya mengenali Tuhan Pencipta Yang Maha Esa. Nama orang itu adalah Ibrahim AS, kita mengenalnya sebagai Imam semua umat beragama QS.2:124. Baik dari kalangan Yahudi, Nashrani, maupun Islam telah mengerti betul bagaimana cara menghormati dan mengenang perjalanan Nabi Ibrahim AS. Uraian dibawah ini akan mengupas hal-hal penting yang terkait dengan keberadaannya.
Sebagian besar manusia memahami Nabi Ibrahim AS sebagai pelopor agama monoteisme, daripadanya lahirlah agama-agama besar dunia yang pada dasarnya juga bersifat monoteism. Yahveh sebagai sebutan nama Tuhan bahasa Yahudi disembah bangsa Israel yang diturunkan dari Ya'kub AS. Isa Al Masih atau Yesus Kristus sebagai perwujudan Tuhan di bumi bagi kaum Nashrani, Ibundanya merupakan keturunan dari dari Ishaq AS. Dan Muhammad SAW yang merupakan panutan/suri tauladan utama bagi umat Islam, merupakan generasi Nabi dan Rasul Terakhir yang silsilahnya berasal dari Ismail AS. Ishaq AS dan anaknya Ya'kub AS, beribu Sarah.., dan Ismail AS beribu Hajar. Sarah dan Hajar merupakan dua istri dari Ibrahim AS, mereka berdua sangat taat dan setia kepada suaminya. Nabi Ibrahim AS sendiri termasuk dalam golongan Nabi Nuh AS, yakni golongan orang-orang yang mentauhidkan Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagian besar manusia memahami Nabi Ibrahim AS sebagai pelopor agama monoteisme, daripadanya lahirlah agama-agama besar dunia yang pada dasarnya juga bersifat monoteism. Yahveh sebagai sebutan nama Tuhan bahasa Yahudi disembah bangsa Israel yang diturunkan dari Ya'kub AS. Isa Al Masih atau Yesus Kristus sebagai perwujudan Tuhan di bumi bagi kaum Nashrani, Ibundanya merupakan keturunan dari dari Ishaq AS. Dan Muhammad SAW yang merupakan panutan/suri tauladan utama bagi umat Islam, merupakan generasi Nabi dan Rasul Terakhir yang silsilahnya berasal dari Ismail AS. Ishaq AS dan anaknya Ya'kub AS, beribu Sarah.., dan Ismail AS beribu Hajar. Sarah dan Hajar merupakan dua istri dari Ibrahim AS, mereka berdua sangat taat dan setia kepada suaminya. Nabi Ibrahim AS sendiri termasuk dalam golongan Nabi Nuh AS, yakni golongan orang-orang yang mentauhidkan Tuhan Yang Maha Esa.
Sekilas monoteisme dianggap sama dengan ketauhidan, namun dari paham itu muncul pula istilah politeisme yang merangkum dinamisme dan animisme, lalu timbullah pemahaman baru dengan istilah kesadaran kosmis. Pertanyaannya adalah, apakah Islam, Nashrani, dan Yahudi masuk dalam monoteisme..?
Jika benar begitu, mengapa mereka saling bertengkar, atau mudah dipertengkarkan ? Pertanyaan ini mengingatkan kita kembali pada QS.30:30-32, dimana Tuhan Yang Maha Tunggal memerintahkan ras manusia untuk secara tulus-ikhlas menyembah dan hanya tunduk kepada-Nya, manusia dilarang menjadi musyrik, yakni memecah belah agama ALLAH menjadi beberapa golongan sehingga masing-masing bangga dengan golongannya sendiri. Namun..., jika jawabannya tidak, maka siapakah yang benar dari ketiga ajaran monoteisme itu ? Berdasarkan kepada kerangka bahasan ini secara mudah bisa kita katakan bahwa, yang paling benar tentu saja adalah Al Haq, Tuhan Yang Maha Benar. Dengan kebenaran yang mutlak itu ALLAH SWT hendak menguji ras manusia agar berkompetisi menuju kebenaran-Nya dengan berbekal Takwa. Untuk itu maka setelah generasi Nuh, Huud, dan Shalih yang telah berlalu ribuan tahun sebelumnya.., dimunculkanlah kembali ruh kenabian oleh ALLAH SWT kepada Ibrahim. Ruh kenabian itu tidak dimunculkan Tuhan begitu saja, melainkan melalui proses demi proses sesuai dengan kebijakan-Nya yang penuh hikmah... Sebagaimana diketahui, Ibrahim dilahirkan dan dibesarkan ditengah keluarga pengrajin yang trampil membuat patunng berbagai ukuran untuk keperluan sesembahan berhala bagi kaumnya di Babilonia Kuno. Sebagian riwayat mengatakan bahwa Ibrahim lahir di kota Mosul di daerah Irak Utara, ada juga yang meriwayatkan kelahirannya di kota Ur disekitar Lembah Mesopotamia, kira-kira sekitar 4000 tahun yang lalu. Beriring dengan bertambahnya usia, Ibrahim kecil makin kritis berpikir dan terus mempertanyakan makna-makna tindakan yang dilakukan manusia, termasuk kaumnya, dirinya dan keluarganya. Ia telah terbiasa membuat patung sejak kecil, dan tidak sedikit pun merasakan pengaruhnya, kecuali semakin trampil mengerjakan perintah bapaknya untuk membuatkan patung yang lebih besar. Rasionalitasnya senantiasa terusik oleh berbagai persoalan yang menguras logika, seperti.., mengapa ia harus membuat patung dan menjualnya, kenapa mereka yang membeli patung-patung itu begitu menyenangi karya keluarganya, kemudian menjadikannya sebagai berhala-berhala yang disembah dan dihormati sedemikian rupa. Apa sebenarnya manfaat patung-patung berhala itu bagi mereka, dan sebagainya. Akhirnya Ibrahim kecil mengambil sikap menjarak, ia menjauh dari kaumnya untuk berusaha mencari jawaban. Ibrahim menghabiskan waktu remajanya untuk sibuk memikirkan segala macam fenomena alam disekitarnya. Bila malam menjelang, ia suka sekali memperhatikan bintang-gemintang yang begitu jernih berserakan indah di ruang- angkasa. Makin dipikirkan keberadaan bintang-bintang itu maka semakin takjublah ia terhadap keberadaannya. Sehingga suatu ketika ia sampai pada suatu keyakinan, bahwa bintang itulah Tuhannya, bukan patung berhala yang ia tahu sendiri dengan pasti bagaimana bentuk awal dan cara membuatnya. Namun.., ketika dengan seksama ia perhatikan bagimana bintang-bintang itu tenggelam dari peredarannya, keyakinannya pun turut meluntur-pudar. Keyakinannya mulai