|
|
Resultat kedua : Tidak ada Tuhan kecuali Tidak ada.., nampaknya kita akan memerlukan definisi yang lumayan rumit dan cukup banyak mendatangkan bias, atau memunculkan berbagai persepsi. Di satu sisi boleh dikatakan, bahwa kebenaran yang telah diakui secara universal di suatu ruang dan masa tertentu ternyata belum tentu benar manakala diterapkan di suatu tempat dan waktu yang lain. Dengan demikian, menurut pemahaman resultat kedua ini nilai kebenaran selamanya bersifat relatif. Inilah satu-satunya keyakinan yang dimiliki oleh sains-empiristis. Walaupun taraf keyakinan itu sampai begitu 'mutlak' melekat pada dirinya, sains-empiristis akan menolak keras setiap daya yang berusaha menempatkan segala sesuatu bahkan termasuk dirinya sebagai tuhan. Baginya.., tuhan tidak ada, kecuali ia mendapatkan bukti. Bukti itupun niscaya akan digunakannya lagi sebagai dasar teori untuk mencapai tuhan yang lebih tinggi yang pada tahap itu menurutnya tuhan sedang tidak ada.
Sisi lain dari resultat kedua ini adalah hasil suatu pemahaman bahwa tuhan ada dalam diri manusia. Barangkali akibat lebih lanjutnya adalah, paham ini cukup puas dengan tuhan dalam dirinya itu dan tidaklah perlu bertaubat atau bersyukur secara sungguh-sungguh, apalagi sampai membutuhkan rasa 'takut'. Tidak perlu baginya menoleh ke belakang sejarah bagaimana Tuhan menciptakan manusia purba, dinosaurus, trilobit dan ubur-ubur, bumi dan matahari, bahkan jagad alam semesta. Tidak juga perlu melongok ke masa depan kira-kira bagaimana nasib ras manusia di masa datang , apa yang terjadi bila ruang angkasa yang dinikmatinya saat ini tiba-tiba retak atau akan terjadi Kiamat. Dan tidak juga perlu membayangkan bagaimana nanti bila ia memperoleh kesempatan bertemu dengan Tuhannya. Baginya, tuhan ada dalam diri yang paling dalam.., cuma itu. Di tempat yang terdalam itu ia menemukan sesuatu rasa yang sangat damai, suatu kekosongan murni, tanpa ruang dan waktu. Tidak ada tuhan kecuali kosong-murni, alias tidak ada tuhan kecuali.. 'tidak ada'.
Namun sebetulnya..., ras manusia yang berkecenderungan erat pada resultat kedua ini percaya betul akan adanya Tuhan, namun menurut sebagian pendapat orang, mereka menduga-duga dari 'tempat' yang jauh, bahkan dalam diri angan-pikiran mereka sendiri. Sehingga, karena Tuhan dianggap begitu abstrak baginya, segala konsekuensi terhadap keberadaan Tuhan diperhatikan sebagai sambil-lalu dalam kehidupan individu yang singkat itu. Dengan kata lain, definisi tuhan pada resultat kedua ini hanya mampu menyentuh sisi bathin manusia, diluar itu selebihnya adalah kesenangan permainan dan senda-gurau belaka, baik itu yang sampai menghancurkan ras manusia maupun yang sekedar menyengsarakannya saja.
Ada juga suatu kecenderungan pemahaman yang telah sampai kepada bentuk keyakinan tertentu, bahwa Tidak ada Tuhan kecuali Aku.., sebagai akibat dari Sang Aku dalam diri manusia dianggap telah mampu menyelaraskan diri dengan kehendak dari Penciptanya, maka keberadaan Tuhan dianggap telah mewujud dalam keberadaan Sang Aku dalam dirinya itu... Mengingat pencapaian pemahaman ini ditempuh melalui jalur yang secara umum bersifat murni spiritual, sedangkan untuk mengimplementasi penyampaiannya tidak bisa terlepas secara inderawi yang bersifat phisikal, maka Sang Aku dalam resultat kedua ini termasuk dalam kategori sifat fana' ( tiada). Karenanya, Tidak ada Tuhan kecuali Aku.., termasuk dalam bagian resultat kedua yang bermakna: Tidak Ada Tuhan kecuali tidak ada...
Tentu saja.., uraian singkat mengenai resultat kedua ini akan terasa sangat mengesalkan atau minimal tidak memuaskan bagi teman-teman kita yang terlanjur menyukai resultat kedua sebagai bagian penting dari dirinya. Baiklah kiranya, kita coba tambahkan sedikit paparan yang agak lebih obyektif mengenai resultat kedua ini. Mengingat begitu peliknya permasalahan yang berkaitan dengannya, mungkin di lain waktu kita dapat menelaahnya secara detail dan komprehensif dalam sebuah buku khusus. Pada kesempatan ini nampaknya hal demikian belum mampu dilakukan. Jadi, mohon kiranya bisa dimaklumi.
Secara garis besar, ada dua cara yang ditempuh ras manusia dalam upaya menghubungkan diri dengan Sang Pencipta. Cara pertama adalah upaya pemisahan diri antara manusia dengan Sang Pencipta sehingga terjadi aktivitas permohonan intensif antara hamba dengan Tuhannya. Cara kedua adalah upaya penyatuan diri dengan Sang Pencipta sehingga terjadi aktivitas secara intensif untuk mengenali lebih dekat lagi keberadaan Tuhan dalam dirinya.