bergeser-pindah pada keindahan bulan yang cahayanya lebih terang-benderang. Rasionalitasnya yang semakin terasah itupun berkata bahwa ia termasuk golongan orang yang sesat bila bulan purnama yang akhirnya juga timbul-tenggelam itu terus dijadikannya sebagai Tuhan, sebagai pusat ketakjuban... Ibrahim terus-menerus mengasah rasionalitas berpikirnya, sekaligus tak jemu-jemu memperhatikan suara hati nuraninya semakin dalam, manakala ia setiap saat berusaha mengenali Tuhan, Sang Pusat Ketakjuban yang senantiasa dirindukannya. Demikianlah pula ketika telah sampai pemahamannya tentang matahari, dengan tegas ia katakan dihadapan banyak orang bahwa ia tidak percaya dengan matahari yang disembah sebagai Tuhan oleh sebagian kaumnya itu. Begitu jujurnya Ibrahim mengakui suara hatinya yang terdalam sehingga rasionalitas berpikirnya pun terus berkembang setiap waktu. Sehingga akhirnya.., sampilah ia pada suatu keyakinan absolut bahwa.., semua fenomena alam yang diamati, diselidiki, dan terus-menerus direnungkannya itu ternyata diciptakan oleh Yang Maha Pencipta.., Yang Maha Besar.., Tuhan Yang Senantiasa Ada. Karena pengertian seperti itu didapat dari suara hati nuraninya yang paling dalam, maka menjadi mustahil tampak oleh mata. Sebab, setiap yang tampak oleh mata, pastilah ada yang menciptaknnya. Demikianlah ALLAH SWT telah memperlihatkan kepada Ibrahim berbagai bukti kekuasan di ruang-angkasa dan di bumi agar ia termasuk dalam golongan orang yang meyakini sepenuhnya akan kebesaran Penciptanya. Ibrahim pun berikrar, Sesungguhnya Aku hadapkan diriku kepada Zat Pencipta ruang-angkasa dan bumi dengan tulus-ikhlas dan Aku bukanlah termasuk orang yang musyrik. Dengan berbekal ketauhidan (Keyakinan mutlak kepada ALLAH SWT) itulah ia jawab semua bantahan kaumnya dengan tingkat rasio yang sangat matang. Bagaimana mungkin ia bisa gentar terhadap berhala-berhala yang mereka sembah, sedangkan mereka sendiri telah mengetahui siapa yang membuat patung-berhala itu,, dimana logika berpikir mereka..? Untuk membuktikan ketidak-gentaran itu, dengan kecerdasan dan hasratnya supaya kaumnya mau berpikir logis, Ibrahim menghancurkan sebagian besar patung berhala itu dan disisakannya sebuah yang terbesar diantara mereka. Setelah semua masyarakat berkumpul untuk mengadilinya, seorang diantaranya menanyakan kepada Ibrahim apakah ia yang menghancurkan sesembahan mereka..? Ibrahim menjawab dengan ringan bahwa patung yang terbesar itulah yang melakukannya, jika mereka tak percaya maka tanyakanlah kepada patung-patung lain yang yang hancur berserakan disekitarnya. Nampak sejenak.., kaumnya agak sadar dan mulai mencoba berpikir logis, namun karena kesesatan mereka telah menggumpal sedemikian rupa akhirnya hawa nafsulah yang menguasainya. Nafsu Syaitan telah merasuki jiwa sebagian besar kaumnya, mereka mendirikan sebuah tungku api besar dan membakar Ibrahim yang berada didalamnya. Namun ALLAH SWT Yang Maha Perkasa memerintahkan gejolak api yang besar itu agar terasa sejuk bagi Nabi-Nya... Ibrahim AS akhirnya selamat sejahtera, tak sehelai rambut pun terkena sambaran api yang membubung tinggi mengelilinginya itu. Setelah beberapa waktu lamanya tungku api raksasa yang membara akhirnya mati, tinggalah tumpukan abu dan kepulan asap yang tersisa ditengah lapangan luas itu. Nabi Ibrahim AS telah selesai berdoa kepada Tuhannya, perlahan ia bangkit dan beranjak menjumpai kaumnya yang berkerumun keheranan itu. Ia sampaikan kepada mereka.., walaupun berhala-berhala itu mereka fungsikan sebagai sarana untuk menjembatani kepentingan kelompok masing-masing masyarakat untuk menjaga / memelihara Kasih-Sayang dan Kemakmuran hidup di dunia, namun dalam kehidupan di akhirat kelak akan berfungsi sebaliknya. Mereka akan saling caci dan saling mengutuki, dan mereka semuanya akan bersama-sama memasuki tungku api neraka. Namun demikian.., Ibrahim AS tetap berusaha menyadarkan kaumnya dan terus berharap agar mereka menyadari kesesatannya. Ia khawatir kaumnya akan ditimpakan Tuhan berupa azab bencana atau kehinaan di masa hidupnya. Demikian pula.., ketika Bapaknya sendiri telah hilang kesabarannya mendengarkan penjelasan Ibrahim AS lalu secara kasar mengusirnya, padahal apa yang disampaikannya didorong oleh rasa belas kasih sayang, disertai dengan kekhawatiran mendalam bahwa Bapaknya akan terkena azab yang berat dari Tuhannya. Akhirnya Ibrahim AS menyingkir dari kehidupan Bapaknya dan Kaumnya sambil terus berdoa agar Tuhan Maha Perkasa berkenan mengampuni mereka... Lalu, Tuhan Maha Pemurah menyampaikan kabar gembira kepadanya berupa akan lahirnya anak-anak yang akan meneruskan tugas kenabiannya, bahkan akan berlanjut hingga kepada generasi selanjutnya. Demikianlah sekilas mengenai cuplikan perjalanan Ibrahim AS yang tertuang dalam AlQur'an, diantaranya terdapat dalam QS.2:124-133, QS.6:74-81, QS.14:35-41, QS.19:41-49, QS.21:51-73, QS.26:69-89, QS.29:16-27, QS.37:83-113. QS.51:24-33.., dan beberapa ayat lain yang belum sempat tercatat disini. Kita dapati dalam AlQur'an begitu banyak ayat-ayatnya yang memuat kisah hidup perjalanan Nabi Ibrahim AS. Apa yang telah disampikan diatas itu tidaklah cukup untuk merangkai suatu konstruksi tentang kemuliaan sosok manusia yang tangguh dan suci ni. |
Kita dapati dalam AlQur'an begitu banyak ayat-ayatnya yang memuat kisah hidup perjalanan Nabi Ibrahim AS. Apa yang telah disampikan diatas itu tidaklah cukup untuk merangkai suatu konstruksi tentang kemuliaan sosok manusia yang tangguh dan suci ni.