Resultat kedua cenderung lebih dominan menerapkan cara yang terakhir ini. Sebagian manusia pada resultat kedua telah sampai pada suatu pemahaman bahwa hingga sampai tahap tertentu, Tuhan tidaklah memerlukan nama atau symbol-symbol tertentu yang diperlukan dalam upaya mengenali Nya lebih dekat lagi. Dia ada dalam diri segenap mahluk-Nya, termasuk dalam diri setiap bangsa manusia. Dia adalah Aku.., bukan bentuk phisikku, bukan emosiku, bukan pikiranku, bukan pula jiwaku yang masih terikat oleh berbagai rupa egoisme... Melainkan Aku Yang Hidup Abadi, Tuhan Yang Sesungguhnya..., tiada tuhan kecuali Aku..., Innaniy anallaahu laa ilaaha illa ana fa'budniy, wa aqimishsholaata lidzikriy...QS.20:14..., Yaa ayyatuhannafsul muthmainnaturji'iyy ilaa robbiki roodhiyatammardhiyyah....QS.89:27-28...,
Penggalan ayat Laa ilaaha illa ana tersebut nampaknya telah menarik perhatian lebih mendalam bagi orang-orang yang ingin menggali lebih serius mengenai hakikat ketuhanan. Karenanya muncullah jalur-jalur tertentu / thariqat yang dirancang secara khusus bagi mereka yang ingin menekuninya secara lebih intensif.
Sebagaimana sebelumnya telah diuraikan secara sederhana mengenai proses keberadaan resultat pertama beserta perkembangannya, maka proses pendefinisian keberadaan Tuhan melalui resultat kedua ini akan terus hadir pula mengikuti berbagai tingkat perkembangan kebijakan evolusi ras manusia hingga ke masa-masa selanjutnya, dan akan senantiasa terus berusaha menyelaraskan diri dengan setiap tahap kemajuan peradaban yang telah terjadi.
Sisi lain dari resultat kedua ini adalah hasil suatu pemahaman bahwa tuhan ada dalam diri manusia. Barangkali akibat lebih lanjutnya adalah, paham ini cukup puas dengan tuhan dalam dirinya itu dan tidaklah perlu bertaubat atau bersyukur secara sungguh-sungguh, apalagi sampai membutuhkan rasa 'takut'. Tidak perlu baginya menoleh ke belakang sejarah bagaimana Tuhan menciptakan manusia purba, dinosaurus, trilobit dan ubur-ubur, bumi dan matahari, bahkan jagad alam semesta. Tidak juga perlu melongok ke masa depan kira-kira bagaimana nasib ras manusia di masa datang , apa yang terjadi bila ruang angkasa yang dinikmatinya saat ini tiba-tiba retak atau akan terjadi Kiamat. Dan tidak juga perlu membayangkan bagaimana nanti bila ia memperoleh kesempatan bertemu dengan Tuhannya. Baginya, tuhan ada dalam diri yang paling dalam.., cuma itu. Di tempat yang terdalam itu ia menemukan sesuatu rasa yang sangat damai, suatu kekosongan murni, tanpa ruang dan waktu. Tidak ada tuhan kecuali kosong-murni, alias tidak ada tuhan kecuali.. 'tidak ada'.
Namun sebetulnya..., ras manusia yang berkecenderungan erat pada resultat kedua ini percaya betul akan adanya Tuhan, namun menurut sebagian pendapat orang, mereka menduga-duga dari 'tempat' yang jauh, bahkan dalam diri angan-pikiran mereka sendiri. Sehingga, karena Tuhan dianggap begitu abstrak baginya, segala konsekuensi terhadap keberadaan Tuhan diperhatikan sebagai sambil-lalu dalam kehidupan individu yang singkat itu. Dengan kata lain, definisi tuhan pada resultat kedua ini hanya mampu menyentuh sisi bathin manusia, diluar itu selebihnya adalah kesenangan permainan dan senda-gurau belaka, baik itu yang sampai menghancurkan ras manusia maupun yang sekedar menyengsarakannya saja.
Ada juga suatu kecenderungan pemahaman yang telah sampai kepada bentuk keyakinan tertentu, bahwa Tidak ada Tuhan kecuali Aku.., sebagai akibat dari Sang Aku dalam diri manusia dianggap telah mampu menyelaraskan diri dengan kehendak dari Penciptanya, maka keberadaan Tuhan dianggap telah mewujud dalam keberadaan Sang Aku dalam dirinya itu... Mengingat pencapaian pemahaman ini ditempuh melalui jalur yang secara umum bersifat murni spiritual, sedangkan untuk mengimplementasi penyampaiannya tidak bisa terlepas secara inderawi yang bersifat phisikal, maka Sang Aku dalam resultat kedua ini termasuk dalam kategori sifat fana' ( tiada). Karenanya, Tidak ada Tuhan kecuali Aku.., termasuk dalam bagian resultat kedua yang bermakna: Tidak Ada Tuhan kecuali tidak ada...
Tentu saja.., uraian singkat mengenai resultat kedua ini akan terasa sangat mengesalkan atau minimal tidak memuaskan bagi teman-teman kita yang terlanjur menyukai resultat kedua sebagai bagian penting dari dirinya. Baiklah kiranya, kita coba tambahkan sedikit paparan yang agak lebih obyektif mengenai resultat kedua ini. Mengingat begitu peliknya permasalahan yang berkaitan dengannya, mungkin di lain waktu kita dapat menelaahnya secara detail dan komprehensif dalam sebuah buku khusus. Pada kesempatan ini nampaknya hal demikian belum mampu dilakukan. Jadi, mohon kiranya bisa dimaklumi.
Secara garis besar, ada dua cara yang ditempuh ras manusia dalam upaya menghubungkan diri dengan Sang Pencipta. Cara pertama adalah upaya pemisahan diri antara manusia dengan Sang Pencipta sehingga terjadi aktivitas permohonan intensif antara hamba dengan Tuhannya. Cara kedua adalah upaya penyatuan diri dengan Sang Pencipta sehingga terjadi aktivitas secara intensif untuk mengenali lebih dekat lagi keberadaan Tuhan dalam dirinya.
Resultat kedua cenderung lebih dominan menerapkan cara yang terakhir ini. Sebagian manusia pada resultat kedua telah sampai pada suatu pemahaman bahwa hingga sampai tahap tertentu, Tuhan tidaklah memerlukan nama atau symbol-symbol tertentu yang diperlukan dalam upaya mengenali Nya lebih dekat lagi. Dia ada dalam diri segenap mahluk-Nya, termasuk dalam diri setiap bangsa manusia. Dia adalah Aku.., bukan bentuk phisikku, bukan emosiku, bukan pikiranku, bukan pula jiwaku yang masih terikat oleh berbagai rupa egoisme... Melainkan Aku Yang Hidup Abadi, Tuhan Yang Sesungguhnya..., tiada tuhan kecuali Aku..., Innaniy anallaahu laa ilaaha illa ana fa'budniy, wa aqimishsholaata lidzikriy...QS.20:14..., Yaa ayyatuhannafsul muthmainnaturji'iyy ilaa robbiki roodhiyatammardhiyyah....QS.89:27-28...,
Penggalan ayat Laa ilaaha illa ana tersebut nampaknya telah menarik perhatian lebih mendalam bagi orang-orang yang ingin menggali lebih serius mengenai hakikat ketuhanan. Karenanya muncullah jalur-jalur tertentu / thariqat yang dirancang secara khusus bagi mereka yang ingin menekuninya secara lebih intensif.
Sebagaimana sebelumnya telah diuraikan secara sederhana mengenai proses keberadaan resultat pertama beserta perkembangannya, maka proses pendefinisian keberadaan Tuhan melalui resultat kedua ini akan terus hadir pula mengikuti berbagai tingkat perkembangan kebijakan evolusi ras manusia hingga ke masa-masa selanjutnya, dan akan senantiasa terus berusaha menyelaraskan diri dengan setiap tahap kemajuan peradaban yang telah terjadi.
Kini kita sampai pada resultat ketiga, yakni : Tidak ada Tuhan kecuali Allah.., perlu kiranya kita uraikan agak luas dan lebar. Pengertian Allah pada resultat ketiga ini diambil dari bahasa Arab yang maknanya Tuhan juga. Kalimat Laa ilaaha illallaah yang artinya Tiada Tuhan kecuali Allah, jika kita perhatikan lebih seksama dari penggalan akar kata huruf Arabnya, bisa berbunyi : Laa yang berarti tidak / tiada atau tidak ada (menunjukkan penyangkalan/penolakan).., ilaaha yang berarti tuhan / sesembahan.., illa yang berarti melainkan / kecuali / selain.., Al yang berarti si.., sang.., atau menunjukkan kepada sesuatu yang besar.., ilaaha yang berarti tuhan /sesembahan... Maka Laa ilaaha illa al ilaaha dapat berarti Tidak ada Tuhan kecuali TUHAN, karena ilaaha yang pertama sama artinya dengan ilaaha yang kedua, kecuali.., ada akar kata Al yang menyatu dengan illaha yang kedua sehingga berbunyi Allaah. Maka maknanya menunjukkan, bahwa Allah itu adalah TUHAN yang sama-sekali berbeda dari Tuhan-Tuhan yang pernah maupun akan diciptakan oleh mahluk macam apapun dan dimanapun juga.
Orang Arab sendiri pun sebelumnya telah mahir mereka-reka siapa Tuhan yang mereka sebut Allah itu, demikian pula bangsa-bangsa lain di masa sebelumnya maupun sesudahnya. Jika dibandingkan dengan resultat pertama dan resultat kedua, letak perbedaannya dengan resultat yang ketiga ini adalah, Allah 'mendefinisikan' diri-Nya sendiri secara mutlak tanpa campur-tangan angan-pikiran atau rekaan hati ras manusia. Namun, setelah Allah menginformasikan siapa itu Tuhan sebenarnya, kebanyakan ras manusia enggan memikirkan kebesaran Zat Tuhan, merasa sulit mematuhi perintah-nya, membangkangi aturan-Nya, bahkan membuatkan tandingan lain atau menyekutukan kemutlakan kuasa-Nya.