Bahkan.., semua kata yang dituliskan disini masih jauh dari mencukupi untuk sekedar menggambarkan betapa Ibrahim AS sangat mengenal betul siapa sebenarnya Tuhannya Yang Maha Pencipta. Tuhan semesta alam hendak menjelaskan kepada ras manusia melalui AlQur'an yang mulia, bagaimana DIA hendak mengajarkan, mendidik, menguji seorang manusia sehingga sampai pada ketinggian logika rasionalnya, sekaligus juga sampai kepada pencapaian terdalam dari logika nuraninya. Mungkin Tuhan ingin menyampaikan bahwa keyakinan yang kebenarannya telah sampai kepada yang bersifat mutlak, tidaklah akan turun dalam jiwa manusia secara tiba-tiba atau mendadak jatuh dari langit.., melainkan harus diupayakan secara sungguh-sungguh melalui pemberdayaan rasionalitas-pikir seoptimal dan selogis mungkin, namun juga beriringan dengan kejujuran akal-nurani yang terus-menerus tanggap memberi respons dan koreksi. Namun demikian.., semua usaha ini tidaklah segera mencukupi, karena segala jenis kemutlakan hanya milik ALLAH SWT, miliknya Sang Khalik bukan miliknya mahluk, meskipun semua bentuk kebebasan itu diberikan seluasnya oleh Sang Khalik kepada semua jenis mahluk untuk berupaya mencapai kesempurnaan akhlak. Barangkali.., hanya sebagian kecil saja dari begitu banyak mahluk yang dianggap cukup mampu menghampiri kesempurnaan/kemutlakan sifat dari Sang Khalik. Kita akan dapat melihat bagaimana korelasi Khalik-akhlak-makhluk, bukan hanya dilihat dari satu asal akar kata yang sama (khulq, ciptaan, proses kejadian) melainkan juga dri segi realita penerapannya. Mereka yang memiliki akhlak rendah atau bahkan telah merusak akal-budinya, tidak akan sampai pada kedekatan makhluk dengan Sang Khalik. Sehingga.., tidak akan memungkinkannya sampai pada suatu tingkat keyakinan yang sempurna. Karenanya, keyakinan yang sempurna hanya bisa dikunjungi dengan upaya pemberdayaan rasionalitas-pikir dan akal-nurani seoptimal mungkin. Akhlak diyakini mampu membimbing ras manusia dalam usaha mengarahkan rasionalitas berpikirnya sampai pada taraf yang tinggi, sehingga dapat mengenali Kebesaran-Nya, Kekuasaan-Nya, Keperkasaan-Nya, Keagungan-Nya, dan Ilmu-Nya Sang Khalik.... Akhlak juga mampu membimbing ras manusia untuk secara kontinyu menggali kedalaman isi hatinya, dan mendengarkan nasehat nuraninya sampai pada kedalaman hati yang paling dasar. Sehingga.., dengan sangat jujur ia dapat mengenali betapa Tuhannya Maha Lembut, Maha Halus, Maha Melihat segala sesuatu, dan.. Maha Suci Dia dari persangkaan atau pengandaian pikiran dan hati manusia. Hal demikian sangat perlu untuk dicatat, mengingat bahwa ras manusia hanyalah satu dari sekian banyak jenis makhluk Tuhan lainnya. Jika manusia mengandaikan Sang Tuhan sebagaimana yang terbersit di hati atau pikirannya, maka bagaimana pula dengan pengandaian yang mungkin ada pada mahluk lain seumpama binatang, tetumbuhan, ruh dan berbagai jenis mahluk halus yang lain, atau orang-orang dari planet lain, atau bahkan seekor semut terhadap ALLAH SWT, Zat Yang Maha Pencipta. Apakah Tuhannya semut adalah Sang SEMUT Yang Sempurna Perkasa ? Maka dengan akhlak yang sedemikian sempurna, Nabi Ibrahim AS berikrar penuh keteguhan, bahwa segala jiwa dan raganya secara sungguh-sungguh hanya ia baktikan kepada Zat Pencipta ruang-angkasa dan bumi beserta segenap isinya. Dengan tulus dan ikhlas ia menyerah tunduk kepadaNya (menjadi Muslim dalam makna yang luas).., dan ia bukanlah termasuk golongan Musyrikin. Implikasi dari ikrar penuh dengan keteguhan itu membawa Ibrahim AS pada prilaku yang senantiasa mengarah pada Ketauhidan, dan senantiasa bersikap korektif terhadap kemusyrikan. Kita ingat ketika Ibrahim AS berada ditengah gejolak tungku api besar yang terus membakarnya (diriwayatkan selama beberapa hari).., keyakinan yang begitu sempurna telah menenangkannya sehingga pertolongan ALLAH SWT datang menghampirinya. Kita juga ingat ketika beberapa orang tamu berkunjung kedalam rumahnya, Ibrahim AS begitu hangat menyambut para tamu yang sama-sekali tak dikenalnya itu dan menjamu mereka dengan minuman susu dan daging sapi yang telah dibakar masak.., tanpa berpretensi apapun terhadap para tamunya itu QS.11:69-76. Bayangkan.., seorang Nabi yang sangat mulia dan dikaruniai mukjijat yang luar biasa, ternyata tidak mengenali identitas tamunya. Alasan apa yang bisa menjelaskan hal itu kalau bukan karena rasionalitas dan akhlaknya yang sangat luar biasa. Dan.., ketika para tamu itu akhirnya memperkenalkan diri bahwa mereka adalah Para Malaikat yang diutus ALLAH SWT untuk menyampaikan berita, maka Nabi Ibrahim AS kembali gembira dan bersyukur karena akan dikaruniai Ishak yang akan disusul juga dengan kelahiran Ya'kub. Namun, betapa risau dan berdukanya Ibrahim ketika Malaikat juga menyampaikan berita bahwa Kaumnya Nabi Luth AS akan tertimpa azab-bencana yang sangat memilukan. Saking ibanya, sampai-sampai Nabi Ibrahim membujuk Para Malaikat itu agar bersedia mengurungkan niat mereka. Hingga akhirnya..., Nabi Ibrahim AS menyerah, Para Malaikat itu dengan tegas mengatakan bahwa hal itu telah menjadi ketetapan ALLAH SWT. Sungguh.., kita dapat merasakan betapa Ibrahim AS termasuk seorang yang sangat penyantun lagi pengiba. Demikian pula ketika bertahun-tahun sebelumnya, Ibrahim AS diperintahkan oleh Tuhan untuk meninggalkan istrinya yang kedua, Hajar, dalam keadaan penat-letih karena belum lama melahirkan Ismail, disebuah padang pasir yang sangat tandus.., karena tidak ada satu pun mahluk hidup yang tinggal menetap ditempat itu. Tidak ada seekor nyamuk atau lalat sekalipun yang berada disitu, bahkan tidak juga setetes air penghilang dahaga. Yang