Allah adalah Yang Awal dan Yang Akhir, kepunyaan Allah seluruh kerajaan ruang-angkasa dan bumi, Dia yang menghidupkan dan mematikan dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia Maha Mengetahui semuanya, bersama seluruh manusia dimana saja berada dan Maha Melihat segala apa yang manusia kerjakan. Bahkan, Dia Maha Mengetahui apa yang terbersit dalam dada QS.57:1-6. Ini adalah cuplikan informasi yang Allah sampaikan kepada manusia, supaya manusia yakin dan mau mengikuti perintah-Nya.
Namun, sesuai dengan kebijakan-Nya sebagian ras manusia tidak yakin akan kebesaran Allah. Mereka membikin perumpamaan tentang Allah dengan maksud untuk menandingi keperkasaan-Nya, padahal Allah Maha Kuat. Dia mencibir golongan itu dihadapan manusia yang mengetahui firman-Nya yang sempurna, bahwa siapa saja yang mereka seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bergotong-royong untuk membuatnya. Bahkan, mereka tidak menghormati Allah sebagaimana semestinya. OLeh karena itu diutuslah Para Nabi sebagai Pembawa Pesan Kebijakan dari Allah kepada ras manusia supaya selamat, damai dan sejahtera di dunia maupun akhirat. QS.22:73-75.
Para Nabi menjelaskan bahwa Allah tidak mempunyai atau menurunkan putra dan tidak pula menjadikan tuhan-tuhan lain yang mendampingi-Nya. Jika ada, tentu tuhan-tuhan itu akan mencipta sendiri-sendiri dan antara satu tuhan dengan tuhan lainnya akan saling mengatasi. Sungguh Allah Maha Suci dari apa yang disebutkan itu, Dia mengetahui yang tersembunyi (belum mampu dibuktikan ras manusia) dan yang terang-nyata, sudah terbuktikan ilmu pengetahuan. Maha Tinggi Tuhan dari apa yang mereka persekutukan. QS.23:91:92. Melalui lisan Para Nabi itu, Allah memberitahu kepada semua ras manusia bahwa semua yang pernah ada, sedang ada, dan akan ada, tidak muncul dengan sendirinya begitu saja. Dia-lah pencipta semuanya itu, bagaimana mungkin akan mempunyai atau menunjuk seseorang sebagai anak keturunan-Nya. Dia tidak bisa ditembus atau dideteksi dengan segala macam alat penglihatan, namun Dia Melihat dengan segala yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat mahluk.QS.6:101-103.
Karena itu, semua perbendaharaan kata yang dikuasai segala jenis mahluk sejak pertama kali diciptakan hingga di masa yang kelak akan berakhir, tidak akan pernah sanggup / mampu mendefinisikan apalagi merangkum tentang siapa, apa, dan bagaimana Zat Allah Sebenarnya. Namun, sesuai dengan fitrah manusia sejak ruh mulai dihembuskan pada janin..,QS.7:172. QS32:9.., yang dengan bahasanya sendiri ruh janin itu mengakui keberadan Allah, maka setelah ia keluar dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun.., kecuali Nabi Isa AS QS.19:29-36.., dengan melalui proses demi proses diberi-Nya pendengaran, penglihatan, dan pemahaman agar manusia berusaha kembali memahami untuk mematuhi perintahTuhan-Nya QS.16:78.
Untuk itulah, dengan nama-nama yang terbaik dan keseluruhannya bersifat mutlak sempurna (Asma Al Husna) Allah 'menampakkan' keberadaan diri-Nya, setiap ras manusia diperintahkan demi kebaikan kemanusiaannya sendiri untuk memohon segala keperluannya dengan menyebut permohonannya melalui nama-nama yang terbaik itu QS.7:180. Allah memerintahkan ras manusia untuk berdoa dan memohon, supaya manusia tidak bersikap sombong dan takabur karena hal demikian justru akan mendatangkan kerugian besar bagi ras manusia itu sendiri QS.40:60. Sebaliknya, doa setiap manusia yang tulus-ikhlas akan dikabulkan Allah justru karena Ia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada segenap mahluknya.
Karena kemutlakan-Nya itulah manusia memerlukan keimanan sebagai pedoman untuk meningkatkan keyakinan terhadap keberadaan-Nya. Segala pendengaran, penglihatan, dan pemahaman, menjadi modal utama ras manusia untuk berpikir dan berusaha terus-menerus, mengkreasikan segala yang ada disekitarnya untuk menyempurnakan keimanan itu. Jika Allah menghendaki, semua manusia yang ada di muka-bumi tentu akan beriman seluruhnya, padahal iman bukan suatu pemaksaan, melainkan akan tumbuh akibat usaha pemahaman. Tidak akan ada seseorang yang beriman kecuali dengan ijin Allah, dan Dia akan menimpakan siksaan kepada orang-orang yang tidak mau berpikir. QS.10:99-100.
Dari cuplikan pesan Tuhan barusan, tentunya kita bisa melihat dan merasakan betapa erat kaitan antara beriman dan berpikir. Kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya dalam upaya manusia mempertahankan eksistensi diri sekaligus menuju Tuhannya. Sebab iman yang sesungguhnya semata-mata hanya ada atas ijin Tuhan, maka ras manusia diminta oleh Yang Maha Penyayang untuk berpikir sambil berdoa bagaimana cara untuk mendapatkan iman.
Sebagaimana sudah diketahui, berpikir secara logis akan menghasilkan ilmu pengetahuan, yang sekarang mewujud dalam sains dan teknologi, sedangkan berdoa secara tulus-ikhlas akan mengantarkan hasil semuanya itu pada suatu tingkat keimanan tertentu, yang pada tahapan / fase selanjutnya akan berfungsi sebagai dasar teori atau landasan untuk berpikir. Demikianlah proses itu terus berlanjut sampai pada suatu ketika, dengan penuh keyakinan ia sadar betul akan keberadaan Allah yang memiliki nama-nama (Asma Al Husna) yang sempurna tersebut, sehingga mampu mengantarkan hatinya pada rasa ingin untuk bertemu.
"Siapa yang berharap menemui Allah, maka sesungguhnya janji Allah pastilah datang, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.., Dan siapa yang berjuang dijalan Allah, maka jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya, Allah Maha Kaya.. (tidak butuh pertolongan) dari alam semesta.., dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan Kami hapuskan dosa-dosanya dan akan Kami beri balasan yng lebih baik daripada segenap apa yang pernah mereka lakukan" QS.29:5-7.
Demikian sekilas penjabaran resultat ketiga yang secara lengkap terdapat dalam Kitab AlQur'an, dan secara ringkas terangkum dalam Surah Al Ikhlas yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut : "Katakanlah.., Dia adalah Allah Yang Maha Tunggal. Allah sebagai tumpuan segala harapan. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tiada sesuatu apapun yang menyerupai Dia.." Dengan begitu jelas ditegaskan disini bahwa tidak ada tuhan yang sebenarnya kecuali Allah sendiri. Tuhan-tuhan lain yang pernah, sedang, dan akan diadakan, semuanya hanyalah rekaan dan rekayasa mahluk yang suatu ketika pasti musnah-binasa.
Jika dibandingkan dengan penjelasan tentang resultat pertama dan resultat kedua, maka pada resultat ketiga ini Allah SWT telah mendefinisikan eksistensi diri-Nya sebagai Tuhan yang sebenarnya (Al Haq) mampu berkuasa (Al Qaadir) melandasi, menampung, dan mengelola berbagai keinginan ras manusia yang satu sama lain saling berbeda.
Kita tidak dapat mengharapkan kepada semua manusia untuk memiliki keahlian yang sama, atau memaksakan semua bangsa untuk menganut satu jenis ideologi atau budaya, atau bahkan satu agama dengan satu aturan atau teknologi tertentu. Hal demikian tidak sesuai dengan kebijakan Tuhan (Al Adlu) yang sesungguhnya. Namun demikian, dengan keberkahan dari Kasih Sayang (Ar Rahman Ar Rahiem) Allah, semua golongan / ras manusia itu Dia perintahkan untuk saling mengenal QS.49:13, saling bersahabat, untuk mengetahui potensi kelebihan masing-masing, kemudian saling tolong-menolong pada segala hal yang bertujuan untuk takwa, hingga mampu memelihara dan mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Tunggal (Al Ahad).
Bukankah Asma Al Husna yang berjumlah 99 nama-nama pokok yang mutlak sempurna dan nampak seolah berbeda atau bahkan ada yang terkesan bertentangan antara satu nama dengan nama lain, namun pada hakikatnya terangkum dalam satu kalimat sempurna yang beresensi pada kemutlakan tunggal, yakni Allaahu Subhanahu Wa Ta'ala.
Dengan nama / didalam nama / bersama nama Allah Yang Pengasih lagi Penyayang ini, Dia perintahkan kepada segenap ras manusia untuk saling berhubungan, saling menjembatani keperluan satu sama lain agar ras manusia dapat memenuhi berbagai keperluan dan pemahaman masing-masing sehingga sampai pada kemampuan memuji Tuhan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan di seluruh jagat semesta raya. Penekanan terhadap pujian tertinggi hanya kepada Allah kiranya sangat penting, sebagai sarana pencegah terkotak-kotaknya bangsa manusia dari kebanggaan golongan yang berpotensi membawa kesombongan dan kesewenang-wenangan. Dengan demikian, dapatlah diharapkan munculnya keyakinan bersama yang pasti terhadap Hari Pembalasan, dimana setiap individu sesungguhnya akan bertemu Tuhan YME, Allah SWT, Raja Penguasa Hari Pembalasan. Pada hari itu setiap ucapan dan tindakan yang telah dilakukan di dunia akan diberi balasan dengan seadil-adilnya. Untuk itulah, keutuhan eksistensi ras manusia di dunia dan kemenangan kekalnya di akhirat hanya bisa tercapai bila ras manusia menyembah dan meminta tolong hanya kepada Allah SWT sebagai Resultat Tunggal yang praktis dan mampu melandasi serta menampung seluruh perbedaan pola keyakinan / keterbatasan pikiran-usaha berbagai ras manusia tersebut. Sehingga, menjadi sangat penting kiranya manakala setiap ras manusia telah sampai pada suatu tahap ketergantungan untuk selalu berharap agar Allah SWT senantiasa membimbing ras manusia ke jalan yang lurus-benar. Yaitu jalan orang-orang yang telah diberi nikmat Allah di masa-masa sebelumnya, bukan jalan yang dilalui ras manusia lain yang mendapati murka Tuhan SWT dan bukan pula jalan yang sesat akibat kedurhakaannya sendiri.