tersedia hanya lautan pasir yang sangat gersang dan panas diantara kedua bukit batu yang sunyi membisu, sama sekali tak ada tanda-tanda kehidupan... Sangatlah berat meninggalkan istri yang begitu setia, bersama bayi merah mungil yang selama puluhan tahun ini begitu dinantikan kehadirannya. Namun semua telah menjadi ketetapan ALLAH SWT, suami istri yang saling mengasihi itu akhirnya rela menuruti apa yang telah dikehendaki oleh Sang Maha Hidup, Zat Maha Suci yang telah menjamin keselamatan hidup mereka selama ini. Hajar dan bayinya diperintahkan Tuhan tinggal berdua di Lembah Bakkah yang sunyi-sepi dan mati. Sementara Ibrahim AS diperintahkan Tuhan untuk kembali ke Palestina menjumpai Sarah. Selang beberapa waktu perbekalan yang dibawa Hajar pun sudah habis, payudaranya telah mengkerut kering, air susunya pun telah terkuras.., dan Ismail Sang bayi kecil terus menangis.., kehausan dan kelaparan. Hajar sepenuhnya telah yakin dengan pertolongan ALLAH, namun ia tidak mengerti sama-sekali dari mana pertolongan itu akan menghampirinya. Setengah ragu ia tinggalkan bayi itu.., mencoba berlari menuju ke suatu bukit, mungkin ia bisa temukan sumber air di bukit itu. Sang bayi mengerang kehausan.., Hajar pun berlari kembali menghampiri bayinya.., jeritan bayi itu begitu perih terdengar di telinga dan sangat menyayati hatinya. Dengan terengah-engah berurai air-mata, Hajar mendekap dan mencoba menenangkan bayi itu. Namun, nafas bayi yang kembang-kempis kehausan dan akhirnya nyaris sulit mengeluarkan suara itu, membuat Hajar kembali tegak berdiri. Ia berlari sekuat mungkin menuju ke bukit lainnya... Demikian hal itu berulang-ulang terjadi, Hajar berlari.., dan berlari lagi.., dari bukit yang satu ke bukit yang lain, terhuyung nyaris 'gila' hingga bolak-balik sebanyak tujuh kali. Tidak ada suatu apapun lagi yang bisa diharapkannya untuk menyelamatkan bayi yang sangat dicintainya itu, kecuali rahmat pertolongan dari Tuhannya. Dalam kondisi yang nyaris mati kelelahan dan kehausan, Hajar menghampiri bayinya yang terkulai layu tanpa daya. Kedua kaki bayi yang mungil itu bergerak-gerak lemah diantara tanah pasir yang nampak mulai basah... Hajar menyeka kedua pelupuk matanya, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia gali tanah berpasir di kedua ujung kaki bayinya itu, dan ia makin terheran-heran dengan air bening yang semakin deras muncul menggenangi kaki sang bayi. Hajar membersihkan kedua tangannya sebersih mungkin dengan mata air jernih menyegarkan yang memancar dari dalam tanah, dan langsung meneteskan ke mulut bayinya yang telah mengering itu... Perlahan, kedua mata Ismail Sang bayi kecil mulai terbuka, dan tanda-tanda kehidupan mulai menjalar ke sekelilingnya. Tiada henti-hentinya Hajar melepaskan pancaran rasa syukur yang meluap-luap dari hatinya itu, melalui lisannya yang parau dan lirih... |
Maka, mulailah tumbuh kehidupan di lembah Bakkah itu. Hajar dan Ismail Sang bayi 'penemu air kehidupan' kembali sehat dan segar. Tuhan mengilhamkan sekelompok imigran dari Yaman yang baru saja mengalami bencana alam di negerinya untuk pindah dan pergi melintasi lautan padang pasir yang tandus itu. Tak lama kemudian, Lembah Bakkah mulai dijadikan sebagai tempat pemukiman karena ada sumber mata air yang memancar. Mereka sangat menghormati Hajar dan Ismail sebagai pemilik mata air yang menjadi sumber kehidupan bagi mereka di negeri yang baru itu.
Setelah beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim AS diperintahkan Tuhan untuk kembali ke Lembah Bakkah untuk menemui Hajar dan Ismail. Didapatinya istri dan anak yang menyimpan segunung kerinduan itu dalam keadaan yang sejahtera dan tetap setia. Bahkan.., diperhatikannya Ismail telah tumbuh berkembang sebagai anak yang berbudi baik dan luhur jiwanya. Mereka pun saling melepas rindu, dan bersyukur atas Kebijakan Tuhan yang telah menempatkan mereka di lembah yang sebelumnya pernah tandus, mati dan gersang itu. Sungguh.., mereka benar-benar telah meyakini Kebesaran Tuhan.
Namun.., Tuhan Pencipta alam semesta kembali berkehendak menguji mereka, untuk meningkatkan derajat Nabi setinggi-tingginya agar menjadi hikmah berharga, serta membawa berkah bagi mahluk-Nya. Diperintahkan-Nya Ibrahim AS untuk menyembelih Ismail yang akan berangkat remaja, yang sangat disayanginya itu. Belum jugalah tumpah segenap kerinduan yang terpendam dalam dada mereka, mengapakah datangnya ujian justru dalam bentuk perintah yang seperti ini..? Apakah hikmah besar yang akan ditemui dibalik semua ujian yang sangat tidak rasional ini..?
Demikianlah.., selama berhari-hari lamanya Nabi Ibrahim AS gundah berpikir.., bahkan semakin keras berpikir. Namun.., perintah Tuhan yang turun melalui mimpi yang makin nyata itu terus-menerus hadir dalam setiap tidurnya. Akhirnya Ibrahim AS pasrah, dan tunduk menerima perintah itu. Hajar dan Ismail merasakan, ujian besar dari Tuhan sedang kembali menghampiri mereka, namun tidak mengetahui dalam bentuk apa ujian itu akan datang menghampiri.
Setelah selesai mengasah pedang pendeknya hingga menjadi sangat tajam, lalu diajaknya Ismail pergi ke suatu tempat sepi yang telah ditentukan. Ismail sama sekali tak mengetahui apa yang akan terjadi, ia begitu bahagia berada disisi Ayahandanya yang sangat dikagumi dan dirindukannya itu. Ismail selalu ingat bagaimana cerita Ibundanya yang senantisa berlinangan air mata ketika mengisahkan keagungan dan kesucian jiwa Ayahandanya. Perpisahan itu atas kehendak ALLAH semata, suatu ketika pasti mereka akan dapat bertemu dengan Ibrahim AS kembali. Demikianlah Hajar menghibur Ismail, setiap ia menanyakan keberadaan Ayahandanya.