Apa yang baru saja kita baca dalam satu paragraf diatas tadi, tiada lain adalah satu dari begitu banyak usaha akal dan pikiran manusia dalam upayanya memahami Surah Al Fatihah yang terdiri dari 7 Ayat dalam lembaran pertama Kitab Suci AlQur'an. Surah Al Fatihah mengandung makna sebagai Surah Pembuka dari seluruh surat yang ada dalam kitab suci itu, keseluruhan isinya merupakan rangkuman dari semua isi yang terkandung dalam AlQur'an. Karenanya Surah Al Fatihah disebut juga sebagai Ummul Qur'an atau Induknya AlQur'an. Maksud sebenarnya dari surat itu hanya Allah yang Maha Mengetahuinya, namun sekurang-kurangnya kita bisa memahami betapa Allah SWT secara khusus menurunkan Surah Al Fatihah QS.15:87 kepada Muhammad SAW, mahluk terbaik yang jasadnya pernah hidup dan hadir di bumi ini.
Kita juga telah mengetahui, semua muslim di seluruh bumi selalu membaca Surah Fatihah disetiap sholat wajib maupun sholat sunah yang dilakukannya. Pertanyaan yang bisa dimunculkan dalam kaitannya dengan proses kebijakan evolusi ini adalah : Apakah manfaat / faedah konkrit dari Surah Al Fatihah hanya dimaksudkan untuk Muhammad SAW dan kaum muslimin saja..? Padahal kita telah mengerti bahwa Beliau SAW telah diutus kepada seluruh ras manusia sebagai rahmat dari Allah SWT untuk seluruh isi alam.., jika demikian halnya, dimanakah atau bagaimanakah korelasi antara realitas-empirisme dan spiritualitas-absolutisme dalam memandang hubungan ini..? Pertanyaan ini perlu dikemukakan untuk mengingatkan kembali tentang apa yang tertuang dalam QS.37:35.., dengan harapan penuh semoga kiranya kita tidak termasuk dalam golongan manusia seperti mereka..., aamiien.
Orang Arab sendiri pun sebelumnya telah mahir mereka-reka siapa Tuhan yang mereka sebut Allah itu, demikian pula bangsa-bangsa lain di masa sebelumnya maupun sesudahnya. Jika dibandingkan dengan resultat pertama dan resultat kedua, letak perbedaannya dengan resultat yang ketiga ini adalah, Allah 'mendefinisikan' diri-Nya sendiri secara mutlak tanpa campur-tangan angan-pikiran atau rekaan hati ras manusia. Namun, setelah Allah menginformasikan siapa itu Tuhan sebenarnya, kebanyakan ras manusia enggan memikirkan kebesaran Zat Tuhan, merasa sulit mematuhi perintah-nya, membangkangi aturan-Nya, bahkan membuatkan tandingan lain atau menyekutukan kemutlakan kuasa-Nya.
Allah adalah Yang Awal dan Yang Akhir, kepunyaan Allah seluruh kerajaan ruang-angkasa dan bumi, Dia yang menghidupkan dan mematikan dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia Maha Mengetahui semuanya, bersama seluruh manusia dimana saja berada dan Maha Melihat segala apa yang manusia kerjakan. Bahkan, Dia Maha Mengetahui apa yang terbersit dalam dada QS.57:1-6. Ini adalah cuplikan informasi yang Allah sampaikan kepada manusia, supaya manusia yakin dan mau mengikuti perintah-Nya.
Namun, sesuai dengan kebijakan-Nya sebagian ras manusia tidak yakin akan kebesaran Allah. Mereka membikin perumpamaan tentang Allah dengan maksud untuk menandingi keperkasaan-Nya, padahal Allah Maha Kuat. Dia mencibir golongan itu dihadapan manusia yang mengetahui firman-Nya yang sempurna, bahwa siapa saja yang mereka seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bergotong-royong untuk membuatnya. Bahkan, mereka tidak menghormati Allah sebagaimana semestinya. OLeh karena itu diutuslah Para Nabi sebagai Pembawa Pesan Kebijakan dari Allah kepada ras manusia supaya selamat, damai dan sejahtera di dunia maupun akhirat. QS.22:73-75.
Para Nabi menjelaskan bahwa Allah tidak mempunyai atau menurunkan putra dan tidak pula menjadikan tuhan-tuhan lain yang mendampingi-Nya. Jika ada, tentu tuhan-tuhan itu akan mencipta sendiri-sendiri dan antara satu tuhan dengan tuhan lainnya akan saling mengatasi. Sungguh Allah Maha Suci dari apa yang disebutkan itu, Dia mengetahui yang tersembunyi (belum mampu dibuktikan ras manusia) dan yang terang-nyata, sudah terbuktikan ilmu pengetahuan. Maha Tinggi Tuhan dari apa yang mereka persekutukan. QS.23:91:92. Melalui lisan Para Nabi itu, Allah memberitahu kepada semua ras manusia bahwa semua yang pernah ada, sedang ada, dan akan ada, tidak muncul dengan sendirinya begitu saja. Dia-lah pencipta semuanya itu, bagaimana mungkin akan mempunyai atau menunjuk seseorang sebagai anak keturunan-Nya. Dia tidak bisa ditembus atau dideteksi dengan segala macam alat penglihatan, namun Dia Melihat dengan segala yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat mahluk.QS.6:101-103.