Singkat cerita.., dengan penuh kasih sayang namun dalam keadaan hati yang hancur-lebur menahan beban kesedihan yang luar biasa, Ibrahim AS begitu lembut menyampaikan tentang mimpi yang sama selama berhari-hari dialaminya kepada Ismail. Ibrahim AS menuturkan perintah Tuhan itu dengan dengan perasaan yang pasrah hingga menggetarkan tubuhnya sebagaimana yang juga dirasakan oleh Ismail ketika dengan begitu seksama mendengarkan Ayahanda yang sangat dicintainya itu...
Kita saksikan, bagaimana dialog mereka terasa begitu mengharukan tertuang dalam QS.37:102, suatu dialog dua orang manusia yang saling menyayangi dan sama-sama saling mengenali Kebesaran Tuhannya. Kita bertanya-tany, apakah hikmah dari kejadian ini, dan apa yang kemudian terjadi dari doa-doa Ibrahim AS yang mengharukan itu. Bagaimana kelanjutan sejarah peristiwa itu pad masa sekarang ini..?
Kita dapati suatu sumber air zam-zam yang tidak pernah kering sejak bayi Ismail hingga sekarang, padahal telah dan akan makin banyak jumlah manusia dari segala ras dan penjuru dunia yang setiap saat memanfaatkan dan membawanya pulang ke negeri masing-masing. Dalam hal ini, tidak berlebihan kiranya jika kita katakan bahwa, beratnya penderitaan yang dialami Hajar dan Ismail hingga Tuhan Yang Maha Hidup berkehendak memunculkan mata air zam-zam dihadapan mereka, merupakan tebusan bagi suka-cita dan keberkahan yang dirasakan bagi setiap orang di bumi ini yang telah berkesempatan memanfaatkan faedahnya. Kita perhatikan bagaimana fenomena umrah dan haji yang terus bertambah dn berkembang, menyatukan semua ras manusia dari berbagai bangsa yang bertebaran di berbagai muka bumi, dengan berbagai macam warna kulit serta bercorak-ragam budaya dan bahasa, semuanya secara tertib melebur dalam satu tujuan yakni menunaikan perintah rukun Islam yang ke lima.
Apa yang kemudian telah dibangun kembali oleh Ibrahim AS bersama Ismail AS sebagai dasar-dasar Ka'bah, telah menjadi tempat bagi segala manusia untuk berthawaf. Para jamah haji itu berlari kecil antara bukit Syafa dan Marwa sebanyak tujuh kali bolak-balik untuk mengenang apa yang dilakukan Hajar dahulu kala dalam usaha mencari air untuk menyelamatkan Ismail.
Mereka bersama mengumandangkan talbiyah, "Labaikallaahumma labbaika, labbaika laa syarika laka labbaika.., Innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syarika laka..".... "Yaa Allaahu.., aku tetap tunduk kepada perintah-Mu.., tiada sekutu bagi-Mu.., sesungguhnya segala puji dan nikmat bagi-Mu.., dan Engkau yang menguasai segala sesuatu.., tak ada yang menyekutui kekuasaan-MU.."
Kita perhatikan bagaimana setiap tahun lautan manusia dari segenap penjuru bumi memenuhi panggilan Tuhan Pencipta alam semesta, mereka berkumpul di Padang Arafah dengan meninggalkan semua identitas keduniaannya, mengelilingi Ka'bah secara teratur (Thawaf) dan berlawanan arah dengan perputaran jarum jam. Sebagaimana arah planet-planet yang mengelilingi matahari kecuali venus, sebagaimana pula arah gerakan matahari bersama sekitar 200 milyar lebih bintang-bintang lainnya yang terlihat berputar mengelilingi pusat galaksi yang berwarna 'hitam' yang dikenali para astronom sebagai fenomena 'black-hole'...
Kita juga amati bagaimana diantara tahun-tahun haji itu ada pula umrah (haji kecil) dari bulan ke bulan, dan terutama buln Ramadhan kegiatan umrah menjadi semakin padat, sehingga berthawaf (mengelilingi bangunan hitam Ka-bah dengan arah berlawanan dari putaran jarum jam) menjadi suatu kegiatan ibadah yang tak pernah terasa sepi. Padahal setiap Jum'at, setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik.., bahkan setiap saat selalu saja ada kumpulan manusia yang menghadapkan wajahnya kearah Ka'bah untuk melakukan sholat dimanapun mereka berada. Hal demikian telah menjadi suatu keniscayaan secara pasti, mengingat pergeseran waktu sholat senantiasa mengiringi setiap jengkal perputaran bumi yang berotasi.
Kita pun mengetahui, setiap duduk tasyahud akhir ketika kita menjelang selesai sholat, sholawat dan keberkahan senantiasa kita sampaikan kepada Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan keluarganya sebagaimana yang telah diberikan ALLAH Pencipta alam semesta kepada Ibrahim AS beserta keluarganya. Kemudian ibadah sholat pun kita akhiri dengan mengucapkan salam ke segenap sekeliling kita, mendoakan segenap mahluk agar mendapat keselamatan dan rahmat ALLAH SWT. Semua diharapkan dapat 'melihat' dan merasakan manfaat doa itu, kecuali bagi mereka yang berada pada posisi membelakangi atau membangkangi / mengingkarinya.
Setelah beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim AS diperintahkan Tuhan untuk kembali ke Lembah Bakkah untuk menemui Hajar dan Ismail. Didapatinya istri dan anak yang menyimpan segunung kerinduan itu dalam keadaan yang sejahtera dan tetap setia. Bahkan.., diperhatikannya Ismail telah tumbuh berkembang sebagai anak yang berbudi baik dan luhur jiwanya. Mereka pun saling melepas rindu, dan bersyukur atas Kebijakan Tuhan yang telah menempatkan mereka di lembah yang sebelumnya pernah tandus, mati dan gersang itu. Sungguh.., mereka benar-benar telah meyakini Kebesaran Tuhan.
Namun.., Tuhan Pencipta alam semesta kembali berkehendak menguji mereka, untuk meningkatkan derajat Nabi setinggi-tingginya agar menjadi hikmah berharga, serta membawa berkah bagi mahluk-Nya. Diperintahkan-Nya Ibrahim AS untuk menyembelih Ismail yang akan berangkat remaja, yang sangat disayanginya itu. Belum jugalah tumpah segenap kerinduan yang terpendam dalam dada mereka, mengapakah datangnya ujian justru dalam bentuk perintah yang seperti ini..? Apakah hikmah besar yang akan ditemui dibalik semua ujian yang sangat tidak rasional ini..?