Karena itu, semua perbendaharaan kata yang dikuasai segala jenis mahluk sejak pertama kali diciptakan hingga di masa yang kelak akan berakhir, tidak akan pernah sanggup / mampu mendefinisikan apalagi merangkum tentang siapa, apa, dan bagaimana Zat Allah Sebenarnya. Namun, sesuai dengan fitrah manusia sejak ruh mulai dihembuskan pada janin..,QS.7:172. QS32:9.., yang dengan bahasanya sendiri ruh janin itu mengakui keberadan Allah, maka setelah ia keluar dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun.., kecuali Nabi Isa AS QS.19:29-36.., dengan melalui proses demi proses diberi-Nya pendengaran, penglihatan, dan pemahaman agar manusia berusaha kembali memahami untuk mematuhi perintahTuhan-Nya QS.16:78.
Untuk itulah, dengan nama-nama yang terbaik dan keseluruhannya bersifat mutlak sempurna (Asma Al Husna) Allah 'menampakkan' keberadaan diri-Nya, setiap ras manusia diperintahkan demi kebaikan kemanusiaannya sendiri untuk memohon segala keperluannya dengan menyebut permohonannya melalui nama-nama yang terbaik itu QS.7:180. Allah memerintahkan ras manusia untuk berdoa dan memohon, supaya manusia tidak bersikap sombong dan takabur karena hal demikian justru akan mendatangkan kerugian besar bagi ras manusia itu sendiri QS.40:60. Sebaliknya, doa setiap manusia yang tulus-ikhlas akan dikabulkan Allah justru karena Ia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada segenap mahluknya.
Karena kemutlakan-Nya itulah manusia memerlukan keimanan sebagai pedoman untuk meningkatkan keyakinan terhadap keberadaan-Nya. Segala pendengaran, penglihatan, dan pemahaman, menjadi modal utama ras manusia untuk berpikir dan berusaha terus-menerus, mengkreasikan segala yang ada disekitarnya untuk menyempurnakan keimanan itu. Jika Allah menghendaki, semua manusia yang ada di muka-bumi tentu akan beriman seluruhnya, padahal iman bukan suatu pemaksaan, melainkan akan tumbuh akibat usaha pemahaman. Tidak akan ada seseorang yang beriman kecuali dengan ijin Allah, dan Dia akan menimpakan siksaan kepada orang-orang yang tidak mau berpikir. QS.10:99-100.
Dari cuplikan pesan Tuhan barusan, tentunya kita bisa melihat dan merasakan betapa erat kaitan antara beriman dan berpikir. Kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya dalam upaya manusia mempertahankan eksistensi diri sekaligus menuju Tuhannya. Sebab iman yang sesungguhnya semata-mata hanya ada atas ijin Tuhan, maka ras manusia diminta oleh Yang Maha Penyayang untuk berpikir sambil berdoa bagaimana cara untuk mendapatkan iman.
Sebagaimana sudah diketahui, berpikir secara logis akan menghasilkan ilmu pengetahuan, yang sekarang mewujud dalam sains dan teknologi, sedangkan berdoa secara tulus-ikhlas akan mengantarkan hasil semuanya itu pada suatu tingkat keimanan tertentu, yang pada tahapan / fase selanjutnya akan berfungsi sebagai dasar teori atau landasan untuk berpikir. Demikianlah proses itu terus berlanjut sampai pada suatu ketika, dengan penuh keyakinan ia sadar betul akan keberadaan Allah yang memiliki nama-nama (Asma Al Husna) yang sempurna tersebut, sehingga mampu mengantarkan hatinya pada rasa ingin untuk bertemu.
"Siapa yang berharap menemui Allah, maka sesungguhnya janji Allah pastilah datang, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.., Dan siapa yang berjuang dijalan Allah, maka jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya, Allah Maha Kaya.. (tidak butuh pertolongan) dari alam semesta.., dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan Kami hapuskan dosa-dosanya dan akan Kami beri balasan yng lebih baik daripada segenap apa yang pernah mereka lakukan" QS.29:5-7.
Demikian sekilas penjabaran resultat ketiga yang secara lengkap terdapat dalam Kitab AlQur'an, dan secara ringkas terangkum dalam Surah Al Ikhlas yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut : "Katakanlah.., Dia adalah Allah Yang Maha Tunggal. Allah sebagai tumpuan segala harapan. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tiada sesuatu apapun yang menyerupai Dia.." Dengan begitu jelas ditegaskan disini bahwa tidak ada tuhan yang sebenarnya kecuali Allah sendiri. Tuhan-tuhan lain yang pernah, sedang, dan akan diadakan, semuanya hanyalah rekaan dan rekayasa mahluk yang suatu ketika pasti musnah-binasa.
Jika dibandingkan dengan penjelasan tentang resultat pertama dan resultat kedua, maka pada resultat ketiga ini Allah SWT telah mendefinisikan eksistensi diri-Nya sebagai Tuhan yang sebenarnya (Al Haq) mampu berkuasa (Al Qaadir) melandasi, menampung, dan mengelola berbagai keinginan ras manusia yang satu sama lain saling berbeda.