Demikianlah.., selama berhari-hari lamanya Nabi Ibrahim AS gundah berpikir.., bahkan semakin keras berpikir. Namun.., perintah Tuhan yang turun melalui mimpi yang makin nyata itu terus-menerus hadir dalam setiap tidurnya. Akhirnya Ibrahim AS pasrah, dan tunduk menerima perintah itu. Hajar dan Ismail merasakan, ujian besar dari Tuhan sedang kembali menghampiri mereka, namun tidak mengetahui dalam bentuk apa ujian itu akan datang menghampiri.
Setelah selesai mengasah pedang pendeknya hingga menjadi sangat tajam, lalu diajaknya Ismail pergi ke suatu tempat sepi yang telah ditentukan. Ismail sama sekali tak mengetahui apa yang akan terjadi, ia begitu bahagia berada disisi Ayahandanya yang sangat dikagumi dan dirindukannya itu. Ismail selalu ingat bagaimana cerita Ibundanya yang senantisa berlinangan air mata ketika mengisahkan keagungan dan kesucian jiwa Ayahandanya. Perpisahan itu atas kehendak ALLAH semata, suatu ketika pasti mereka akan dapat bertemu dengan Ibrahim AS kembali. Demikianlah Hajar menghibur Ismail, setiap ia menanyakan keberadaan Ayahandanya.
Singkat cerita.., dengan penuh kasih sayang namun dalam keadaan hati yang hancur-lebur menahan beban kesedihan yang luar biasa, Ibrahim AS begitu lembut menyampaikan tentang mimpi yang sama selama berhari-hari dialaminya kepada Ismail. Ibrahim AS menuturkan perintah Tuhan itu dengan dengan perasaan yang pasrah hingga menggetarkan tubuhnya sebagaimana yang juga dirasakan oleh Ismail ketika dengan begitu seksama mendengarkan Ayahanda yang sangat dicintainya itu...
Kita saksikan, bagaimana dialog mereka terasa begitu mengharukan tertuang dalam QS.37:102, suatu dialog dua orang manusia yang saling menyayangi dan sama-sama saling mengenali Kebesaran Tuhannya. Kita bertanya-tany, apakah hikmah dari kejadian ini, dan apa yang kemudian terjadi dari doa-doa Ibrahim AS yang mengharukan itu. Bagaimana kelanjutan sejarah peristiwa itu pad masa sekarang ini..?
Kita dapati suatu sumber air zam-zam yang tidak pernah kering sejak bayi Ismail hingga sekarang, padahal telah dan akan makin banyak jumlah manusia dari segala ras dan penjuru dunia yang setiap saat memanfaatkan dan membawanya pulang ke negeri masing-masing. Dalam hal ini, tidak berlebihan kiranya jika kita katakan bahwa, beratnya penderitaan yang dialami Hajar dan Ismail hingga Tuhan Yang Maha Hidup berkehendak memunculkan mata air zam-zam dihadapan mereka, merupakan tebusan bagi suka-cita dan keberkahan yang dirasakan bagi setiap orang di bumi ini yang telah berkesempatan memanfaatkan faedahnya. Kita perhatikan bagaimana fenomena umrah dan haji yang terus bertambah dn berkembang, menyatukan semua ras manusia dari berbagai bangsa yang bertebaran di berbagai muka bumi, dengan berbagai macam warna kulit serta bercorak-ragam budaya dan bahasa, semuanya secara tertib melebur dalam satu tujuan yakni menunaikan perintah rukun Islam yang ke lima.
Apa yang kemudian telah dibangun kembali oleh Ibrahim AS bersama Ismail AS sebagai dasar-dasar Ka'bah, telah menjadi tempat bagi segala manusia untuk berthawaf. Para jamah haji itu berlari kecil antara bukit Syafa dan Marwa sebanyak tujuh kali bolak-balik untuk mengenang apa yang dilakukan Hajar dahulu kala dalam usaha mencari air untuk menyelamatkan Ismail.
Mereka bersama mengumandangkan talbiyah, "Labaikallaahumma labbaika, labbaika laa syarika laka labbaika.., Innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syarika laka..".... "Yaa Allaahu.., aku tetap tunduk kepada perintah-Mu.., tiada sekutu bagi-Mu.., sesungguhnya segala puji dan nikmat bagi-Mu.., dan Engkau yang menguasai segala sesuatu.., tak ada yang menyekutui kekuasaan-MU.."
Kita perhatikan bagaimana setiap tahun lautan manusia dari segenap penjuru bumi memenuhi panggilan Tuhan Pencipta alam semesta, mereka berkumpul di Padang Arafah dengan meninggalkan semua identitas keduniaannya, mengelilingi Ka'bah secara teratur (Thawaf) dan berlawanan arah dengan perputaran jarum jam. Sebagaimana arah planet-planet yang mengelilingi matahari kecuali venus, sebagaimana pula arah gerakan matahari bersama sekitar 200 milyar lebih bintang-bintang lainnya yang terlihat berputar mengelilingi pusat galaksi yang berwarna 'hitam' yang dikenali para astronom sebagai fenomena 'black-hole'...
Kita juga amati bagaimana diantara tahun-tahun haji itu ada pula umrah (haji kecil) dari bulan ke bulan, dan terutama buln Ramadhan kegiatan umrah menjadi semakin padat, sehingga berthawaf (mengelilingi bangunan hitam Ka-bah dengan arah berlawanan dari putaran jarum jam) menjadi suatu kegiatan ibadah yang tak pernah terasa sepi. Padahal setiap Jum'at, setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik.., bahkan setiap saat selalu saja ada kumpulan manusia yang menghadapkan wajahnya kearah Ka'bah untuk melakukan sholat dimanapun mereka berada. Hal demikian telah menjadi suatu keniscayaan secara pasti, mengingat pergeseran waktu sholat senantiasa mengiringi setiap jengkal perputaran bumi yang berotasi.
Kita pun mengetahui, setiap duduk tasyahud akhir ketika kita menjelang selesai sholat, sholawat dan keberkahan senantiasa kita sampaikan kepada Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan keluarganya sebagaimana yang telah diberikan ALLAH Pencipta alam semesta kepada Ibrahim AS beserta keluarganya. Kemudian ibadah sholat pun kita akhiri dengan mengucapkan salam ke segenap sekeliling kita, mendoakan segenap mahluk agar mendapat keselamatan dan rahmat ALLAH SWT. Semua diharapkan dapat 'melihat' dan merasakan manfaat doa itu, kecuali bagi mereka yang berada pada posisi membelakangi atau membangkangi / mengingkarinya.
Berdasarkan pada penjabaran yang ringkas ini, sekurangnya kita bisa merangkai suatu keyakinan dari fakta yang telah diketahui, bahwa ALLAH SWT telah memuliakan kedudukan Ibrahim AS. Nama baiknya senantiasa disebut-sebut manusia setiap saat, sepanjang waktu. Perjuangannya untuk menegakkan ajaran Tauhid yakni meninggikan Kalimat ALLAH telah diikuti manusia dari segala penjuru bumi. Ketauhidan itulah pokok ajaran Ibrahim AS yang utama, yang membebaskan ras manusia dari faktor perusak kebijakan evolusi dimasa-masa sebelumnya.
Faktor perusak kebijakan evolusi dalam bentuk kesesatan, kebodohan, kesalah-mengertian mengenai Tuhan, telah diperbaiki dengan kesungguhan yang luar-biasa oleh Ibrahim AS untuk dikembalikan pada rel semula yang utama, rel ketauhidan, jalan yang lurus Ash Shiraath Al Mustaqiem. Pendirian kembali batu-batu hitam Ka'bah oleh Ibrahim AS dan Ismail AS merupakan refleksi ketaatan kepada Tuhan sebagai akibat dari kecerdasan totalnya memahami eksistensi kebesaran Sang Pencipta.
Marilah kita bayangkan kembali, kegiatan berthawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali (menunjukkan makna perulangan) dengan teratur dan berlawanan arah jarum jam, menyerupai gerakan anggota tata surya yang bersama dengan milyaran bintang lain melakukan gerakan serupa, mengelilingi pusat galaksi yang berwarna legam-kehitaman dengan gerakan yang juga berlawanan arah jarum jam, padahal telah pula ditemukan milyaran galaksi lain yng juga melakukan gerakan yang sama. Maka.., dapatlah dikatakan bahwa Nabi Ibrahim AS telah berhasil membangun sendi-sendi peribadatan bagi ras manusia di bumi ini sesuai dengan fitrahnya, sebagaimana bumi dn ruang-angkasa beserta segenap isinya secara teratur dan serempak bertasbih memuji Tuhan Pencipta seluruh alam semesta. QS.17:44.
Faktor perusak kebijakan evolusi dalam bentuk kezhaliman, keserakahan, berbuat kerusakan dan tirani, telah diperbaiki dengan kesungguhan yang luar-biasa oleh Ibrahim AS untuk dikembalikan pada rel semula, yakni jalan yang lurus, penuh dengan keselamatan dan kesejahteraan. Air zam-zam yang selalu mengalir membawa berkah bagi negeri yang sebelumnya mati tak berpenghuni mahluk apapun, akhirnya menjadi tempat yang aman dan makmur. Penyembelihan ternak qurban sebagai peringatan terhadap ujian Tuhan bagi Ibrahim AS beserta anaknya Ismail AS, telah menjadi sarana yang jitu untuk mendidik kasih-sayang sesama bangsa manusia, mengajarkan keadilan untuk saling berbagi kesejahteraan, memupuk persaudaraan semua ras bangsa, dan menyatukan berbagai macam perbedaan asal dan budaya dalam satu tujuan universal, yakni menegakkan dan meninggikan Kalimat ALLAH SWT, Tuhan Maha Tunggal Yang Maha Perkasa, satu-satunya Pencipta alam raya.
Itulah agama Ibrahim yang lurus, yang telah diperkenalkan kembali, diperjuangkan dengan sungguh-sungguh, serta disempurnakan melalui generasi nabi dan rasul terakhir yang telah diutus, yakni Muhammad SAW. Ia dihadirkan ke bumi Mekkah atas doa dan permintaan yang tulus dari Ibrahim AS QS.2:129. Namanya telah tertulis sebelumnya dalam Taurat dan Injil, serta diutus oleh Penguasa Jagat Raya untuk kepentingan semua umat manusia QS.7:157-158. Semua yang disampaikan oleh Muhammad SAW adalah apa yang dirintis dan diperjuangkan oleh Para Nabi dan Rasul terdahulu, sama dengan apa yang dirintis dan diperjuangkan oleh Ibrahim AS QS.22:78... Itulah Al Islam, dalam makna yang seluas-luasnya.
Dalam konteks perbincangan ini, apa yang disampaikan oleh Muhammad SAW kepada seluruh isi alam bukanlah islam dalam arti sebagai salah-satu agama. Namun ISLAM sebagai suatu cahaya. Dienul Islam secara jelas dan terang-benderang menerangi proses perjalanan evolusi alam semesta beserta seluruh isinya. Al Islam sebagai petunjuk ke segenap kehidupan umat manusia telah diridhoi ALLAH SWT hingga menjadi cahaya yang sempurna.
Yang memberikan cahaya itu adalah ALLAH, sumber segenap cahaya bagi seluruh ruang-angkasa dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya ibarat sebuah pelita besar yang diselubungi kaca bening yang anti tembus, seperti bintang yang bercahaya berkilauan, ibarat dinyalakan dengan minyak zaitun, kejernihannya saja nampak berkilauan hampir menerangi walau tidak disentuh api. Sungguh merupakan cahaya yang berlapis-lapis, terang-benderang berlipat ganda. Itulah ibarat cahaya yang ditunjuki ALLAH kepada siapa yang dikehendaki-Nya, sebagaimana yang tertulis dalam QS.24:35.
Hal demikian sangat bertentangan dengan keadaan yang dialami oleh manusia yang kafir, yakni yang tidak meyakini adanya hari akhirat dengan segala peristiwa dan konsekuensinya. Mereka diibaratkan serupa dengan orang yang pada akhir usahanya menuai sia-sia, seperti fatamorgana di padang pasir. Disangka air oleh orang tengah kehausan tetapi setelah didekatinya tidak menemukan apa-apa, malahan yang dihadapi justru siksaan ALLAH QS.24:39. Atau mereka juga diibaratkan seperti berada dalam keadaan gelap-gulita, tenggelam di lautan yang dalam, dihempas ombak bergelombang yang ditutupi awan hitam yang tebal. Apabila ia mengeluarkan tangannya dalam keadaan yang gelap-gulita dan hitam-pekat itu ia tidak akan dapat melihatnya. Demikian yang digambarkan pada QS.24:40, bahwa siapa yang tidak diberi cahaya petunjuk oleh ALLAH maka tidaklah mereka memperoleh cahaya dari arah manapun, walaupun segenap mahluk bergotong-royong berusaha menolong.