Kita tidak dapat mengharapkan kepada semua manusia untuk memiliki keahlian yang sama, atau memaksakan semua bangsa untuk menganut satu jenis ideologi atau budaya, atau bahkan satu agama dengan satu aturan atau teknologi tertentu. Hal demikian tidak sesuai dengan kebijakan Tuhan (Al Adlu) yang sesungguhnya. Namun demikian, dengan keberkahan dari Kasih Sayang (Ar Rahman Ar Rahiem) Allah, semua golongan / ras manusia itu Dia perintahkan untuk saling mengenal QS.49:13, saling bersahabat, untuk mengetahui potensi kelebihan masing-masing, kemudian saling tolong-menolong pada segala hal yang bertujuan untuk takwa, hingga mampu memelihara dan mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Tunggal (Al Ahad).
Bukankah Asma Al Husna yang berjumlah 99 nama-nama pokok yang mutlak sempurna dan nampak seolah berbeda atau bahkan ada yang terkesan bertentangan antara satu nama dengan nama lain, namun pada hakikatnya terangkum dalam satu kalimat sempurna yang beresensi pada kemutlakan tunggal, yakni Allaahu Subhanahu Wa Ta'ala.
Dengan nama / didalam nama / bersama nama Allah Yang Pengasih lagi Penyayang ini, Dia perintahkan kepada segenap ras manusia untuk saling berhubungan, saling menjembatani keperluan satu sama lain agar ras manusia dapat memenuhi berbagai keperluan dan pemahaman masing-masing sehingga sampai pada kemampuan memuji Tuhan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan di seluruh jagat semesta raya. Penekanan terhadap pujian tertinggi hanya kepada Allah kiranya sangat penting, sebagai sarana pencegah terkotak-kotaknya bangsa manusia dari kebanggaan golongan yang berpotensi membawa kesombongan dan kesewenang-wenangan. Dengan demikian, dapatlah diharapkan munculnya keyakinan bersama yang pasti terhadap Hari Pembalasan, dimana setiap individu sesungguhnya akan bertemu Tuhan YME, Allah SWT, Raja Penguasa Hari Pembalasan. Pada hari itu setiap ucapan dan tindakan yang telah dilakukan di dunia akan diberi balasan dengan seadil-adilnya. Untuk itulah, keutuhan eksistensi ras manusia di dunia dan kemenangan kekalnya di akhirat hanya bisa tercapai bila ras manusia menyembah dan meminta tolong hanya kepada Allah SWT sebagai Resultat Tunggal yang praktis dan mampu melandasi serta menampung seluruh perbedaan pola keyakinan / keterbatasan pikiran-usaha berbagai ras manusia tersebut. Sehingga, menjadi sangat penting kiranya manakala setiap ras manusia telah sampai pada suatu tahap ketergantungan untuk selalu berharap agar Allah SWT senantiasa membimbing ras manusia ke jalan yang lurus-benar. Yaitu jalan orang-orang yang telah diberi nikmat Allah di masa-masa sebelumnya, bukan jalan yang dilalui ras manusia lain yang mendapati murka Tuhan SWT dan bukan pula jalan yang sesat akibat kedurhakaannya sendiri.
Apa yang baru saja kita baca dalam satu paragraf diatas tadi, tiada lain adalah satu dari begitu banyak usaha akal dan pikiran manusia dalam upayanya memahami Surah Al Fatihah yang terdiri dari 7 Ayat dalam lembaran pertama Kitab Suci AlQur'an. Surah Al Fatihah mengandung makna sebagai Surah Pembuka dari seluruh surat yang ada dalam kitab suci itu, keseluruhan isinya merupakan rangkuman dari semua isi yang terkandung dalam AlQur'an. Karenanya Surah Al Fatihah disebut juga sebagai Ummul Qur'an atau Induknya AlQur'an. Maksud sebenarnya dari surat itu hanya Allah yang Maha Mengetahuinya, namun sekurang-kurangnya kita bisa memahami betapa Allah SWT secara khusus menurunkan Surah Al Fatihah QS.15:87 kepada Muhammad SAW, mahluk terbaik yang jasadnya pernah hidup dan hadir di bumi ini.
Kita juga telah mengetahui, semua muslim di seluruh bumi selalu membaca Surah Fatihah disetiap sholat wajib maupun sholat sunah yang dilakukannya. Pertanyaan yang bisa dimunculkan dalam kaitannya dengan proses kebijakan evolusi ini adalah : Apakah manfaat / faedah konkrit dari Surah Al Fatihah hanya dimaksudkan untuk Muhammad SAW dan kaum muslimin saja..? Padahal kita telah mengerti bahwa Beliau SAW telah diutus kepada seluruh ras manusia sebagai rahmat dari Allah SWT untuk seluruh isi alam.., jika demikian halnya, dimanakah atau bagaimanakah korelasi antara realitas-empirisme dan spiritualitas-absolutisme dalam memandang hubungan ini..? Pertanyaan ini perlu dikemukakan untuk mengingatkan kembali tentang apa yang tertuang dalam QS.37:35.., dengan harapan penuh semoga kiranya kita tidak termasuk dalam golongan manusia seperti mereka..., aamiien.