Dalam hal ini, kita telah sampai pada suatu pengertian mengenai hubungan paling pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya, suatu hak paling mendasar yang tidak boleh suatu apapun melakukan intervensi apalagi pemaksaan terhadapnya. Artinya, ras manusia memdapat kebebasan seluas mungkin untuk berupaya mengenali dan menjalin hubungan yang intensif dengan Tuhannya, sehingga diharapkan akan terjadi hubungan yang makin erat antara Sang mahluk dengan Al Khalik yang dapat memunculkan pertanggungan-jawab antara manusia terhadap hati nuraninya sendiri.
Faktor perusak kebijakan evolusi dalam bentuk kesesatan, kebodohan, kesalah-mengertian mengenai Tuhan, telah diperbaiki dengan kesungguhan yang luar-biasa oleh Ibrahim AS untuk dikembalikan pada rel semula yang utama, rel ketauhidan, jalan yang lurus Ash Shiraath Al Mustaqiem. Pendirian kembali batu-batu hitam Ka'bah oleh Ibrahim AS dan Ismail AS merupakan refleksi ketaatan kepada Tuhan sebagai akibat dari kecerdasan totalnya memahami eksistensi kebesaran Sang Pencipta.
Marilah kita bayangkan kembali, kegiatan berthawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali (menunjukkan makna perulangan) dengan teratur dan berlawanan arah jarum jam, menyerupai gerakan anggota tata surya yang bersama dengan milyaran bintang lain melakukan gerakan serupa, mengelilingi pusat galaksi yang berwarna legam-kehitaman dengan gerakan yang juga berlawanan arah jarum jam, padahal telah pula ditemukan milyaran galaksi lain yng juga melakukan gerakan yang sama. Maka.., dapatlah dikatakan bahwa Nabi Ibrahim AS telah berhasil membangun sendi-sendi peribadatan bagi ras manusia di bumi ini sesuai dengan fitrahnya, sebagaimana bumi dn ruang-angkasa beserta segenap isinya secara teratur dan serempak bertasbih memuji Tuhan Pencipta seluruh alam semesta. QS.17:44.
Faktor perusak kebijakan evolusi dalam bentuk kezhaliman, keserakahan, berbuat kerusakan dan tirani, telah diperbaiki dengan kesungguhan yang luar-biasa oleh Ibrahim AS untuk dikembalikan pada rel semula, yakni jalan yang lurus, penuh dengan keselamatan dan kesejahteraan. Air zam-zam yang selalu mengalir membawa berkah bagi negeri yang sebelumnya mati tak berpenghuni mahluk apapun, akhirnya menjadi tempat yang aman dan makmur. Penyembelihan ternak qurban sebagai peringatan terhadap ujian Tuhan bagi Ibrahim AS beserta anaknya Ismail AS, telah menjadi sarana yang jitu untuk mendidik kasih-sayang sesama bangsa manusia, mengajarkan keadilan untuk saling berbagi kesejahteraan, memupuk persaudaraan semua ras bangsa, dan menyatukan berbagai macam perbedaan asal dan budaya dalam satu tujuan universal, yakni menegakkan dan meninggikan Kalimat ALLAH SWT, Tuhan Maha Tunggal Yang Maha Perkasa, satu-satunya Pencipta alam raya.
Itulah agama Ibrahim yang lurus, yang telah diperkenalkan kembali, diperjuangkan dengan sungguh-sungguh, serta disempurnakan melalui generasi nabi dan rasul terakhir yang telah diutus, yakni Muhammad SAW. Ia dihadirkan ke bumi Mekkah atas doa dan permintaan yang tulus dari Ibrahim AS QS.2:129. Namanya telah tertulis sebelumnya dalam Taurat dan Injil, serta diutus oleh Penguasa Jagat Raya untuk kepentingan semua umat manusia QS.7:157-158. Semua yang disampaikan oleh Muhammad SAW adalah apa yang dirintis dan diperjuangkan oleh Para Nabi dan Rasul terdahulu, sama dengan apa yang dirintis dan diperjuangkan oleh Ibrahim AS QS.22:78... Itulah Al Islam, dalam makna yang seluas-luasnya.
Dalam konteks perbincangan ini, apa yang disampaikan oleh Muhammad SAW kepada seluruh isi alam bukanlah islam dalam arti sebagai salah-satu agama. Namun ISLAM sebagai suatu cahaya. Dienul Islam secara jelas dan terang-benderang menerangi proses perjalanan evolusi alam semesta beserta seluruh isinya. Al Islam sebagai petunjuk ke segenap kehidupan umat manusia telah diridhoi ALLAH SWT hingga menjadi cahaya yang sempurna.
Yang memberikan cahaya itu adalah ALLAH, sumber segenap cahaya bagi seluruh ruang-angkasa dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya ibarat sebuah pelita besar yang diselubungi kaca bening yang anti tembus, seperti bintang yang bercahaya berkilauan, ibarat dinyalakan dengan minyak zaitun, kejernihannya saja nampak berkilauan hampir menerangi walau tidak disentuh api. Sungguh merupakan cahaya yang berlapis-lapis, terang-benderang berlipat ganda. Itulah ibarat cahaya yang ditunjuki ALLAH kepada siapa yang dikehendaki-Nya, sebagaimana yang tertulis dalam QS.24:35.
Hal demikian sangat bertentangan dengan keadaan yang dialami oleh manusia yang kafir, yakni yang tidak meyakini adanya hari akhirat dengan segala peristiwa dan konsekuensinya. Mereka diibaratkan serupa dengan orang yang pada akhir usahanya menuai sia-sia, seperti fatamorgana di padang pasir. Disangka air oleh orang tengah kehausan tetapi setelah didekatinya tidak menemukan apa-apa, malahan yang dihadapi justru siksaan ALLAH QS.24:39. Atau mereka juga diibaratkan seperti berada dalam keadaan gelap-gulita, tenggelam di lautan yang dalam, dihempas ombak bergelombang yang ditutupi awan hitam yang tebal. Apabila ia mengeluarkan tangannya dalam keadaan yang gelap-gulita dan hitam-pekat itu ia tidak akan dapat melihatnya. Demikian yang digambarkan pada QS.24:40, bahwa siapa yang tidak diberi cahaya petunjuk oleh ALLAH maka tidaklah mereka memperoleh cahaya dari arah manapun, walaupun segenap mahluk bergotong-royong berusaha menolong.
Dalam hal ini, kita telah sampai pada suatu pengertian mengenai hubungan paling pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya, suatu hak paling mendasar yang tidak boleh suatu apapun melakukan intervensi apalagi pemaksaan terhadapnya. Artinya, ras manusia memdapat kebebasan seluas mungkin untuk berupaya mengenali dan menjalin hubungan yang intensif dengan Tuhannya, sehingga diharapkan akan terjadi hubungan yang makin erat antara Sang mahluk dengan Al Khalik yang dapat memunculkan pertanggungan-jawab antara manusia terhadap hati nuraninya sendiri.